FRONT MAHASISWA NASIONAL (FMN)
“Organisasi Massa Mahasiswa Demokratis Nasional Berwatak
Patriotis, Demokratis dan Militan”
Sejarah Singkat
Front Mahasiswa Nasional (FMN) adalah sebuah organisasi massa mahasiswa yang lahir atas dialektika (Perkembangan) sejarah dan situasi objektif yang ada dalam setiap perkembangannya. Perjalanan FMN telah dirintis sejak tahun 1990an, dimana pada saat itu upaya pemberangusan gerakan Rakyat terjadi begitu keras oleh Diktator Orde Baru (Soeharto), tidak terkecuali terhadap Gerakan Mahasiswa yang dikekang dengan kebijakan yang sampai saat ini dikenal dengan “Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK-BKK)”. Meski demikian, dengan berbagai bentuk ancaman, terror dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh Rezim saat itu tidak pernah menyurutkan semangat Rakyat untuk terus membangun persatuan dan mengembangkan diri untuk melakukan perlawanan secara kolektif, begitu pula gerakan Pemuda dan Mahasiswa dengan ciri khususnya yang dinamis dan aktif serta kemampuan analisisnya yang tajam selalu menjadi topangan gerakan rakyat disektor lainnya.
Semangat persatuan dan perlawanan Mahasiswa saat itu tampak dari Eksisnya berbagai Organisasi pemuda dan mahasiswa yang terus melakukan pengorganisiran dan perlawanan, meskipun sebagian besar dilakukan dengan cara tertutup. Hal tersebut juga tampak dari munculnya berbagai Organisasi mahasiswa diberbagai daerah yang kian massif. Itulah yang dikemudian hari menjadi Embrio lahirnya FMN yang terus meluas dan semakin solid melalui Komunikasi Intensif dan pertemuan-pertemuan tingkat kota hingga Nasional.
Melalui pertemuan nasional yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1997 kemudian terbentuk sebuah jaringan nasional dengan nama “Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional (FKMN)”sebagai identitas dari pokja ( kelompok kerja ) yang dibangun.
Ide dan inisiatif maju terus bermunculan dari internal Jaringan melalui pertemuan-pertemuan dan komunikasi yang dibangun untuk menyatukan diri dan melakukan penilaian atas perkembangan pekerjaan dan situasi kongkrit dimasing-masing daerah. Peretemuan-pertemuan tersebut kemudian membuahkan hasil yang semakin maju, dimana pada tahun 2000, FKMN berkembang menjadi sebuah organisasi mahasiswa nasional dengan nama Forum Mahasiswa Nasional. Sejak itu FMN terus melakukan perluasan dan melakukan pembenahan di Internal organisasi, membangun komite-komite organisasi dari tingkat pusat (nasional) hingga kampus dan mulai menggunakan identitas FMN dalam perjuangan politik organisasi
Deklarasi FMN
Setelah melalui proses dan perjalanannya yang cukup panjang, akhirnya di tahun 2003 FMN dideklarasikan menjadi organisasi massa mahasiswa nasional lewat acara Kongres Pendirian Organisasi (founding Congress) di Balai Rakyat Utan Kayu-Jakarta. Dalam momentum bersejarah tersebut, hadir 700 anggota FMN dari berbagai kota dan kemudian 740 orang anggota mengikuti aksi Nasional perdana FMN di Jakarta. Melalui forum kongres pendirian tersebut pula terjadi peralihan nama dari Forum Mahasiswa Nasional menjadi Front mahasiswa Nasional. Acara Funding Congress tersebut, kemudian ditetapkan sebagai hari lahir FMN yaitu tanggal 18 Mei 2003 yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh jajaran anggota disetiap levelan Organisasi
Paska Funding Congress di Jakarta, FMN Menentukan garis Politiknya yang “Anti Imperialisme, Anti Feodalisme dan Anti Kapitalisme Birokrat” melalui Kongres I yang diselenggarakan di Bandar Lampung pada Bulan Mei tahun 2004 bertepatan dengan Hari lahir FMN yang ke-2. Dengan berbagai pelajaran penting dan berharga yang diraih selama dua tahun, baik secara teori maupun praktek bagi terciptanya Ormas Mahasiswa, dua tahun kemudian diselenggarakan kembali Kongres II, pada bulan September 2006 di Bandung dengan semangat meneguhkan diri sebagai Organisasi Massa Mahasiswa dengan karakter perjuangan Demokrasi Nasional. Gerakan pembetulan demi pembetulan atas organisasi terus dilakukan dan ditancapkan untuk meneguhkan langgam kerja dan merapikan pekerjaan-pekerjaan organiasasi, mencakup wilayah politik dan organisasi.
Dengan memahami bahwa persoalan sektoral yang dihadapi oleh Mahasiswa maupun Pemuda secara umum tidak terlepas dari persoalan rakyat disektor lainnya, FMN terus menghubungkan dan terlibat aktif dalam perjuangan rakyat disektor lainnya (buruh, tani, kaum miskin kota, dan kaum perempuan) untuk memperjuangkan hak-hak demokratisnya serta untuk terus memperluas dan memperkuat semangat pengabdian kepada Rakyat. Sehingga pada Kongres ke-III di Mataram pada Bulan Maret 2009, selain terus menegaskan Garis Politik dan Organisasinya, Memperkuat dan memperluas Organisasi, FMN kembali meneguhkan diri sebagai Organisasi yang akan terus secara konsisten mendukung dan terlibat aktif dalam perjuangan Rakyat disektor lainnya.
Persebaran Anggota
Kini setelah hampir 9 (Sembilan) tahun berdiri, melalui berbagai dinamika atas maju-mundurnya Organisasi, FMN telah tersebar di 28 Kota dan Provinsi, yaitu di Medan, Palembang, Jambi, Lampung, Pontianak, Singkawang, Palangkaraya, Makasar, Palu, Bulukumba, Denpasar, Mataram, LOTIM, Kupang, Flores, Surabaya, Jombang, Malang, Bojonegoro, Purwokerto, Wonosobo, Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. Dengan semangat kemandirian dan penlayanan terhadap Massa, FMN terus berupaya memperkuat dan mengembangkan diri dan terus tumbuh untuk memajukan perjuangan Massa baik secara kulitas maupun Kuantitas.
Ditingkat Internasional, FMN juga menjadi salah satu Anggota dari International League of People’s Struggle (ILPS) dengan Garis perjuangan Anti Imperialisme yang mengusung platform “Lawan Penjarahan dan Perang Imperialisme”. ILPS kini sudah memiliki lebih dari 300 organisasi Anggota yang tersebar di lebih dari 40 Negara. Melalui Kongres Internasional yang ke-4 yang di Selenggarakan di Philippine pada bulan Juli 2011 lalu, ILPS terus menegaskan Garis perlawanannya terhadap Imperialisme dan memperkuat organisasi, memperbesar keanggotaan dan memperluas pengaruh dan persatuan melawan Imperialisme. Melalui Kongres ILPS ke-4 Tersebut pula, FMN terpilih menjadi Anggota Komite Koordinasi Internasional (ICC) dikomisi pemuda dan Pendidikan untuk periode 2011-2014. Selain tergabung dalam ILPS, FMN juga menjadi salah satu Anggota Asia Pacific Students and Youth Association (ASA), sebuah organisasi yang menghimpun berbagai Organisasi Pemuda dan Mahasiswa di Kawasan Asia Pasifik. ASA juga terus berupaya memperluas jaringan dan keanggotaannya dengan aspirasi untuk membangun persatuan pemuda dan Mahasiswa skala Internasional.
Garis Politik
Melalui perjuangan panjang yang mengorbankan jiwa dan raga para pejuang dan seluruh Rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah (Kolonial Belanda) hingga diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tentunya membawa harapan besar akan masa depan yang gemilang bagi Rakyat Indonesia. Namun persis paska Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia kembali terjerumus dalam satu sistem dengan penghisapan yang tidak kalah kejamnya dari sistem jajahan colonial Belanda, yaitu Sistem “Setengah Jajahan dan setengah Feodal (SJSF)” yang ditandai dengan Eksisnya dua sistem yaitu Imperialisme yang semakin kuat menancapkan dominasinya dan Feodalisme yang juga semakin kuat melakukan penghisapan sebagai topangan akan dominasi Imperialisme. Sistem ini yang masih dan terus dipertahankan oleh penguasa telah menjebak Rakyat Indonesia kembali dalam kemiskinan dan penderitaan yang hebat serta keterbelakangan budaya yang kelam.
Dengan sistem tersebut, Indonesia tidak lagi dijajah dalam bentuk fisik, namun diganti dengan penjajahan secara halus yaitu melalui jeratan hutang yang memaksakan Indonesia harus menyerahkan seluruh kekeayaan Alam dan tenaga kerjanya terhadap kapitalis monopoli (Imperialisme) melalui topangan kuat Feodalisme yang tampak sebagai tuan tanah baru (baik yang tampak dalam perusahaan swasta, Individu, maupun oleh Negara secara lansung) yang terus melakukan monopoli atas tanah dalam skala luas, baik untuk perkebunan, pertambangan, Infrastruktur, Taman Nasional, dll. Dengan demikian, terang bahwa persoalan pokok rakyat Indonesia yang melahirkan berbagai persoalan lainnya adalah Persoalan Monopoli atas Tanah. Atas persoalan tersebut, maka Kontradiksi pokok bagi seluruh Rakyat Indonesia adalah “Imperialisme, Feodalisme dan, Kapitalisme Birokrat”.
Dengan kenyataan demikian, Front Mahasiswa Nasional (FMN) telah meneguhkan garis perjuangannya yang diyakini sebagai jalan keluar bagi Rakyat Indonesia adalah dengan menggencarkan perjuangan “Demokratis Nasional” yang berwatak Patriotis, Demokratis dan Militant sebagai manifestasi karakter perjuangannya yang anti Imperialisme, Anti Feodalisme dan Anti Kapitalisme Birokrat.
Program Perjuangan
Secara khusus FMN memperjuangkan Sistem Pendidikan Nasional yang “Ilmiah, Demokratis dan, Mengabdi Pada Rakyat”.Pendidikan Ilmiah maksudnya adalah Sistem pendidikan yang sesuai dengan Kenyataan Objektif Masyarakat Indonesia, baik dalam aspek penyelenggaraan, kurikulum dan orientasinya, yang bertujuan untuk terus memajukan taraf berfikir dan perkembangan Ilmu pengetahuan serta meningkatkan skill Masyarakat Indonesia untuk dapat mengubah keadaan objektif yang ada disekitarnya. Demokratis Artinya, Pendidikan yang diselenggarakan tanpa diskriminasi baik yang mengatasnamakan Ras, Agama, ekonomi ataupun karena faktor sosial lainnya dan dapat diakses secara luas oleh Seluruh Rakyat Indonesia. Selebihnya, Masyarakat Indonesia (Khususnya peserta didik) dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan dilingkungan pendidikan. Selain itu, sebagai wujud kongkrit akan adanya demokrasi, bebasnya pendidikan dari berbagai represifitas, intimidasi dan berbagai bentuk tindak kekerasan yang kerap terjadi dilingkungan pendidikan saat ini.
Selanjutnya, Mengabdi pada Rakyat Maksudnya adalah Pendidikan yang dapat diabdikan dan mampu menjawab persoalan Rakyat Indonesi baik secara ekonomi, Budaya maupun sosialnya. Secara umum, menyadari bahwa karakter masyarakat Indonesia yang hidup di Negeri Agraris, maka perspektif dan tujuan pendidikan harus dapat diorientasikan untuk membangun Industri Nasional sebagai topangan hidup dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Selain Program Perjuangan secara Sektoral, FMN juga menjalankan program perjuangannya untuk mendukung perjuangan Rakyat Indonesi disektor lainnya, terutama kaum tani dan klas buruh sebagai komposisi masyarakat yang mayoritas di Indonesia. Mendukung perjuangan kaum tani untuk mempertahankan dan merebut haknya atas tanah, Saprodi pertanian dan hasil produksi yang berkualitas. Terhadap klas buruh, mendukung perjuangannya untuk melawan politik upah murah, PHK dan pemberangusan gerakan yang dilakukan oleh Rezim penguasa saat ini. demikian pula halnya terhadap Rakyat disektor lainnya atas berbagai persoalan yang dihadapinya. Kongkritnya bahwa tujuan didirikannya FMN secara sektoral adalah Memperjuangkan Hak Demokratis dan Hak-hak sosial dan ekonomi Mahasiswa. Secara umum untuk mendukung perjuangan rakyat dalam memperjuangkan hak sosial ekonomi dan demokratisnya untuk mewujudkan Masyarakat yang adail, Sejahtera dan Berdaulat.
Untuk mewujudkan tujuan perjuangan tersebut, FMN mengkongkretkan melalui usaha-usaha perjuangan yang akan diperjuangkan melalui organisasi. Berikut adalah Usaha-usaha perjuangan dengan tuntutan perjuangan jangka pendek untuk pemenuhan hak-hak demokratis pemuda dan mahasiswa Indonesia dengan Garis umum Kampanye yang digencarkan saat ini yaitu “Hentikan Komersialisasi Pendidikan dan Lawan segala Bentuk Represifitas dan Tindak kekerasan disektor Pendidikan”. Usaha-usah perjuangan tersebut adalah:
Front Mahasiswa Nasional (FMN) adalah sebuah organisasi massa mahasiswa yang lahir atas dialektika (Perkembangan) sejarah dan situasi objektif yang ada dalam setiap perkembangannya. Perjalanan FMN telah dirintis sejak tahun 1990an, dimana pada saat itu upaya pemberangusan gerakan Rakyat terjadi begitu keras oleh Diktator Orde Baru (Soeharto), tidak terkecuali terhadap Gerakan Mahasiswa yang dikekang dengan kebijakan yang sampai saat ini dikenal dengan “Normalisasi Kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus (NKK-BKK)”. Meski demikian, dengan berbagai bentuk ancaman, terror dan tindak kekerasan yang dilakukan oleh Rezim saat itu tidak pernah menyurutkan semangat Rakyat untuk terus membangun persatuan dan mengembangkan diri untuk melakukan perlawanan secara kolektif, begitu pula gerakan Pemuda dan Mahasiswa dengan ciri khususnya yang dinamis dan aktif serta kemampuan analisisnya yang tajam selalu menjadi topangan gerakan rakyat disektor lainnya.
Semangat persatuan dan perlawanan Mahasiswa saat itu tampak dari Eksisnya berbagai Organisasi pemuda dan mahasiswa yang terus melakukan pengorganisiran dan perlawanan, meskipun sebagian besar dilakukan dengan cara tertutup. Hal tersebut juga tampak dari munculnya berbagai Organisasi mahasiswa diberbagai daerah yang kian massif. Itulah yang dikemudian hari menjadi Embrio lahirnya FMN yang terus meluas dan semakin solid melalui Komunikasi Intensif dan pertemuan-pertemuan tingkat kota hingga Nasional.
Melalui pertemuan nasional yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1997 kemudian terbentuk sebuah jaringan nasional dengan nama “Forum Komunikasi Mahasiswa Nasional (FKMN)”sebagai identitas dari pokja ( kelompok kerja ) yang dibangun.
Ide dan inisiatif maju terus bermunculan dari internal Jaringan melalui pertemuan-pertemuan dan komunikasi yang dibangun untuk menyatukan diri dan melakukan penilaian atas perkembangan pekerjaan dan situasi kongkrit dimasing-masing daerah. Peretemuan-pertemuan tersebut kemudian membuahkan hasil yang semakin maju, dimana pada tahun 2000, FKMN berkembang menjadi sebuah organisasi mahasiswa nasional dengan nama Forum Mahasiswa Nasional. Sejak itu FMN terus melakukan perluasan dan melakukan pembenahan di Internal organisasi, membangun komite-komite organisasi dari tingkat pusat (nasional) hingga kampus dan mulai menggunakan identitas FMN dalam perjuangan politik organisasi
Deklarasi FMN
Setelah melalui proses dan perjalanannya yang cukup panjang, akhirnya di tahun 2003 FMN dideklarasikan menjadi organisasi massa mahasiswa nasional lewat acara Kongres Pendirian Organisasi (founding Congress) di Balai Rakyat Utan Kayu-Jakarta. Dalam momentum bersejarah tersebut, hadir 700 anggota FMN dari berbagai kota dan kemudian 740 orang anggota mengikuti aksi Nasional perdana FMN di Jakarta. Melalui forum kongres pendirian tersebut pula terjadi peralihan nama dari Forum Mahasiswa Nasional menjadi Front mahasiswa Nasional. Acara Funding Congress tersebut, kemudian ditetapkan sebagai hari lahir FMN yaitu tanggal 18 Mei 2003 yang diperingati setiap tahunnya oleh seluruh jajaran anggota disetiap levelan Organisasi
Paska Funding Congress di Jakarta, FMN Menentukan garis Politiknya yang “Anti Imperialisme, Anti Feodalisme dan Anti Kapitalisme Birokrat” melalui Kongres I yang diselenggarakan di Bandar Lampung pada Bulan Mei tahun 2004 bertepatan dengan Hari lahir FMN yang ke-2. Dengan berbagai pelajaran penting dan berharga yang diraih selama dua tahun, baik secara teori maupun praktek bagi terciptanya Ormas Mahasiswa, dua tahun kemudian diselenggarakan kembali Kongres II, pada bulan September 2006 di Bandung dengan semangat meneguhkan diri sebagai Organisasi Massa Mahasiswa dengan karakter perjuangan Demokrasi Nasional. Gerakan pembetulan demi pembetulan atas organisasi terus dilakukan dan ditancapkan untuk meneguhkan langgam kerja dan merapikan pekerjaan-pekerjaan organiasasi, mencakup wilayah politik dan organisasi.
Dengan memahami bahwa persoalan sektoral yang dihadapi oleh Mahasiswa maupun Pemuda secara umum tidak terlepas dari persoalan rakyat disektor lainnya, FMN terus menghubungkan dan terlibat aktif dalam perjuangan rakyat disektor lainnya (buruh, tani, kaum miskin kota, dan kaum perempuan) untuk memperjuangkan hak-hak demokratisnya serta untuk terus memperluas dan memperkuat semangat pengabdian kepada Rakyat. Sehingga pada Kongres ke-III di Mataram pada Bulan Maret 2009, selain terus menegaskan Garis Politik dan Organisasinya, Memperkuat dan memperluas Organisasi, FMN kembali meneguhkan diri sebagai Organisasi yang akan terus secara konsisten mendukung dan terlibat aktif dalam perjuangan Rakyat disektor lainnya.
Persebaran Anggota
Kini setelah hampir 9 (Sembilan) tahun berdiri, melalui berbagai dinamika atas maju-mundurnya Organisasi, FMN telah tersebar di 28 Kota dan Provinsi, yaitu di Medan, Palembang, Jambi, Lampung, Pontianak, Singkawang, Palangkaraya, Makasar, Palu, Bulukumba, Denpasar, Mataram, LOTIM, Kupang, Flores, Surabaya, Jombang, Malang, Bojonegoro, Purwokerto, Wonosobo, Yogyakarta, Jakarta, dan Bandung. Dengan semangat kemandirian dan penlayanan terhadap Massa, FMN terus berupaya memperkuat dan mengembangkan diri dan terus tumbuh untuk memajukan perjuangan Massa baik secara kulitas maupun Kuantitas.
Ditingkat Internasional, FMN juga menjadi salah satu Anggota dari International League of People’s Struggle (ILPS) dengan Garis perjuangan Anti Imperialisme yang mengusung platform “Lawan Penjarahan dan Perang Imperialisme”. ILPS kini sudah memiliki lebih dari 300 organisasi Anggota yang tersebar di lebih dari 40 Negara. Melalui Kongres Internasional yang ke-4 yang di Selenggarakan di Philippine pada bulan Juli 2011 lalu, ILPS terus menegaskan Garis perlawanannya terhadap Imperialisme dan memperkuat organisasi, memperbesar keanggotaan dan memperluas pengaruh dan persatuan melawan Imperialisme. Melalui Kongres ILPS ke-4 Tersebut pula, FMN terpilih menjadi Anggota Komite Koordinasi Internasional (ICC) dikomisi pemuda dan Pendidikan untuk periode 2011-2014. Selain tergabung dalam ILPS, FMN juga menjadi salah satu Anggota Asia Pacific Students and Youth Association (ASA), sebuah organisasi yang menghimpun berbagai Organisasi Pemuda dan Mahasiswa di Kawasan Asia Pasifik. ASA juga terus berupaya memperluas jaringan dan keanggotaannya dengan aspirasi untuk membangun persatuan pemuda dan Mahasiswa skala Internasional.
Garis Politik
Melalui perjuangan panjang yang mengorbankan jiwa dan raga para pejuang dan seluruh Rakyat Indonesia merebut kemerdekaan dari tangan penjajah (Kolonial Belanda) hingga diproklamirkannya kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, tentunya membawa harapan besar akan masa depan yang gemilang bagi Rakyat Indonesia. Namun persis paska Konferensi Meja Bundar (KMB), Indonesia kembali terjerumus dalam satu sistem dengan penghisapan yang tidak kalah kejamnya dari sistem jajahan colonial Belanda, yaitu Sistem “Setengah Jajahan dan setengah Feodal (SJSF)” yang ditandai dengan Eksisnya dua sistem yaitu Imperialisme yang semakin kuat menancapkan dominasinya dan Feodalisme yang juga semakin kuat melakukan penghisapan sebagai topangan akan dominasi Imperialisme. Sistem ini yang masih dan terus dipertahankan oleh penguasa telah menjebak Rakyat Indonesia kembali dalam kemiskinan dan penderitaan yang hebat serta keterbelakangan budaya yang kelam.
Dengan sistem tersebut, Indonesia tidak lagi dijajah dalam bentuk fisik, namun diganti dengan penjajahan secara halus yaitu melalui jeratan hutang yang memaksakan Indonesia harus menyerahkan seluruh kekeayaan Alam dan tenaga kerjanya terhadap kapitalis monopoli (Imperialisme) melalui topangan kuat Feodalisme yang tampak sebagai tuan tanah baru (baik yang tampak dalam perusahaan swasta, Individu, maupun oleh Negara secara lansung) yang terus melakukan monopoli atas tanah dalam skala luas, baik untuk perkebunan, pertambangan, Infrastruktur, Taman Nasional, dll. Dengan demikian, terang bahwa persoalan pokok rakyat Indonesia yang melahirkan berbagai persoalan lainnya adalah Persoalan Monopoli atas Tanah. Atas persoalan tersebut, maka Kontradiksi pokok bagi seluruh Rakyat Indonesia adalah “Imperialisme, Feodalisme dan, Kapitalisme Birokrat”.
Dengan kenyataan demikian, Front Mahasiswa Nasional (FMN) telah meneguhkan garis perjuangannya yang diyakini sebagai jalan keluar bagi Rakyat Indonesia adalah dengan menggencarkan perjuangan “Demokratis Nasional” yang berwatak Patriotis, Demokratis dan Militant sebagai manifestasi karakter perjuangannya yang anti Imperialisme, Anti Feodalisme dan Anti Kapitalisme Birokrat.
Program Perjuangan
Secara khusus FMN memperjuangkan Sistem Pendidikan Nasional yang “Ilmiah, Demokratis dan, Mengabdi Pada Rakyat”.Pendidikan Ilmiah maksudnya adalah Sistem pendidikan yang sesuai dengan Kenyataan Objektif Masyarakat Indonesia, baik dalam aspek penyelenggaraan, kurikulum dan orientasinya, yang bertujuan untuk terus memajukan taraf berfikir dan perkembangan Ilmu pengetahuan serta meningkatkan skill Masyarakat Indonesia untuk dapat mengubah keadaan objektif yang ada disekitarnya. Demokratis Artinya, Pendidikan yang diselenggarakan tanpa diskriminasi baik yang mengatasnamakan Ras, Agama, ekonomi ataupun karena faktor sosial lainnya dan dapat diakses secara luas oleh Seluruh Rakyat Indonesia. Selebihnya, Masyarakat Indonesia (Khususnya peserta didik) dilibatkan dalam setiap pengambilan kebijakan dilingkungan pendidikan. Selain itu, sebagai wujud kongkrit akan adanya demokrasi, bebasnya pendidikan dari berbagai represifitas, intimidasi dan berbagai bentuk tindak kekerasan yang kerap terjadi dilingkungan pendidikan saat ini.
Selanjutnya, Mengabdi pada Rakyat Maksudnya adalah Pendidikan yang dapat diabdikan dan mampu menjawab persoalan Rakyat Indonesi baik secara ekonomi, Budaya maupun sosialnya. Secara umum, menyadari bahwa karakter masyarakat Indonesia yang hidup di Negeri Agraris, maka perspektif dan tujuan pendidikan harus dapat diorientasikan untuk membangun Industri Nasional sebagai topangan hidup dan jaminan kesejahteraan bagi rakyat Indonesia.
Selain Program Perjuangan secara Sektoral, FMN juga menjalankan program perjuangannya untuk mendukung perjuangan Rakyat Indonesi disektor lainnya, terutama kaum tani dan klas buruh sebagai komposisi masyarakat yang mayoritas di Indonesia. Mendukung perjuangan kaum tani untuk mempertahankan dan merebut haknya atas tanah, Saprodi pertanian dan hasil produksi yang berkualitas. Terhadap klas buruh, mendukung perjuangannya untuk melawan politik upah murah, PHK dan pemberangusan gerakan yang dilakukan oleh Rezim penguasa saat ini. demikian pula halnya terhadap Rakyat disektor lainnya atas berbagai persoalan yang dihadapinya. Kongkritnya bahwa tujuan didirikannya FMN secara sektoral adalah Memperjuangkan Hak Demokratis dan Hak-hak sosial dan ekonomi Mahasiswa. Secara umum untuk mendukung perjuangan rakyat dalam memperjuangkan hak sosial ekonomi dan demokratisnya untuk mewujudkan Masyarakat yang adail, Sejahtera dan Berdaulat.
Untuk mewujudkan tujuan perjuangan tersebut, FMN mengkongkretkan melalui usaha-usaha perjuangan yang akan diperjuangkan melalui organisasi. Berikut adalah Usaha-usaha perjuangan dengan tuntutan perjuangan jangka pendek untuk pemenuhan hak-hak demokratis pemuda dan mahasiswa Indonesia dengan Garis umum Kampanye yang digencarkan saat ini yaitu “Hentikan Komersialisasi Pendidikan dan Lawan segala Bentuk Represifitas dan Tindak kekerasan disektor Pendidikan”. Usaha-usah perjuangan tersebut adalah:
- Pendidikan gratis bagi seluruh rakyat Indonesia dan realisasikan anggaran 20 % dari APBN dan APBD untuk pendidikan;
- Menuntut biaya kuliah murah;
- Hentikan Kenaikan SPP dan Penghapusan segala bentuk pungutan liar (Pungli);
- Cabut Undang-undang Pendidikan Tinggi (UU PT);
- Peningkatan fasilitas pendidikan di kampus;
- Kebebasan berpendapat dan berorganisasi dikampus dan Hentikan represifitas terhadap mahasiswa;
- Libatkan mahasiswa secara menyeluruh dalam menentukan kebijakan kampus;
- Transparansi pengelolaan dana operasional kampus;
- Tingkatkan kesejahteraan dosen, karyawan dan guru;
- Sediakan Lapangan pekerjaan bagi sarjana dan pemuda;
- Pemberantasan korupsi di dalam dunia pendidikan; dan
- Pemberantasan buta huruf.
Tugas Pokok FMN
Sebagai Organisasi massa mahasiswa demokratis nasional, selain secara konsisten mengkampanyekan persoalan pokok Pemuda dan Mahasiswa serta pendidikan secara umum dan berbagai persoalan rakyat lainnya secara Intensif, massif dan kontinyu, Tugas utama seluruh Anggota FMN adalah “Membangkitkan, Mengorganisasikan dan Menggerakan Massa Mahasiswa”. Hal tersebut didasarkan atas kenyataan bahwa perjuangan tidaklah dapat dijalankan sendiri-sendiri atau secara terpisah-pisah, maka tugas utama yang tidak boleh diabaikan oleh FMN dengan seluruh anggotanya adalah terus meningkatkan kesadaran massa, menyatukannya dalam satu barisan dengan pandangan dan sikap yang sama, kemudian bergerak dan berjuang bersama.
Aktifitas dan Kegiatan FMN
Diskusi dan Kajian Ilmiah
Kajian Ilmiah
Untuk mendapatkan simpualan komprehensif dan objektif atas suatu keadaan ataupun suatu Materi, FMN diseluruh basis disetiap levelan Organisasi melakukan Kajian ilmiah secara rutin, bahkan untuk dapat melakukan penilaian atas perkembangan setiap materi yang ada disekitarnya, kajian-kajian ilmiah diletakkan menjadi pekerjaan harian yang harus dilakukan oleh setiap levelan organisasi dengan melibatkan seluruh angggotanya. Hasil kajian ditingkkat kampus dengan keadaan umum ditingkat kota dan Nasional kemudian dipadukan dan dijadikan sebagai bahan diskusi dan propaganda secara harian bagi anggota dan massa.
Diskusi Terbuka, Seminar dan Aktifitas luas lainnya
Untuk menyatukan pemahaman atas suatu keadaan ataupun materi, Organisasi menyelenggarakan diskusi reguler yang membahas suatu tema ataupun isu Nasional hingga tema-tema khusus yang berkaitan dengan situasi dikampus, kota masing-masing basis. Melalui diskusi regular tersebut organisasi juga melakan pendiskusian teoritis baik yang berkaitan dengan teori-teori skill, ilmu pegetahuan ataupun yang berkaitan dengan matakuliah dikampus. Tidak jarang Organisasi juga menyelenggarakan Seminar, loka karya, Diskusi terbuka ataupun mimbar akademik yang diselenggarakan secara luas yang membahas suatu tema ataupun teori tertentu.
Aksi dan Demonstrasi
Aksi dan Demonstrasi adalah bentuk-bentuk aktifitas yang dilakukan Organisasi dalam upaya mengkampanyekan berbagai persoalan pemuda dan mahasiswa serta persoalan pendidikan secara umum maupun persoalan rakyat disektor lainnya secara umum. Aktifitas-aktifitas tersebut juga sebagai bagian bentuk perjuangan untuk menuntut pemenuhan hak sosial, ekonomi dan hak demokratis mahasiswa didalam kampus. Aksi-aksi tersebut dilakukan dalam berbagai bentuk, metode dan taktik, seperti Dialog, dengar pendapat (Hearing), Penggalangan petisi, penyebaran Panflet dan selebaran, mimbar bebas, demonstrasi (Dikampus, dipusat-pusat pemerintahan baik ditingkat daerah maupun pusat), walk out hingga pemboikotan kampus.
Seni dan Budaya
Kegiatan seni dan budaya, selain untuk memfasilitasi anggota mengembangkan bakat dan kreasinya, kegiatan tersebut juga dilakukan sebagai salah satu media propaganda ditengah-tengah massa. Adapun kegiatan seni dan budaya yang seringkali diselenggarakan organisasi adalah Pementasan Theater, Musik, pameran foto, karikatur, design dan lain sebagainya. Kegiatan olah raga juga tidak diabaikan sebagai salah satu upaya untuk menyalurkan bakat dan media konsolidasi anggota. Kegiatan-kegiatan seni dan budaya sering dilakukan tidak hanya dilakukan untuk even-even tertentu, tapi juga banyak dilakukan dalam menyambut suatu momentum seperti hari Ulang tahun FMN, Penyambutan Mahasiswa baru (Welcome party), Ramadhan Progressif maupun dalam menyambut momentum kampanye hari-hari besar perjuangan rakyat lainnya.
Dalam perkembangan FMN saat ini, telah banyak anggota FMN yang sudah berhasil menciptakan lagu yang tidak jarang diputar di Internet, Radio-radio local ataupun dibawakan dalam momentum-momentum aksi massa. Begitu pula kemampuan Anggota dalam membuat puisi, cerpen, membuat tulisan berupa artikel, berita ataupun analisis dan penulisan buku yang semakin berkembang, bahkan tidak sedikit tulisan-tulisan dari anggota yang dimuat dalam media massa. Tidak terkecuali kemampuan anggota dalam membuat karikatur, design dan lain sebagainya. Pengembangan atas skill tersebut tidak hanya karena hoby dari anggota semata, namun karena disadari bahwa hal tersebut sangat bermanfaat bahkan efektif dalam memaksimalkan propaganda ditengah-tengah massa.
Pelayanan Rakyat (Serve the People)
Pelayanan Rakyat adalah salah satu aktifitas politik yang dilakukan dibasis-basis massa, terutama dibasis tani, buruh, kaum miskin perkotaan ataupun dibasis-basis rakyat lainnya untuk melakukan pelayanan sosial seperti Mengajar Anak petani, anak buruh, pengadaan sanggar belajar, ikut bekerja dilahan-lahan petani, melakukan diskusi dan sharing dengan kaum tani ataupun buruh serta berbagai kegiatan lainnya. Kegiatan tersebut oleh FMN dinamakan “Tiga Sama (Sama Tinggal, Sama Kerja, Sama Makan)”, kegiatan seperti demikian tersebut biasa diikuti oleh Anggota FMN di masa liburan kuliah. Adapun Kegiatan serupa yang melibatkan massa mahasiswa secara luas disebut dengan “Students Goes to Village (SGV)”.
Selain kegiatan-kegiatan tersebut Organisasi juga memiliki Unit khusus untuk memberikan pelayanan lansung dan cepat bagi massa baik dikampus ataupun dibasis-basis rakyat disektor lainnya, seperti Penanganan bencana, Pelayanan kesehatan gratis, dll. Kegiatan tersebut selain bertujuan untuk memberikan pelayanan lansung dan cepat bagi massa rakyat, juga dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan kesadaran Anggota dan massa atas kenyataan hidup dan persoalan rakyat yang saat ini semakin dijauhkan dari Mahasiswa melalui sistem pendidikan yang dijalankan oleh Pemerintah. Hal ini adalah sebagai upaya untuk menghindarkan diri dari Eksklusifisme mahasiswa, karena sebagai bagian integral dari rakyat yang persoalannya saling berkaitan, maka kitapun harus menyelami kehidupan mereka sehingga kita dapat memahami secara kongkrit persoalannya dan tidak semakin jauh dari kenyataan sosialnya.
Hubungan Internasional
Memahami bahwa perkembangan situasi dalam negeri (Nasional) tidak akan pernah terlepas dari perkembangan situasi Internasional, demikian pula dengan persoalan rakyat yang mengemuka saat ini juga tidak terlepas dari situasi Internasional tersebut, terutama di negeri jajahan, setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia yang masih terjerat dengan dominasi dan Intervensi Imperialisme. Karenanya membangun jaringan dan persatuan Internasional menjadi bagian penting yang harus dilakukan oleh seluruh kalangan, sehingga terbangun persatuan dan solidaritas perjuangan skala internasional untuk melawan dominasi dan pengaruh Imperialisme yang semakin meluas keberbagai penjuru dunia.
FMN dalam hal tersebut, selain melakukan komunikasi Intensif dengan Organisasi-organisasi Anggota Organisasi yang diikuti FMN seperti ILPS dan ASA, FMN juga terus memperluas jaringan Internasional dengan melakukan komunikasi dan solidaritas Intensif atas berbagai persoalan dan aktifitas yang dilakukan oleh jaringan dikancah Internasional. Selain didatangi atau mendatangkan jaringan Internasional ke Indonesia, FMN juga beberapa kali telah menghadiri beberapa pertemuan Internasional baik sebagai peserta, observer ataupun sebagai pembicara dalam Forum-forum Internasional yang berbicara atas situasi objektif masyarakat Indonesia serta berbagai persoalannya, terutama wujud kongkrit dampak dari dominasi imperialisme disektor Pemuda dan pendidikan serta disektor lainnya.
Bagaimana Bergabung Menjadi Anggota FMN?
Layaknya organisasi pada umumnya, cara bergabung menjadi anggota FMN adalah dengan mengajukan diri untuk bergabung menjadi anggota FMN baik melalui stand-stand penerimaan anggota yang dibuka secara luas ataupun menghubungi pengurus atau anggota FMN secara lansung dan mengajukan diri untuk bergabung, mengisi fomulir anggota, membayar uang pangkal dan meminta Untuk mendapatkan Pendidikan dan Pelayanan serta panduan-panduan organisasi lainnya.
Siapa saja yang bisa bergabung?
Karena FMN adalah Organisasi massa mahasiswa, maka yang dapat menjadi anggota FMN adalah seluruh Mahasiswa baik yang masih semester awal ataupun semester akhir. Batas keanggotaan FMN berlaku sampai dengan Maksimal 2 (Dua) tahun paska Wisuda. Secara spesifik, syarat utama menjadi Anggota FMN adalah: 1. Masih terdaftar menjadi Mahasiswa baik di Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta, 2. Sepakat dengan Konstitusi dan Program perjuangan FMN, 3. Membayar uang pangkal (Relatif) karena uang pangkal akan digunakan untuk pengadaan kartu Anggota dan Cetak Panduan Organisasi. Jadi besaran uang pangkal yang harus dibayar oleh setiap anggota baru disesuaikan dengan biaya cetak KTA dan Panduan Organisasi basis masing-masing.
Pemuda dan Mahasiswa Berjuang bersama Rakyat!
Duduk, diam dan pasrah dengan Ketertindasan adalah se-lemah-lemahnya Iman. Untuk itu, Mari kita Bangkit untuk Hak dan Masa depan kita, Belajar, Berorganisasi dan Berjuang Bersama.
” Gelorakan Perjuangan Massa “
Bangkitkan, organisasikan dan gerakkan massa dalam garis perjuangan Demokratis Nasional. Pemuda Mahasiswa berjuang bersama rakyat melawan penindasan dan penghisapan.
Hidup Pemuda Mahasiwa Indonesia!
Hidup Rakyat Indonesia!
Jayalah perjuangan massa Demokratis Nas
Bangkitkan, organisasikan dan gerakkan massa dalam garis perjuangan Demokratis Nasional. Pemuda Mahasiswa berjuang bersama rakyat melawan penindasan dan penghisapan.
Hidup Pemuda Mahasiwa Indonesia!
Hidup Rakyat Indonesia!
Jayalah perjuangan massa Demokratis Nas
Mars Front Mahasiswa Nasional
By SPOER ( Seni Perlawanan Oleh Rakyat )
Dunia terus bergerak Massa rakyat telah usang zaman yang lama segera berubah Dunia baru segera tiba |
Kitalah mahasiswa
Berjuang segaris massa Tugas sejarah pikul bersama Tuk hari depan yang mulia |
Hidup bersama massa rakyat
Dalam semesta perlawanan Karena saatnya segera tiba Bangkit rebut kedaulatan |
Masyarakat Indonesia ; Setengah Jajahan dan Setengah Feodal
Dan Perjuangan Demokrasi Nasional
I. Pendahuluan
Materi ini akan mengupas persoalan-persoalan yang dihadapi oleh rakyat Indonesia yang lahir dari gerak perkembangan masyarakat Indonesia. Dan untuk memahami sejarah perkembangan masyarakat tidak hanya sebatas berbicara tentang temuan-temuan purbakala, peristiwa-peristiwa penting, tokoh-tokoh sejarah atau literatur-literatur sastra. Lebih dari itu, sejarah perkembangan masyarakat sesungguhnya ditujukan untuk membongkar lebih jauh “apa yang telah mendorong masyarakat untuk bergerak, apa yang melahirkan terjadinya perubahan dalam sejarah perkembangan masyarakat dan upaya-upaya apa yang dilakukan oleh masyarakat dalam tiap perkembangannya untuk melahirkan perubahan”.
Apa yang perlu saja diungkap dalam membongkar sejarah masyarakat ini, dikenal juga dengan “Praktek Sosial” yang meliputi “praktek produksi, perjuangan klas dan percobaan atau eksperimentasi ilmiah”. Selain itu, untuk benar-benar memahami arti sejarah perkembangan masyarakat, perlu juga mengetahui tentang dasar-dasar dalam memahami bergerak dan berkembangnya masyarakat hingga melahirkan perubahan-perubahan sosial dalam tiap perkembangannya. Untuk itu, penting mengetahui hukum tentang “Kesadaran Sosial ditentukan Keadaaan Sosial, Hukum Umum Perkembangan Masyarakat, basis struktur dan bangunan atas, negara dan perubahan sosial serta peran pimpinan dan massa dalam perubahan”.
Mempelajari hal-hal di atas akan memberikan pemaham yang objektif dan komperehensif bagi kita akan sejarah perkembangan masyarakat. Dengan memahami sejarah perkembangan masyarakat secara objektif dan komperhensif, akan sangat membantu kita dalam mengenali keadaan konkret yang kini di alami, memahami akar yang melahirkan persoalan-persoalan rakyat. Dengan demikian dapat menjadi landasan bagi kita untuk melakukan perjuangan untuk perubahan sosial dan bagaimana cara-cara yang harus ditempuh dalam merubah keadaan lama yang usang menjadi keadaan baru dengan masa depan yang gilang gemilang.
Perlu juga ditekankan disini, mempelajari sejarah perkembangan masyarakat bukan untuk menambah kekayaan intelektual ala borjuasi kecil umum lainnya yang seirng dijumpai di bangku-bangku kuliah atau kajian diskusi. Mempelajari hal ini, berarti untuk mengetahui segala sesuatu yang telah melahirkan perkembangan masyarakat hingga dewasa ini, menarik pelajaran-pelajaran penting dari itu semua, dan langkah apa yang harus kita lakukan setelah memahami itu semua.
Ada ungkapan “sejarah masyarakat tidak pernah terlepas dari perjuangan klas[i]” dan “perubahan sosial adalah karya berjuta-juta massa rakyat di seluruh penjuru negeri”. Ungkapan ini jelas memberikan penegasan, kenapa kita perlu mengungkap dengan terang seterang-terangnya, bahwa sejarah tidak pernah terlepas dari pertentangan klas di dalam masyarakat. Itu menegaskan, sejarah umum yang sering dipelajari di bangku-bangku kuliah atau sekolah, juga tidak terlepas dari kepentingan klas yang kini mendominasi dalam masyarakat.
Itulah sedikit pengantar singkat untuk memulai pembahasan tentang sejarah perkembangan masyarakat. Hal ini setidaknya memberikan kerangka berpikir (frame work) kita dalam memandang sejarah dan perkembangan masyarakat. Semoga materi yang akan disajikan ini, turut membantu kita semua untuk lebih bisa meningkatkan pemahaman dan mendorong kita lebih maju dalam praktek perjuangan massa.
[i] perjuangan kelas adalah perjuangan yang dilakukan oleh kelas-kelas sosial yang terbentuk dari hubungan produksi dengan wujud penguasaan alat produksi, partisipasi produksi dan pembagian serta pengaruh dari hasil produksi yang tidak seimbang. tujuan perjuangan kelas didasarkan atas penciptaan keadilan bagi kepentingan dan penghapusan penindasan akibat dari perbedaan dan ketimpangan dalam hubungan produksi. Antonina Yermakova dan Valentine Ratnikov. 2002. Kelas dan Perjuangan Kelas. Sumbu Yogyakarta:Yogyakarta.
Apa yang perlu saja diungkap dalam membongkar sejarah masyarakat ini, dikenal juga dengan “Praktek Sosial” yang meliputi “praktek produksi, perjuangan klas dan percobaan atau eksperimentasi ilmiah”. Selain itu, untuk benar-benar memahami arti sejarah perkembangan masyarakat, perlu juga mengetahui tentang dasar-dasar dalam memahami bergerak dan berkembangnya masyarakat hingga melahirkan perubahan-perubahan sosial dalam tiap perkembangannya. Untuk itu, penting mengetahui hukum tentang “Kesadaran Sosial ditentukan Keadaaan Sosial, Hukum Umum Perkembangan Masyarakat, basis struktur dan bangunan atas, negara dan perubahan sosial serta peran pimpinan dan massa dalam perubahan”.
Mempelajari hal-hal di atas akan memberikan pemaham yang objektif dan komperehensif bagi kita akan sejarah perkembangan masyarakat. Dengan memahami sejarah perkembangan masyarakat secara objektif dan komperhensif, akan sangat membantu kita dalam mengenali keadaan konkret yang kini di alami, memahami akar yang melahirkan persoalan-persoalan rakyat. Dengan demikian dapat menjadi landasan bagi kita untuk melakukan perjuangan untuk perubahan sosial dan bagaimana cara-cara yang harus ditempuh dalam merubah keadaan lama yang usang menjadi keadaan baru dengan masa depan yang gilang gemilang.
Perlu juga ditekankan disini, mempelajari sejarah perkembangan masyarakat bukan untuk menambah kekayaan intelektual ala borjuasi kecil umum lainnya yang seirng dijumpai di bangku-bangku kuliah atau kajian diskusi. Mempelajari hal ini, berarti untuk mengetahui segala sesuatu yang telah melahirkan perkembangan masyarakat hingga dewasa ini, menarik pelajaran-pelajaran penting dari itu semua, dan langkah apa yang harus kita lakukan setelah memahami itu semua.
Ada ungkapan “sejarah masyarakat tidak pernah terlepas dari perjuangan klas[i]” dan “perubahan sosial adalah karya berjuta-juta massa rakyat di seluruh penjuru negeri”. Ungkapan ini jelas memberikan penegasan, kenapa kita perlu mengungkap dengan terang seterang-terangnya, bahwa sejarah tidak pernah terlepas dari pertentangan klas di dalam masyarakat. Itu menegaskan, sejarah umum yang sering dipelajari di bangku-bangku kuliah atau sekolah, juga tidak terlepas dari kepentingan klas yang kini mendominasi dalam masyarakat.
Itulah sedikit pengantar singkat untuk memulai pembahasan tentang sejarah perkembangan masyarakat. Hal ini setidaknya memberikan kerangka berpikir (frame work) kita dalam memandang sejarah dan perkembangan masyarakat. Semoga materi yang akan disajikan ini, turut membantu kita semua untuk lebih bisa meningkatkan pemahaman dan mendorong kita lebih maju dalam praktek perjuangan massa.
[i] perjuangan kelas adalah perjuangan yang dilakukan oleh kelas-kelas sosial yang terbentuk dari hubungan produksi dengan wujud penguasaan alat produksi, partisipasi produksi dan pembagian serta pengaruh dari hasil produksi yang tidak seimbang. tujuan perjuangan kelas didasarkan atas penciptaan keadilan bagi kepentingan dan penghapusan penindasan akibat dari perbedaan dan ketimpangan dalam hubungan produksi. Antonina Yermakova dan Valentine Ratnikov. 2002. Kelas dan Perjuangan Kelas. Sumbu Yogyakarta:Yogyakarta.
II. Keadaan Umum Indonesia
A. Keadaan Alam dan Masyarakat Indonesia
1. Keadaan Alam
Indonesia merupakan negeri kepulauan yang sangat besar dan istimewa dalam kedudukan strategis percaturan ekonomi, politik, dan budaya dunia. Terdapat puluhan ribu (17.508) pulau dengan lima buah pulau besar: Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi dan Papua. Kepulauan Indonesia didominasi oleh perairan dengan garis pantai termasuk terpanjang di dunia. Terletak pada 6º Lintang Utara 11º Lintang Selatan dan 95º Bujur Timur, 145º Bujur Timur, menjadikan Indonesia memiliki dua musim, kemarau dan penghujan. Demikian pula, Indonesia diapit oleh dua buah samudera besar yaitu Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, yang sangat menguntungkan dan strategis untuk jalur perdagangan dunia karena menghubungkan dua buah benua secara langsung, Asia dan Australia. Kontur daratan umumnya terdiri dari pegunungan dan gunung berapi sebagai sumber vulkanis yang subur, lembah-lembah dan puluhan sungai besar dengan ribuan anak sungainya, serta areal persawahan yang luas. Kesemuanya sangat cocok untuk pertanian, perkebunan dan sumber kekayaan hutan tropis yang tiada duanya. Di beberapa kawasan di Indonesia bagian Timur kita masih bisa menjumpai sabana-sabana yang luas yang sangat ideal untuk peternakan dan kegiatan pertanian yang lain. Hutan tropis di Indonesia menjadi paru-paru dunia dengan keanekaragaman hayati dan plasmanutfah terlengkap di dunia. Keadaan ini sangat penting peranannya dalam mempertahankan iklim global dan keseimbangan ekosistem. Demikian juga baik di daratan maupun perairan dan lepas pantai Indonesia terkandung jutaan metrik ton bahan mineral, batu bara, gas alam, tembaga, emas, minyak bumi, biji nikel, timah, biji besi dan gas alam yang menjadi sumber energi utama industri modern yang menggerakkan peradaban umat manusia di dunia ini.
2. Keadaan masyarakat
Dewasa ini jumlah penduduk Indonesia kurang lebih 224.784.210 orang, pertumbuhan penduduk 1,63% per tahun. Dengan kepadatan terbesar ada di Jawa, yaitu: 106 orang/km2, di Sumatera 80 orang/km2, dan Kalimantan 26 orang/km2, berdasarkan sensus penduduk 2001. Dengan komposisi penduduk laki-laki sebesar 112.235.364 jiwa sedangkan perempuannya sebesar 112.548.846 jiwa (Update kembali). Indonesia terdiri dari berbagai sukubangsa, yang memiliki adat istiadat dan bahasa sendiri.
Dari sekian sukubangsa tersebut, Jawa adalah sukubangsa yang dominan dan penyebarannya sangat luas di berbagai pulau yaitu mencapai sekitar 45%, terutama secara historis sebagai dampak politik kolonialisme dan imperialisme pada Abad Ke-19 sampai awal Abad Ke-20. Pada hakekatnya semua sukubangsa tersebut memiliki bahasa mereka sendiri dalam pergaulan sehari-hari.
Dalam skala nasional mereka menggunakan bahasa Indonesia secara luas, kecuali di beberapa daerah pedalaman, sebagai kata pengantar dalam pergaulan antar sukubangsa. Demikian pula dalam dunia pendidikan dan acara-acara resmi nasional bahasa Indonesia telah diterima sebagai bahasa pengantar. Populasi penduduk dan sumber daya agraria yang melimpah, sudah seharusnya dijadikan modal untuk kesejahteraan massa rakyat.
Dari keadaan alam yang kaya akan berbagai sumber daya alam tersebut serta populasi penduduk yang sangat besar, seharusnya menjadi syarat pokok kemajuan bangsa yang menempatkan kehidupan rakyat Indonesia dalam kesejahteraan. Akan tetapi kondisi ini berbeda dengan kenyataan sebenarnya, rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Lalu, apakah yang menyebabkan rakyat Indonesia hidup dalam penindasan dan penghisapan? Hal inilah yang akan kita kupas dalam materi ini.
Dari sekian sukubangsa tersebut, Jawa adalah sukubangsa yang dominan dan penyebarannya sangat luas di berbagai pulau yaitu mencapai sekitar 45%, terutama secara historis sebagai dampak politik kolonialisme dan imperialisme pada Abad Ke-19 sampai awal Abad Ke-20. Pada hakekatnya semua sukubangsa tersebut memiliki bahasa mereka sendiri dalam pergaulan sehari-hari.
Dalam skala nasional mereka menggunakan bahasa Indonesia secara luas, kecuali di beberapa daerah pedalaman, sebagai kata pengantar dalam pergaulan antar sukubangsa. Demikian pula dalam dunia pendidikan dan acara-acara resmi nasional bahasa Indonesia telah diterima sebagai bahasa pengantar. Populasi penduduk dan sumber daya agraria yang melimpah, sudah seharusnya dijadikan modal untuk kesejahteraan massa rakyat.
Dari keadaan alam yang kaya akan berbagai sumber daya alam tersebut serta populasi penduduk yang sangat besar, seharusnya menjadi syarat pokok kemajuan bangsa yang menempatkan kehidupan rakyat Indonesia dalam kesejahteraan. Akan tetapi kondisi ini berbeda dengan kenyataan sebenarnya, rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan dan kesengsaraan. Lalu, apakah yang menyebabkan rakyat Indonesia hidup dalam penindasan dan penghisapan? Hal inilah yang akan kita kupas dalam materi ini.
B. Tentang Hukum Umum Perkembagan Masyarakat
Hal yang paling mendasar dalam kehidupan manusia adalah bagaimana mempertahankan hidupnya. Dalam mempertahankan hidupnya, manusia membutuhkan makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal. Oleh karena itu, manusia dituntut untuk bekerja atau berproduksi. Dalam bekerja atau berproduksi, manusia memerlukan alat kerja dan sasaran kerja serta tenaga kerja itu sendiri. Pacul, mesin, komputer dan sebagainya, termasuk dalam alat kerja. Sementara yang termasuk dalam sasaran kerja, misalnya; tanah, bahan mentah dan sebagainya. Alat dan sasaran kerja inilah yang disebut dengan alat produksi. Tenaga kerja di sini adalah tenaga manusia itu sendiri. Hubungan antara tenaga kerja dengan alat produksi, akan melahirkan tenaga produktif (force of production), tenaga yang mampu memproduksi dan mampu melakukan perubahan sosial.
Dalam berproduksi, manusia juga memerlukan hubungan dengan yang lain guna kelancaran produksi. Hubungan ini yang disebut dengan hubungan produksi (relationship of production). Pertautan antara tenaga produktif dan hubungan produksi inilah yang disebut dengan corak produksi. Corak produksi inilah yang menentukan sistem ekonomi masyarakat yang menjadi basis atau dasar kehidupan masyarakat.
Suatu corak produksi dikatakan sebagai corak produksi kolektif atau penghisapan, dinilai dari; “kepemilikan atas alat produksi”, “orientasi dalam berproduksi”, “partispasi dalam produksi” dan “pembagian hasil dari produksi”. Dari ketiga hal tersebut, kepemilikan atas alat produksi lah yang memiliki kedudukan menentukan. Watak seseorang ditentukan dari hubungan dia dengan alat produksi. Misalnya seorang tuan tanah yang karena memiliki tanah luas, ia tidak terlibat dalam produksi dan mengambil keuntungan besar atas penguasaannya terhadap tanah dan kehidupan sosial ekonominya bergantung pada penguasaan tanah dan serta hasil dari tanah yang dikuasinya. Seorang majikan pabrik atau perusahaan yang karena memiliki modal, tidak terlibat dalam produksi dan mengambil keuntungan lebih karena kepemilikannya atas modal. Dengan demikian, mereka memiliki watak sebagai penindas dan penghisap. Sementara buruh yang tidak memiliki apa-apa, sebatas menggadaikan tenaganya, terlibat aktif dalam kerja produksi dan berhubungan dengan alat produksi yang hanya mampu di kerjakan secara kolektif, maka akan melahirkan wataknya yang kolektif, disiplin, dan solidaritas yang tinggi. Demikian halnya dengan skill seseorang ditentukan dari hubungan dengan alat produksi. Misalnya buruh yang berhubungan dengan alat produksi dengan teknologi yang canggih, lebih memiliki skill yang tinggi dari pada kaum tani yang berhubungan dengan alat produksi yang masih sederhana.
Lalu, bagaimana corak produksi dapat menentukan gerak dari perkembangan masyarakat. Dalam hubungan produksi, kedudukan alat produksi dengan tenaga kerja atau manusia, bersifat menentukan. Kemajuan dari tenaga kerja akan mendorong kemajuan dari tenaga produktif, dan tenaga kerja akan memimpin perkembangan alat produksi. Ketika suatu corak produksi tidak sesuai dengan perkembangan tenaga produktifnya, maka corak produksi tersebut akan digantikan dengan corak produksi yang baru. Perubahan corak produksi yang lama menuju corak produksi yang baru akan menentukan perubahan sistem sosial dalam masyarakat.
Dalam hukum umum perkembangan masyarakat ini, akan dibahas 4 (empat) corak produksi yang pernah ada dalam sejarah perkembangan masyarakat di dunia. Tentu sejarah perkembangan masyarakat dalam pembahasan kali ini, bukan merupakan sejarah perkembangan masyarakat di Indonesia, melainkan sebatas hukum umum perkembangan masyarakat yang akan menjadi landasan teori kita untuk mengupas seperti apa sejarah perkembangan masyarakat di Indonesia. Mari kita bahas satu per satu.
Dalam berproduksi, manusia juga memerlukan hubungan dengan yang lain guna kelancaran produksi. Hubungan ini yang disebut dengan hubungan produksi (relationship of production). Pertautan antara tenaga produktif dan hubungan produksi inilah yang disebut dengan corak produksi. Corak produksi inilah yang menentukan sistem ekonomi masyarakat yang menjadi basis atau dasar kehidupan masyarakat.
Suatu corak produksi dikatakan sebagai corak produksi kolektif atau penghisapan, dinilai dari; “kepemilikan atas alat produksi”, “orientasi dalam berproduksi”, “partispasi dalam produksi” dan “pembagian hasil dari produksi”. Dari ketiga hal tersebut, kepemilikan atas alat produksi lah yang memiliki kedudukan menentukan. Watak seseorang ditentukan dari hubungan dia dengan alat produksi. Misalnya seorang tuan tanah yang karena memiliki tanah luas, ia tidak terlibat dalam produksi dan mengambil keuntungan besar atas penguasaannya terhadap tanah dan kehidupan sosial ekonominya bergantung pada penguasaan tanah dan serta hasil dari tanah yang dikuasinya. Seorang majikan pabrik atau perusahaan yang karena memiliki modal, tidak terlibat dalam produksi dan mengambil keuntungan lebih karena kepemilikannya atas modal. Dengan demikian, mereka memiliki watak sebagai penindas dan penghisap. Sementara buruh yang tidak memiliki apa-apa, sebatas menggadaikan tenaganya, terlibat aktif dalam kerja produksi dan berhubungan dengan alat produksi yang hanya mampu di kerjakan secara kolektif, maka akan melahirkan wataknya yang kolektif, disiplin, dan solidaritas yang tinggi. Demikian halnya dengan skill seseorang ditentukan dari hubungan dengan alat produksi. Misalnya buruh yang berhubungan dengan alat produksi dengan teknologi yang canggih, lebih memiliki skill yang tinggi dari pada kaum tani yang berhubungan dengan alat produksi yang masih sederhana.
Lalu, bagaimana corak produksi dapat menentukan gerak dari perkembangan masyarakat. Dalam hubungan produksi, kedudukan alat produksi dengan tenaga kerja atau manusia, bersifat menentukan. Kemajuan dari tenaga kerja akan mendorong kemajuan dari tenaga produktif, dan tenaga kerja akan memimpin perkembangan alat produksi. Ketika suatu corak produksi tidak sesuai dengan perkembangan tenaga produktifnya, maka corak produksi tersebut akan digantikan dengan corak produksi yang baru. Perubahan corak produksi yang lama menuju corak produksi yang baru akan menentukan perubahan sistem sosial dalam masyarakat.
Dalam hukum umum perkembangan masyarakat ini, akan dibahas 4 (empat) corak produksi yang pernah ada dalam sejarah perkembangan masyarakat di dunia. Tentu sejarah perkembangan masyarakat dalam pembahasan kali ini, bukan merupakan sejarah perkembangan masyarakat di Indonesia, melainkan sebatas hukum umum perkembangan masyarakat yang akan menjadi landasan teori kita untuk mengupas seperti apa sejarah perkembangan masyarakat di Indonesia. Mari kita bahas satu per satu.
Bagan I
Proses Kehidupan Masyarakat
Proses Kehidupan Masyarakat
1. Masa Komune Primitif
Dalam pelajaran-pelajaran sejarah, dijelaskan bahwa fase kehidupan manusia diawali dengan lahirnya zaman batu yang lahir ratusan juta tahun yang lalu. Fase ini ditandai dengan ciri-ciri kehidupan manusia secara berkelompok yang berpindah-pindah dari tempat yang satu ke tempat yang lain dengan mendiami gua-gua, serta pemenuhan kebutuhan hidup yang dilakukan dengan cara berburu dan meramu makanan, pada saat itu manusia sangat tergantung pada alam. Fase inilah yang dikenal sebagai fase komune primitif.
Dikatakan sebagai fase komune primitif karena pemenuhan kebutuhan hidup dilakukan dan dinikmati secara bersama-sama oleh anggota komune dengan alat produksi yang sangat primitif, yakni penggunaan batu dan tulang sebagai alat kerja dan alam tempat berburu sebagai sasaran kerjanya. Lalu bagaimana fase komune primitif ini bisa lahir?
Fase komune primitif lahir dari perkembangan alat produksi yang masih sangat primitif. Penggunaan batu dan tulang sebagai alat produksi, yang hanya memungkinkan manusia untuk berburu dan meramu makanan (food gathering) dan hanya dapat dikerjakan secara kolektif. Hal ini melahirkan cara pandang masyarakat komune yang sangat bergantung terhadap alam, bagaimana alam mampu menyediakan kebutuhan hidup bagi suatu komune. Itu sebabnya, ketika alam sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup suatu komune, maka komune tersebut akan pindah untuk mencari tempat lain yang masih cukup memenuhi kebutuhan hidup komune tersebut. Menghadapi alam yang ganas, yang masih dipenuhi dengan hewan-hewan buas, mengharuskan mereka untuk hidup secara berkelompok dan mendiami gua-gua. Sehingga sering kita mendapatkan dalam temuan-temuan arkeolog, sisa-sisa peninggalan sejarah dari kehidupan masa lampau.
Pekerjaan berburu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki, sementara kaum perempuan bertugas untuk meramu makanan dan selanjutnya dibagikan untuk dinikmati secara bersama-sama oleh anggota komune. Selain itu, kaum perempuan lah yang pertama kali menemukan dan mengembangkan system bertani atau bercocok tanam. Inilah sebabnya, dalam pelajaran-pelajaran sejarah dijelaskan bahwa garis matrilineal atau garis ibu lah yang lahir pertama kali. Hal ini menjelaskan bahwa kaum perempuan pernah menempati kedudukan penting dalam hubungan produksi.
Pada awalnya sistem bercocok tanam hanya sebatas pelengkap untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan komune yang didapatkan melalui kerja berburu. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kebutuhan komune yang terus meningkat, sementara alam semakin terbatas dalam memenuhi kebutuhan komune, serta sistem bercocok tanam yang terus berkembang pesat dan mulai mencukupi pemenuhan kebutuhan hidup komune, maka sistem berburu mulai ditinggalkan dan diganti dengan sistem bercocok tanam. Saat itulah kaum pria mulai mengambil alih sistem bercocok tanam dan mendominasi dalam hubungan produksi. Hal inilah yang kemudian melahirkan garis patrialkal dalam masyarakat yang kemudian menempatkan kaum perempuan pada urusan-urusan domestik, seperti mengurusi anak dan sebagainya.
Berkembangnya cocok tanam merubah praktek produksi masyarakat. Masing-masing komune memiliki jenis cocok tanam atau usaha produksi sendiri. Di pedalaman, bersandar pada hasil cocok tanam daratan, sementara di pesisir pada hasil-hasil laut dan pernak-pernik seperti kerang. Terus meningkatkan populasi komune mengakibatkan peningkatan kebutuhan komune. Hal ini kemudian mendorong lahirnya hubungan barter atau pertukaran barang antara komune yang satu dengan komune yang lain.
Untuk melaksanakan hubungan barter tersebut, masing-masing komune menunjuk orang yang bertugas untuk melakukan hubungan barter antara komune yang satu dengan komune yang lain. Orang yang melakukan barter tersebut, tidak terlibat secara langsung dalam kerja produksi, melainkan hidup dari pengumpulan hasil produksi komune dan hasil barter. Inilah yang kemudian melahirkan praktek penumpukan atau akumulasi pada segelintir orang. Penumpukkan atau akumulasi yang dilakukan tersebut melahirkan syarat bagi petugas barter untuk mengangkat pengikut yang kemudian menjadi pengawal dan sebagai kekuatan militernya untuk terus melakukan praktek akumulasi. Dengan demikian juga memiliki syarat untuk memimpin suatu komune. Inilah yang kemudian dikenal sebagai kepala suku.
Berkembangnya temuan seperti api dan logam di masa komune primitif, telah mengembangkan kemampuan masyarakat ketika itu untuk melahirkan tombak dan sejenisnya serta juga uang. Peran kepala suku kemudian beralih menjadi penumpuk kekayaan dan memaksa anggota komune untuk menyerahkan miliknya kepada kepala suku. Jika tidak kepala suku akan menindas melalui aparat bersenjatanya, sementara di lain sisi persaingan antar kelompok/komune terus terjadi yang kemudian melahirkan peperangan.
Kebutuhan akan produksi yang meninggi, juga memaksa terjadinya persaingan antar komune yang satu dengan lainnya yang kemudian menyebabkan perang penaklukan serta perebutan wilayah kekuasaan antar komune. Komune atau suku yang kalah perang kemudian ditawan dan dipaksa menjadi budak untuk menghasilkan produksi bagi suku yang menang. Daerah komune yang kalah kemudian dikuasai oleh komune yang menang. Dengan demikian hubungan corak produksi komune primitif hancur dan digantikan oleh corak produksi baru yaitu sebuah kehidupan dalam masyarakat yang didasarkan atas hubungan penindasan klas yang satu terhadap klas yang lain, dalam hal ini antara pemilik budak dan tuan budak. Ini disebut dengan masa kepemilikan budak.
Dikatakan sebagai fase komune primitif karena pemenuhan kebutuhan hidup dilakukan dan dinikmati secara bersama-sama oleh anggota komune dengan alat produksi yang sangat primitif, yakni penggunaan batu dan tulang sebagai alat kerja dan alam tempat berburu sebagai sasaran kerjanya. Lalu bagaimana fase komune primitif ini bisa lahir?
Fase komune primitif lahir dari perkembangan alat produksi yang masih sangat primitif. Penggunaan batu dan tulang sebagai alat produksi, yang hanya memungkinkan manusia untuk berburu dan meramu makanan (food gathering) dan hanya dapat dikerjakan secara kolektif. Hal ini melahirkan cara pandang masyarakat komune yang sangat bergantung terhadap alam, bagaimana alam mampu menyediakan kebutuhan hidup bagi suatu komune. Itu sebabnya, ketika alam sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan hidup suatu komune, maka komune tersebut akan pindah untuk mencari tempat lain yang masih cukup memenuhi kebutuhan hidup komune tersebut. Menghadapi alam yang ganas, yang masih dipenuhi dengan hewan-hewan buas, mengharuskan mereka untuk hidup secara berkelompok dan mendiami gua-gua. Sehingga sering kita mendapatkan dalam temuan-temuan arkeolog, sisa-sisa peninggalan sejarah dari kehidupan masa lampau.
Pekerjaan berburu biasanya dilakukan oleh kaum laki-laki, sementara kaum perempuan bertugas untuk meramu makanan dan selanjutnya dibagikan untuk dinikmati secara bersama-sama oleh anggota komune. Selain itu, kaum perempuan lah yang pertama kali menemukan dan mengembangkan system bertani atau bercocok tanam. Inilah sebabnya, dalam pelajaran-pelajaran sejarah dijelaskan bahwa garis matrilineal atau garis ibu lah yang lahir pertama kali. Hal ini menjelaskan bahwa kaum perempuan pernah menempati kedudukan penting dalam hubungan produksi.
Pada awalnya sistem bercocok tanam hanya sebatas pelengkap untuk menutupi kekurangan terhadap kebutuhan komune yang didapatkan melalui kerja berburu. Akan tetapi seiring dengan perkembangan kebutuhan komune yang terus meningkat, sementara alam semakin terbatas dalam memenuhi kebutuhan komune, serta sistem bercocok tanam yang terus berkembang pesat dan mulai mencukupi pemenuhan kebutuhan hidup komune, maka sistem berburu mulai ditinggalkan dan diganti dengan sistem bercocok tanam. Saat itulah kaum pria mulai mengambil alih sistem bercocok tanam dan mendominasi dalam hubungan produksi. Hal inilah yang kemudian melahirkan garis patrialkal dalam masyarakat yang kemudian menempatkan kaum perempuan pada urusan-urusan domestik, seperti mengurusi anak dan sebagainya.
Berkembangnya cocok tanam merubah praktek produksi masyarakat. Masing-masing komune memiliki jenis cocok tanam atau usaha produksi sendiri. Di pedalaman, bersandar pada hasil cocok tanam daratan, sementara di pesisir pada hasil-hasil laut dan pernak-pernik seperti kerang. Terus meningkatkan populasi komune mengakibatkan peningkatan kebutuhan komune. Hal ini kemudian mendorong lahirnya hubungan barter atau pertukaran barang antara komune yang satu dengan komune yang lain.
Untuk melaksanakan hubungan barter tersebut, masing-masing komune menunjuk orang yang bertugas untuk melakukan hubungan barter antara komune yang satu dengan komune yang lain. Orang yang melakukan barter tersebut, tidak terlibat secara langsung dalam kerja produksi, melainkan hidup dari pengumpulan hasil produksi komune dan hasil barter. Inilah yang kemudian melahirkan praktek penumpukan atau akumulasi pada segelintir orang. Penumpukkan atau akumulasi yang dilakukan tersebut melahirkan syarat bagi petugas barter untuk mengangkat pengikut yang kemudian menjadi pengawal dan sebagai kekuatan militernya untuk terus melakukan praktek akumulasi. Dengan demikian juga memiliki syarat untuk memimpin suatu komune. Inilah yang kemudian dikenal sebagai kepala suku.
Berkembangnya temuan seperti api dan logam di masa komune primitif, telah mengembangkan kemampuan masyarakat ketika itu untuk melahirkan tombak dan sejenisnya serta juga uang. Peran kepala suku kemudian beralih menjadi penumpuk kekayaan dan memaksa anggota komune untuk menyerahkan miliknya kepada kepala suku. Jika tidak kepala suku akan menindas melalui aparat bersenjatanya, sementara di lain sisi persaingan antar kelompok/komune terus terjadi yang kemudian melahirkan peperangan.
Kebutuhan akan produksi yang meninggi, juga memaksa terjadinya persaingan antar komune yang satu dengan lainnya yang kemudian menyebabkan perang penaklukan serta perebutan wilayah kekuasaan antar komune. Komune atau suku yang kalah perang kemudian ditawan dan dipaksa menjadi budak untuk menghasilkan produksi bagi suku yang menang. Daerah komune yang kalah kemudian dikuasai oleh komune yang menang. Dengan demikian hubungan corak produksi komune primitif hancur dan digantikan oleh corak produksi baru yaitu sebuah kehidupan dalam masyarakat yang didasarkan atas hubungan penindasan klas yang satu terhadap klas yang lain, dalam hal ini antara pemilik budak dan tuan budak. Ini disebut dengan masa kepemilikan budak.
2. Masa Kepemilikan Budak
Masyarakat kepemilikan budak adalah tingkat perkembangan dari masa komune primitif. Syarat-syarat kelahiran masyarakat perbudakan telah ada dalam perkembangan masyarakat komune primitif. Dalam masa ini, tuan budak adalah segala-segalanya, sementara budak merupakan alat produksi bagi tuan budak, kekayaan tuan budak dilihat dari jumlah budak yang dimilikinya. Tuan budak tidak terlibat dalam kerja produksi dan memperlakukan budak sebagai alat untuk mengerjakan apapun yang dikehendaki sang tuan budak. Mulai dari garap tanah, membangun benteng, hingga melayani nafsu birahi bejat sang tuan budak. Sang tuan budak berhak melakukan apapun terhadap budak, karena hidup matinya tergantung dari sang tuan budak. Hasil produksi sepenuhnya dinikmati oleh tuan budak.
Pada masa kepemilikan budak, terjadi perkembangan budaya yang pesat. Hal ini karena tuan budak bisa meluangkan waktu lebih untuk menuangkan ide-idenya, sementara si budak dipaksa untuk menjalankan keinginan sang tuan budak. Borobudur, piramida, colleseum dan lain-lain adalah hasil kebudayaan yang lahir di zaman kepemilikan budak. Secara umum, zaman kepemilikan budak ini dapat dilihat dalam masa Mesir kuno, Persia, Romawi, India dan Cina.
Dalam fase perbudakan ini juga sudah dimulai transaksi perdagangan atau dikenal dengan merkantilis. Walaupun, masih bersifat barter tapi ada juga yang sudah menggunakan alat tukar (belum dalam bentuk uang kertas atau logam). Berarti pandangan bahwa kapitalisme identik dengan perdagangan tidaklah tepat sepenuhnya karena fase perbudakan hingga fase selanjutnya pasti melakukan perdagangan. Ini dikarenakan kelompok atau wilayah satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan hasil bumi yang dihasilkan oleh tenaga kerja baik dalam bentuk budak, tani hamba maupun buruh. Dengan adanya perbedaan hasil produksi ini akan mendorong adanya perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidup suatu masyarakat dan kebutuhan para tuan budak. Dan perdagangan yang dilakukan pada fase perbudakan dikenal sebagai merkantilis kuno, karena belum ada alat tukar yang baku dan hanya berdasarkan sistem barter.
Untuk mempertahankan penghisapannya terhadap budak, tuan budak membangun struktur politiknya. Bagi budak yang ingin melawan, akan berhadapan dengan algojo-algojonya tuan budak. Penindasan luar biasa yang dihadapi kaum budak, membuat kaum budak tidak tahan lagi dan melakukan pemberontakkan. Di Romawi misalnya, terjadi pemberontakan budak yang terkenal yaitu Spartacus. Meledaknya pemberontakan kaum budak dimana-mana, membuat tuan budak berpikir dua kali untuk tetap mempertahankan hubungan kepemilikan budak yang kemudian membebaskan budak secara relatif. Budak-budak yang telah dilepaskan harus bergantung pada sistem bagi hasil yang didapatkan dari menggarap tanah yang dikuasai oleh si tuan budak yang kemudian menjadi tuan tanah dan budak berubah menjadi tani hamba. Dengan demikian terjadi perubahan hubungan produksi baru dalam masyarakat, yaitu hubungan produksi antara tuan tanah dengan tani hamba. Inilah yang menandai lahirnya corak produksi feodalisme dalam masyarakat.
Pada masa kepemilikan budak, terjadi perkembangan budaya yang pesat. Hal ini karena tuan budak bisa meluangkan waktu lebih untuk menuangkan ide-idenya, sementara si budak dipaksa untuk menjalankan keinginan sang tuan budak. Borobudur, piramida, colleseum dan lain-lain adalah hasil kebudayaan yang lahir di zaman kepemilikan budak. Secara umum, zaman kepemilikan budak ini dapat dilihat dalam masa Mesir kuno, Persia, Romawi, India dan Cina.
Dalam fase perbudakan ini juga sudah dimulai transaksi perdagangan atau dikenal dengan merkantilis. Walaupun, masih bersifat barter tapi ada juga yang sudah menggunakan alat tukar (belum dalam bentuk uang kertas atau logam). Berarti pandangan bahwa kapitalisme identik dengan perdagangan tidaklah tepat sepenuhnya karena fase perbudakan hingga fase selanjutnya pasti melakukan perdagangan. Ini dikarenakan kelompok atau wilayah satu dengan yang lainnya memiliki perbedaan hasil bumi yang dihasilkan oleh tenaga kerja baik dalam bentuk budak, tani hamba maupun buruh. Dengan adanya perbedaan hasil produksi ini akan mendorong adanya perdagangan untuk memenuhi kebutuhan hidup suatu masyarakat dan kebutuhan para tuan budak. Dan perdagangan yang dilakukan pada fase perbudakan dikenal sebagai merkantilis kuno, karena belum ada alat tukar yang baku dan hanya berdasarkan sistem barter.
Untuk mempertahankan penghisapannya terhadap budak, tuan budak membangun struktur politiknya. Bagi budak yang ingin melawan, akan berhadapan dengan algojo-algojonya tuan budak. Penindasan luar biasa yang dihadapi kaum budak, membuat kaum budak tidak tahan lagi dan melakukan pemberontakkan. Di Romawi misalnya, terjadi pemberontakan budak yang terkenal yaitu Spartacus. Meledaknya pemberontakan kaum budak dimana-mana, membuat tuan budak berpikir dua kali untuk tetap mempertahankan hubungan kepemilikan budak yang kemudian membebaskan budak secara relatif. Budak-budak yang telah dilepaskan harus bergantung pada sistem bagi hasil yang didapatkan dari menggarap tanah yang dikuasai oleh si tuan budak yang kemudian menjadi tuan tanah dan budak berubah menjadi tani hamba. Dengan demikian terjadi perubahan hubungan produksi baru dalam masyarakat, yaitu hubungan produksi antara tuan tanah dengan tani hamba. Inilah yang menandai lahirnya corak produksi feodalisme dalam masyarakat.
3. Masa Feodalisme
Setelah masa kepemilikan budak, perkembangan masyarakat selanjutnya memasuki masa feodalisme. Feodalisme adalah sebuah corak produksi yang berdasarkan hubungan produksi penindasan dan penghisapan antara tuan tanah dengan tani hamba. Si tuan tanah menguasai sepenuhnya tanah yang digarap kaum tani dan kaum tani memiliki kewajiban kerja di lahan milik tuan tanah dan kewajiban menyerahkan sebagian hasil produksinya kepada tuan tanah sebagai wujud dari kepatuhan terhadap tuan tanah dalam.
Penyerahan hasil garapan dari tani hamba ini biasanya dalam bentuk upeti dan atau pajak. Jika tidak, maka kaum tani akan diberi hukuman baik fisik ataupun dalam kewajiban lain seperti beban kerja dan wajib serah yang lebih banyak kepada tuan tanah.
Dengan demikian, kaum tani tak ubahnya hamba bagi si tuan tanah. Tuan-tuan tanah ini juga menguasai kedudukan politik mulai dari kerajaan pusat hingga ke pedesaan, Dalam menjaga kekuasaannya, kerajaan pusat memberikan kewenangan kepada bangsawan kerajaan di daerah tertentu untuk berkuasa. Kerajaan Inggris Raya misalnya, memiliki berbagai perwakilan raja-raja kecil di skotlandia, Irlandia ataupun Wales. Raja-raja kecil ini memiliki kewajiban untuk menyerahkan upeti kepada raja besar atau tuan tanah di pusat kerajaan dalam waktu-waktu tertentu.
Dalam mempertahankan kedudukan klasnya, kaum bangsawan feudal menggunakan kekuatan gereja untuk kemudian mengamini adanya kekuasaan kaum feudal, dengan jargon “raja adalah utusan Tuhan di muka bumi”. Sehingga melawan raja, sama saja dengan melawan Tuhan. Hingga itu, seluruh rakyat harus tunduk kepada kekuasaan raja. Masa ini dikenal juga masa kegelapan (dark age), karena ilmu pengetahuan tidak dibiarkan berkembang. Justru dogma-dogma agama yang melegitimasi kekuasaan raja yang dipertahankan. Salah satunya adalah ketika Gallileo Gallilei menyatakan bumi itu bulat, tetapi kaum gereja menolaknya. Akibatnya, Gallileo Gallilei dihukum mati. Pihak gereja vatikan baru mengakui kesalahan tersebut pada abad 20.
Di zaman feudal ini, uang kertas dan logam kemulai berkembang sebagai alat tukar (transaksi) atas barang. Mulailah berkembang ekonomi perdagangan ketika itu. Atau dikenal juga fase merkantilisme modern. Perdagangan berkembang begitu pesat dan melahirkan klas baru dalam masyarakat yaitu kaum pedagang. Kemudian mulai terjadi persaingan untuk memperebutkan pasar atau jalur perdagangan. Di Eropa ketika itu jalur perdagangan yang terkenal adalah jalur sutra, dengan pusat perdagangan di bizantium (konstantinopel). Kemudian meledaklah perang perang salib antara kerajaan Inggris raya dengan kerajaan turki ottoman. Hal ini mengakibatkan jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki. Akibatnya, akses jalur perdagangan jatuh ke tangan kerjaan turki.
Atas hal tersebut, kerajaan-kerajaan di Eropa seperti Inggris, Portugis dan Spanyol mulai melakukan proses penjelajahan samudra, apalagi sejak ditemukannya kompas (alat penunjuk mata angin). Lalu penjelajahan dilakukan ke berbagai benua. Colombus (Spanyol) menemukan benua Amerika bagian utara. Fernando Megalhaens (Spanyol) menemukan Amerika Selatan, Alberquque (portugis) menemukan tanjung harapan (Afrika Selatan) dan melanjutkan perjalanan ke India. Persaingan memperebutkan benua-benua baru ketika itu dikenal dengan slogan “gold, glory dan gospel”. Ini berlangsung dari abad 15-17 Masehi.
Tidak jarang sering terjadi pertempuran armada laut dalam upaya penjelajahan samudara tersebut. Kemudian lahirlah salah satu perjanjian antara Spanyol dan Portugis untuk membagi wilayah dunia ke dalam kekuasaan mereka. Fase ini juga mengawali lahirnya masa kolonialisme terhadap benua baru yang ditemukan oleh bangsa penjajah Eropa. Suku-suku asli disingkirkan bahkan dibunuh ketika mengadakan perlawanan terhadap kaum penjajah. Mereka yang masih hidup sendiri dijadikan tani hamba bahkan budak untuk mengeruk sumber-sumber kekayaan alam yang akan diperdagangkan di Eropa.
Di Eropa sendiri, kaum pedagang berkembang pesat dengan membangun gilde-gilde (industri rumah tangga) yang menghasilkan produksi kerajinan tangan. Tuan-tuan gilde mempekerjakan sebagian besar kaum tani hamba. Di akhir abad 16 terjadi penemuan-penemuan besar yang melahirkan mesin uap, kereta api dan sebagainya. Ini yang dinamakan dengan Revolusi Industri yang diawali di Inggris. Industri-industri gilde mulai hancur digantikan dengan pabrik-pabrik dan mempekerjakan klas baru yaitu buruh. Dan tuan-tuan gilde beranjak menjadi si kapitalis. Revolusi Industri ini adalah yang menandai perubahan mendasar atas alat produksi yang telah mendorong kemajuan tenaga produktif dan perubahan hubungan produksi dalam masyarakat feudal.
Sementara kaum tani sendiri semakin jengah dengan penindasan kaum feudal bangsawan. Mereka mulai melakukan pemberontakkan melawan kesewenang-wenangan tuan feudal. Di Inggris, terjadi revolusi besar Inggris yang dilakukan kaum la vellers (cikal bakal borjuasi) yang menuntut persaman dengan kaum aristokrat dan kaum diggers (kaum tani) menuntut tanah. Peristiwa ini mengakibatkan raja Inggris Charles I digantung. Hal ini mengakibatkan perubahan bentuk Negara Inggris dari Monarkhi Absolut ke Monarkhi Konstitusional.
Di Prancis, terjadi revolusi Prancis 1789 menumbangkan kekuasaan absolut Louis XVI. Dalam revolusi ini dipimpin borjuasi dengan melibatkan kaum tani dan klas buruh yang mulai tumbuh. Revolusi ini melahirkan negera modern (republik) berdasarkan trias politica. Klas buruh sendiri pasca revolusi ini dikhianati oleh kaum borjuasi.
Jerman yang lebih terbelakang perkembangannya, terjadi pemberontakkan kaum tani yang dikenal juga dengan perang Tani Jerman. Perang ini dipimpin oleh borjuasi dan melibatkan kaum tani dan klas buruh. Perang ini kemudian mampu dipatahkan karena pengkhianatan kaum borjuasi.
Kemudian, dalam aspek kebudayaan terjadi kemajuan ilmu pengetahuan untuk menghancurkan dominasi gereja dan kerajaan, terutama pasca revolusi industri. Di kalangan gereja muncul Martin Luther King yang kemudian melahirkan agama Kristen protestan sebagai kritikan terhadap posisi gereja ketika itu. Temuan-temuan dan pemikiran-pemikiran borjuasi berkembang pesat, mulai dari konsep Negara modern, filsafat hingga seni seperti nudis yang dikembangkan kembali. Zaman ini dikenal dengan abad pencerahan atau sering dikenal dengan Rennesaince (dalam bahasa Italy) atau Aufklarung (dalam bahasa Jerman) serta enlightment (dalam bahasa Inggris). Dan puncak dari itu semua adalah runtuhnya filasafat Jerman (hegel) yang menjadi pemikiran utama di Eropa ketika itu.
Dari hal di atas bisa disimpulkan bahwa perkembangan dari masyarakat feudal menuju kapitalisme di Eropa mengalami fase sempurna. pergeseran ini dimulai dari revolusi ekonomi yang ditandai lahirnya revolusi Industri sehingga melahirkan klas baru dalam masyarakat yaitu klas buruh dan borjuasi. Dan diikuti dengan adanya revolusi politik yang ditandai dengan runtuhnya monarkhi Prancis melalui Revolusi Prancis dan revolusi kebudayaan melalui zaman pencerahan.
Penyerahan hasil garapan dari tani hamba ini biasanya dalam bentuk upeti dan atau pajak. Jika tidak, maka kaum tani akan diberi hukuman baik fisik ataupun dalam kewajiban lain seperti beban kerja dan wajib serah yang lebih banyak kepada tuan tanah.
Dengan demikian, kaum tani tak ubahnya hamba bagi si tuan tanah. Tuan-tuan tanah ini juga menguasai kedudukan politik mulai dari kerajaan pusat hingga ke pedesaan, Dalam menjaga kekuasaannya, kerajaan pusat memberikan kewenangan kepada bangsawan kerajaan di daerah tertentu untuk berkuasa. Kerajaan Inggris Raya misalnya, memiliki berbagai perwakilan raja-raja kecil di skotlandia, Irlandia ataupun Wales. Raja-raja kecil ini memiliki kewajiban untuk menyerahkan upeti kepada raja besar atau tuan tanah di pusat kerajaan dalam waktu-waktu tertentu.
Dalam mempertahankan kedudukan klasnya, kaum bangsawan feudal menggunakan kekuatan gereja untuk kemudian mengamini adanya kekuasaan kaum feudal, dengan jargon “raja adalah utusan Tuhan di muka bumi”. Sehingga melawan raja, sama saja dengan melawan Tuhan. Hingga itu, seluruh rakyat harus tunduk kepada kekuasaan raja. Masa ini dikenal juga masa kegelapan (dark age), karena ilmu pengetahuan tidak dibiarkan berkembang. Justru dogma-dogma agama yang melegitimasi kekuasaan raja yang dipertahankan. Salah satunya adalah ketika Gallileo Gallilei menyatakan bumi itu bulat, tetapi kaum gereja menolaknya. Akibatnya, Gallileo Gallilei dihukum mati. Pihak gereja vatikan baru mengakui kesalahan tersebut pada abad 20.
Di zaman feudal ini, uang kertas dan logam kemulai berkembang sebagai alat tukar (transaksi) atas barang. Mulailah berkembang ekonomi perdagangan ketika itu. Atau dikenal juga fase merkantilisme modern. Perdagangan berkembang begitu pesat dan melahirkan klas baru dalam masyarakat yaitu kaum pedagang. Kemudian mulai terjadi persaingan untuk memperebutkan pasar atau jalur perdagangan. Di Eropa ketika itu jalur perdagangan yang terkenal adalah jalur sutra, dengan pusat perdagangan di bizantium (konstantinopel). Kemudian meledaklah perang perang salib antara kerajaan Inggris raya dengan kerajaan turki ottoman. Hal ini mengakibatkan jatuhnya konstantinopel ke tangan Turki. Akibatnya, akses jalur perdagangan jatuh ke tangan kerjaan turki.
Atas hal tersebut, kerajaan-kerajaan di Eropa seperti Inggris, Portugis dan Spanyol mulai melakukan proses penjelajahan samudra, apalagi sejak ditemukannya kompas (alat penunjuk mata angin). Lalu penjelajahan dilakukan ke berbagai benua. Colombus (Spanyol) menemukan benua Amerika bagian utara. Fernando Megalhaens (Spanyol) menemukan Amerika Selatan, Alberquque (portugis) menemukan tanjung harapan (Afrika Selatan) dan melanjutkan perjalanan ke India. Persaingan memperebutkan benua-benua baru ketika itu dikenal dengan slogan “gold, glory dan gospel”. Ini berlangsung dari abad 15-17 Masehi.
Tidak jarang sering terjadi pertempuran armada laut dalam upaya penjelajahan samudara tersebut. Kemudian lahirlah salah satu perjanjian antara Spanyol dan Portugis untuk membagi wilayah dunia ke dalam kekuasaan mereka. Fase ini juga mengawali lahirnya masa kolonialisme terhadap benua baru yang ditemukan oleh bangsa penjajah Eropa. Suku-suku asli disingkirkan bahkan dibunuh ketika mengadakan perlawanan terhadap kaum penjajah. Mereka yang masih hidup sendiri dijadikan tani hamba bahkan budak untuk mengeruk sumber-sumber kekayaan alam yang akan diperdagangkan di Eropa.
Di Eropa sendiri, kaum pedagang berkembang pesat dengan membangun gilde-gilde (industri rumah tangga) yang menghasilkan produksi kerajinan tangan. Tuan-tuan gilde mempekerjakan sebagian besar kaum tani hamba. Di akhir abad 16 terjadi penemuan-penemuan besar yang melahirkan mesin uap, kereta api dan sebagainya. Ini yang dinamakan dengan Revolusi Industri yang diawali di Inggris. Industri-industri gilde mulai hancur digantikan dengan pabrik-pabrik dan mempekerjakan klas baru yaitu buruh. Dan tuan-tuan gilde beranjak menjadi si kapitalis. Revolusi Industri ini adalah yang menandai perubahan mendasar atas alat produksi yang telah mendorong kemajuan tenaga produktif dan perubahan hubungan produksi dalam masyarakat feudal.
Sementara kaum tani sendiri semakin jengah dengan penindasan kaum feudal bangsawan. Mereka mulai melakukan pemberontakkan melawan kesewenang-wenangan tuan feudal. Di Inggris, terjadi revolusi besar Inggris yang dilakukan kaum la vellers (cikal bakal borjuasi) yang menuntut persaman dengan kaum aristokrat dan kaum diggers (kaum tani) menuntut tanah. Peristiwa ini mengakibatkan raja Inggris Charles I digantung. Hal ini mengakibatkan perubahan bentuk Negara Inggris dari Monarkhi Absolut ke Monarkhi Konstitusional.
Di Prancis, terjadi revolusi Prancis 1789 menumbangkan kekuasaan absolut Louis XVI. Dalam revolusi ini dipimpin borjuasi dengan melibatkan kaum tani dan klas buruh yang mulai tumbuh. Revolusi ini melahirkan negera modern (republik) berdasarkan trias politica. Klas buruh sendiri pasca revolusi ini dikhianati oleh kaum borjuasi.
Jerman yang lebih terbelakang perkembangannya, terjadi pemberontakkan kaum tani yang dikenal juga dengan perang Tani Jerman. Perang ini dipimpin oleh borjuasi dan melibatkan kaum tani dan klas buruh. Perang ini kemudian mampu dipatahkan karena pengkhianatan kaum borjuasi.
Kemudian, dalam aspek kebudayaan terjadi kemajuan ilmu pengetahuan untuk menghancurkan dominasi gereja dan kerajaan, terutama pasca revolusi industri. Di kalangan gereja muncul Martin Luther King yang kemudian melahirkan agama Kristen protestan sebagai kritikan terhadap posisi gereja ketika itu. Temuan-temuan dan pemikiran-pemikiran borjuasi berkembang pesat, mulai dari konsep Negara modern, filsafat hingga seni seperti nudis yang dikembangkan kembali. Zaman ini dikenal dengan abad pencerahan atau sering dikenal dengan Rennesaince (dalam bahasa Italy) atau Aufklarung (dalam bahasa Jerman) serta enlightment (dalam bahasa Inggris). Dan puncak dari itu semua adalah runtuhnya filasafat Jerman (hegel) yang menjadi pemikiran utama di Eropa ketika itu.
Dari hal di atas bisa disimpulkan bahwa perkembangan dari masyarakat feudal menuju kapitalisme di Eropa mengalami fase sempurna. pergeseran ini dimulai dari revolusi ekonomi yang ditandai lahirnya revolusi Industri sehingga melahirkan klas baru dalam masyarakat yaitu klas buruh dan borjuasi. Dan diikuti dengan adanya revolusi politik yang ditandai dengan runtuhnya monarkhi Prancis melalui Revolusi Prancis dan revolusi kebudayaan melalui zaman pencerahan.
4. Masa Kapitalisme-Imperialisme
Foedalisme di Eropa runtuh dan melahirkan sistem baru dalam masyarakat yaitu kapitalisme. Hubungan produksi dalam masyarakat kapitalisme adalah hubungan penindasan antara si tuan kapitalis (pemilik modal) terhadap klas buruh. Klas buruh adalah klas yang tidak memiliki apa-apa selain tenaga yang digunakan untuk memenuhi nafsu si tuan kapitalis.
Sementara tuan kapitalis memiliki modal, tidak berpartisipasi dalam produksi dan mengambil untung besar dari keringat dan tenaga klas buruh. Penindasan dalam masyarakat kapitalisme terletak pada perampasan nilai lebih yang dihasilkan oleh kerja buruh oleh pemilik modal/tuan kapitalis.
Tokoh besar dalam pemikiran kapitalisme adalah David Ricardo dan Adam Smith. Mereka berpendapat bahwa sumber kemakmuran dari masyarakat adalah dengan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pasar, sehingga segala sesuatu yang menghambat perkembangan pasar harus dipangkas. Kemudian di fase awal kapitalisme ini, ekonomi pasar sangat berkembang. Fase perkembangan kapitalisme persaingan bebas dimulai sejak 1860-1870.
Sesuai dengan watak dasarnya yang eksploitatif, ekspansif dan akumulatif, perkembangan persaingan bebas kapitalisme mulai mengalami transisi (1873-1890) ketika sebagian besar kapitalis kecil dan perusahaan kecil runtuh dan mulai diakuisisi atau dimerger dengan perusahaan kapitalis besar. Dan sejak 1900-1903 mulai terjadi krisis dimana kapitalis kecil runtuh dan berkembangnya kapitalisme monopoli yang melakukan pengakusisian kapitalis kecil oleh kapitalis besar dalam suatu negara, serta pada dewasa ini bahkan lintas negara. Disinilah kemudian terjadi disebut fase imperialisme sebagai tahap tertinggi dari kapitalisme[i].
Imperialisme adalah tahap perkembangan tertinggi kapitalisme di dunia. Imperialisme adalah adalah tahap kapitalisme monopoli yang ditandai oleh 5 ciri penting yaitu :
Dalam perkembangan selanjutnya, imperialisme telah menjadi sistem yang mendominasi dunia saat ini. Imperialisme akan selalu mengalami krisis akibat over produski dan over kapital. sehingga untuk itu, imperialisme selalu berupaya melakukan perebutan sumber-sumber material, pasar, tenaga kerja dan ekspor kapital demi mendatangkan keuntungan super di balik itu semua. Nafsu serakah imperialisme telah mendatangkan bencana kemanusiaan terbesar yaitu perang (PD I dan II), penjajahan dan hancurnya penghidupan masyarakat di berbagai negeri baik dalam bentuk perampasan hak-hak hidup rakyat seperti agresi dan invansi untuk menghancurkan setiap negara yang tidak patuh pada imperialisme. Dan juga perampokan kekayaan alam dan tenaga kerja yang melakhirkan kemiskinan di seluruh rakyat dunia.
Kini, dengan berbagai daya upaya, imperialisme terus berupaya mempertahankan dominasinya. Krisis umum dalam tubuh imperialisme telah menciptakan syarat-syarat bagi bangkitnya perjuangan rakyat di berbagai negeri, terutama negeri jajahan dan setengah jajahan. Dimana-dimana imperialisme terus dihujat dengan aksi-aksi massa. Rejim-rejim boneka pendukung imperialisme di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan tidak lepas dari gelora perjuangan massa rakyat yang terus bergerak maju. Di bawah dominasi imperialisme pimpinan AS yang mendominasi dunia saat ini, imperialisme AS sesungguhnya seekor macan kertas yang lapuk dan akan digulung oleh gelombang perlawanan seluruh rakyat di berbagai negeri, terutama negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan.
[i] Perlu diketahui setiap tahapan atau fase perkembangan masyarakat pasti memiliki puncak dan puncak tersebut awal dari kehancuran dan bergantinya fase yang baru, seperti pada fase perbudakan di dunia romawi merupakan puncak dari perbudakan di eropa, mesir merupakan puncak dari perbudakan di Afrika bagian utara-tengah, persia di asia barat, mongol di asia timur, dan maya-aztec di amerika tengah. Sedangkan fase feodalisme, di eropa barat ada Perancis, Spanyol dan Inggris, di Asia timur ada China dan Jepang, di Asia Barat ada konstatinopel. Akan tetapi, tidak semua wilayah di dunia mengalami tahap kapitalisme.
Sementara tuan kapitalis memiliki modal, tidak berpartisipasi dalam produksi dan mengambil untung besar dari keringat dan tenaga klas buruh. Penindasan dalam masyarakat kapitalisme terletak pada perampasan nilai lebih yang dihasilkan oleh kerja buruh oleh pemilik modal/tuan kapitalis.
Tokoh besar dalam pemikiran kapitalisme adalah David Ricardo dan Adam Smith. Mereka berpendapat bahwa sumber kemakmuran dari masyarakat adalah dengan memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada pasar, sehingga segala sesuatu yang menghambat perkembangan pasar harus dipangkas. Kemudian di fase awal kapitalisme ini, ekonomi pasar sangat berkembang. Fase perkembangan kapitalisme persaingan bebas dimulai sejak 1860-1870.
Sesuai dengan watak dasarnya yang eksploitatif, ekspansif dan akumulatif, perkembangan persaingan bebas kapitalisme mulai mengalami transisi (1873-1890) ketika sebagian besar kapitalis kecil dan perusahaan kecil runtuh dan mulai diakuisisi atau dimerger dengan perusahaan kapitalis besar. Dan sejak 1900-1903 mulai terjadi krisis dimana kapitalis kecil runtuh dan berkembangnya kapitalisme monopoli yang melakukan pengakusisian kapitalis kecil oleh kapitalis besar dalam suatu negara, serta pada dewasa ini bahkan lintas negara. Disinilah kemudian terjadi disebut fase imperialisme sebagai tahap tertinggi dari kapitalisme[i].
Imperialisme adalah tahap perkembangan tertinggi kapitalisme di dunia. Imperialisme adalah adalah tahap kapitalisme monopoli yang ditandai oleh 5 ciri penting yaitu :
- Konsentrasi produksi dan kapital telah berkembang menuju sebuah tahapan tinggi sehingga menciptakan monopoli yang memegang peran penting dalam kehidupan ekonomi. Contohnya dahulu ada sony dan ericcson tapi sekarang sudah bersatu menjadi sonyericcson, mercedes dan benz merupakan perusahan otomotif yang berbeda tapi mercedes mengakuisisi benz dan berubah menjadi mercedes-benz. Dan hanya ada satu holding compay dan yang lainnya hanya branch company (coca cola di swedia, honda di jepang, BMW dan Mercedes Benz ada di jerman tapi kantor cabangnya tersebar di seluruh dunia. Serta, satu perusahan juga menguasai dari industri hulu dengan hilir.
- Perpaduan antara kapital bank dengan kapital industri yang menciptakan basis bagi apa yang dinamakan kapital finans. Contohnya keberadaan World Bank, ADB, IMF, dsb yang berdiri untuk mengumpulkan modal dan modal tersebut berasal dari super profit yang dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh negara-negara kapitalisme. Dan kapital finans ini digunakan oleh negara imperialis untuk melakukan ekspor kapital dan membangun perusahaan cabang di seluruh dunia yang kelak akan menjadi jalan untuk terbentuknya negara-negara boneka.
- Eksport kapital yang berbeda dengan ekport komoditi. Contohnya banyak hutang, bantuan, investasi yang dikucurkan ke negara berkembang atau setengah jajahan dan jajahan dengan dalih pembangunan di negara tersebut. biasanya dengan bungkus perjanjian yang timpang.
- Pembentukan formasi kapitalisme monopoli internasional dan pembagian dunia di antara mereka. Contohnya, adanya negara adikuasa/Imperialisme yang pada umum disebut negara dunia pertama dan negara-negara miskin yang selanjutnya disebut dunia kedua dan ketiga.
- Pembagian teritori di seluruh dunia di antara kekuatan kapitalis besar telah selesai. Contohnya dapat kita lihat dengan adanya G-7, G-8, G20 dsbnya. dan Sejak PD II tidak ada lagi negara lain yang menjadi kapitalis baru. Dan ini didominasi oleh Imperialisme AS.
Dalam perkembangan selanjutnya, imperialisme telah menjadi sistem yang mendominasi dunia saat ini. Imperialisme akan selalu mengalami krisis akibat over produski dan over kapital. sehingga untuk itu, imperialisme selalu berupaya melakukan perebutan sumber-sumber material, pasar, tenaga kerja dan ekspor kapital demi mendatangkan keuntungan super di balik itu semua. Nafsu serakah imperialisme telah mendatangkan bencana kemanusiaan terbesar yaitu perang (PD I dan II), penjajahan dan hancurnya penghidupan masyarakat di berbagai negeri baik dalam bentuk perampasan hak-hak hidup rakyat seperti agresi dan invansi untuk menghancurkan setiap negara yang tidak patuh pada imperialisme. Dan juga perampokan kekayaan alam dan tenaga kerja yang melakhirkan kemiskinan di seluruh rakyat dunia.
Kini, dengan berbagai daya upaya, imperialisme terus berupaya mempertahankan dominasinya. Krisis umum dalam tubuh imperialisme telah menciptakan syarat-syarat bagi bangkitnya perjuangan rakyat di berbagai negeri, terutama negeri jajahan dan setengah jajahan. Dimana-dimana imperialisme terus dihujat dengan aksi-aksi massa. Rejim-rejim boneka pendukung imperialisme di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan tidak lepas dari gelora perjuangan massa rakyat yang terus bergerak maju. Di bawah dominasi imperialisme pimpinan AS yang mendominasi dunia saat ini, imperialisme AS sesungguhnya seekor macan kertas yang lapuk dan akan digulung oleh gelombang perlawanan seluruh rakyat di berbagai negeri, terutama negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan.
[i] Perlu diketahui setiap tahapan atau fase perkembangan masyarakat pasti memiliki puncak dan puncak tersebut awal dari kehancuran dan bergantinya fase yang baru, seperti pada fase perbudakan di dunia romawi merupakan puncak dari perbudakan di eropa, mesir merupakan puncak dari perbudakan di Afrika bagian utara-tengah, persia di asia barat, mongol di asia timur, dan maya-aztec di amerika tengah. Sedangkan fase feodalisme, di eropa barat ada Perancis, Spanyol dan Inggris, di Asia timur ada China dan Jepang, di Asia Barat ada konstatinopel. Akan tetapi, tidak semua wilayah di dunia mengalami tahap kapitalisme.
C. Sejarah Perjuangan Rakyat Indonesia
1. Rakyat Indonesia Pada Masa Pra Sejarah dan Pra Jajahan (1500 SM – 1602 M)
Dari berbagai penelitian tentang sukubangsa di Indonesia diketahui bahwa terdapat dua ras penting yang merupakan penduduk asli Indonesia yaitu dari ras Negrito (sekarang ada di Papua) dan Wedda. Mereka hidup dalam sistem komunal primitif, dimana tidak ada klas sosial sehinggga tidak ada suprastruktur kekuasaan milik klas yang berkuasa. Kehidupan mereka sangat bergantung pada alam dengan cara berburu dan meramu.
Kedatangan ras ‘Mon Khmer’ dari Yunnan (Tiongkok Selatan) pada tahun 1500 SM menyebabkan terjadinya perang antara penduduk asli dan pendatang. Karena kemajuan peradaban dan persenjataan yang dimiliki ‘Mon Khmer’ maka penduduk asli Indonesia dapat dikalahkan. Penduduk asli yang kalah lantas dijadikan budak oleh ras pendatang, sementara sebagiannya lagi melarikan diri hingga ke kepulaun Mindanau, Philipina. Peristiwa ini menandai dimulainya masa kepemilikan budak dalam sejarah Indonesia. Hal ini ditandainya dengan banyaknya terjadi perang antar kelompok (komunal) dalam satu wilayah untuk memperebutkan sumber makanan yang kian hari kian terbatas sehingga jumlah budak yang akibat kalah perang semakin bertambah. Selain itu, penegakan batas-batas kekuasaan atas tanah (monopoli) oleh tuan budak juga mulai ada. Hal ini juga menandakan bahwa masa feodal dimana terdapat penguasaan tanah oleh raja-raja juga sudah mulai tumbuh.
Kepemilikan perseorangan atas tanah dan budak pada akhirnya mencapai puncaknya dan memunculkan pertentangan pokok antar si budak dengan para tuan budak di mana-mana. Hal ini direspon oleh para tuan budak dengan membebaskan secara relatif budak dan memperlonggar beban kerja serta memperbaiki kualitas hidup (pemberian makanan dan pakaian bagi budak). Diikuti oleh upaya tuan budak untuk memperkuat diri dengan membangun suprastruktur kekuasaan lokal dengan mengangkat diri sebagai raja atas sebuah wilayah, mempekerjakan budak-budak yang memiliki kebebasan secara relatif di atas tanah dan juga membangun kekuatan militer atau prajurit, yang dipimpin oleh para tukang pukul dan anak-anak tuan budak. Inilah yang menjadi awal mula munculnya kerajaan-kerajaan lokal dan kecil-kecil di Indonesia.
Dengan demikian, beberapa pikiran dan kajian sejarah selama ini yang selalu melihat zaman kemunculan kerajaan di Indonesia hanya sebagai era feodalisme, adalah tidak tepat. Memang benar ketika dikatakan bahwa kekuasaan pada waktu itu mengambil bentuk feodal yaitu kerajaan, akan tetapi hakekat hubungan produksi dan tenaga-tenaga produktif yang ada jelas lebih tepat bila dikatakan sebagai masih kepemilikan budak. Ini ditandai dengan adanya pembuatan candi-candi yang mempekerjakan rakyat tanpa dibayar, perang dan penaklukan dengan merekrut prajurit dari kalangan kaum budak tanpa dibayar, semua tanah dan hasilnya adalah untuk keperluan dan milik raja, raja yang menentukan apakah seseorang itu adalah orang bebas atau tidak.
Masa berkuasanya kerajaan Majapahit adalah babak paling akhir dari masa kepemilikan budak untuk bisa hidup dan mempertahankan syarat-syarat penindasannya. Sehingga kehancuran Majapahit juga bisa dikatakan sebagai kehancuran dari basis strukutur perbudakan. Bagaimana dengan Feodalisme? Cikal-bakal feodalisme telah tumbuh pada masa perbudakan yang semakin menonjol dengan berdirinya kekuasaan para raja yang sebelumnya adalah tuan budak dan pada hakekatnya adalah kekuasaan para tuan tanah. Hal ini dikarenakan tuan budak mengerti jika tidak ada pembagian yang dapat “memuaskan“ bagi kaum budak maka akan memperhebat pemberontakan dari klas budak itu sendiri. Perubahan inilah sebagai akibat perkembangan kekuatan produktif dalam hal ini para budak yang tidak lagi sesuai dengan hubungan produksi perbudakan yang menindas mereka. Klas-klas sosial dalam masyarakat perbudakan sengaja disamarkan dalam ajaran agama Hindu dengan ajarannya tentang Kasta. Bentuk perubahan ini dapat kita lihat dari mulai muncul klas-klas baru yaitu tuan tanah dan tani hamba yang merupakan konsekuensi logis dari dilaksanakannya pembagian hasil dari tuan tanah ke tani hamba. Akan tetapi, senyatanya tani hamba tersebut harus menyetorkan hasil buminya kepada tuan tanah. Ajaran Hindu tentang kasta sosial tersebut kemudian dilawan oleh ajaran Islam yang mulai hadir di Indonesia pada Abad 14 Masehi. Akan tetapi, Islam tidak melawan perkembangan feodalisme yang mencirikan penguasaan tanah luas oleh para bangsawan dan tokoh-tokoh agama. Islam hanya melawan sistem perbudakan yang masih ada dan di sisi yang lain semakin memberikan kekuatan bagi tumbuh dan berkembangnya feodalisme.
Yang perlu dicatat bahwa pada saat itu feodalisme sebagai corak produksi belumlah sempurna, karena kekuasaan ekonomi maupun politik feodalisme tidak terkonsolidir dan terpusat. Tidak ada kota yang sungguh-sungguh menjadi pusat desa, dan tak ada pusat kekuasaan yang betul-betul tersentral. Dan artinya tidak ada kerajaan feodal yang menguasai atas kerajaan feodal lainnya tidak sepertinya kerajaan majapahit (perbudakan) yang menguasai kerajaan-kerajan budak di seluruh penjuru negeri. Mereka masih terdiri dari tuan tanah-tuan tanah lokal (raja-raja lokal) yang melakukan monopoli atas tanah dan segala kekayaan alam lainnya. Konsolidasi dan pematangan feodalisme di Indonesia justru dilakukan di kemudian hari oleh kolonialisme Belanda.
Kedatangan ras ‘Mon Khmer’ dari Yunnan (Tiongkok Selatan) pada tahun 1500 SM menyebabkan terjadinya perang antara penduduk asli dan pendatang. Karena kemajuan peradaban dan persenjataan yang dimiliki ‘Mon Khmer’ maka penduduk asli Indonesia dapat dikalahkan. Penduduk asli yang kalah lantas dijadikan budak oleh ras pendatang, sementara sebagiannya lagi melarikan diri hingga ke kepulaun Mindanau, Philipina. Peristiwa ini menandai dimulainya masa kepemilikan budak dalam sejarah Indonesia. Hal ini ditandainya dengan banyaknya terjadi perang antar kelompok (komunal) dalam satu wilayah untuk memperebutkan sumber makanan yang kian hari kian terbatas sehingga jumlah budak yang akibat kalah perang semakin bertambah. Selain itu, penegakan batas-batas kekuasaan atas tanah (monopoli) oleh tuan budak juga mulai ada. Hal ini juga menandakan bahwa masa feodal dimana terdapat penguasaan tanah oleh raja-raja juga sudah mulai tumbuh.
Kepemilikan perseorangan atas tanah dan budak pada akhirnya mencapai puncaknya dan memunculkan pertentangan pokok antar si budak dengan para tuan budak di mana-mana. Hal ini direspon oleh para tuan budak dengan membebaskan secara relatif budak dan memperlonggar beban kerja serta memperbaiki kualitas hidup (pemberian makanan dan pakaian bagi budak). Diikuti oleh upaya tuan budak untuk memperkuat diri dengan membangun suprastruktur kekuasaan lokal dengan mengangkat diri sebagai raja atas sebuah wilayah, mempekerjakan budak-budak yang memiliki kebebasan secara relatif di atas tanah dan juga membangun kekuatan militer atau prajurit, yang dipimpin oleh para tukang pukul dan anak-anak tuan budak. Inilah yang menjadi awal mula munculnya kerajaan-kerajaan lokal dan kecil-kecil di Indonesia.
Dengan demikian, beberapa pikiran dan kajian sejarah selama ini yang selalu melihat zaman kemunculan kerajaan di Indonesia hanya sebagai era feodalisme, adalah tidak tepat. Memang benar ketika dikatakan bahwa kekuasaan pada waktu itu mengambil bentuk feodal yaitu kerajaan, akan tetapi hakekat hubungan produksi dan tenaga-tenaga produktif yang ada jelas lebih tepat bila dikatakan sebagai masih kepemilikan budak. Ini ditandai dengan adanya pembuatan candi-candi yang mempekerjakan rakyat tanpa dibayar, perang dan penaklukan dengan merekrut prajurit dari kalangan kaum budak tanpa dibayar, semua tanah dan hasilnya adalah untuk keperluan dan milik raja, raja yang menentukan apakah seseorang itu adalah orang bebas atau tidak.
Masa berkuasanya kerajaan Majapahit adalah babak paling akhir dari masa kepemilikan budak untuk bisa hidup dan mempertahankan syarat-syarat penindasannya. Sehingga kehancuran Majapahit juga bisa dikatakan sebagai kehancuran dari basis strukutur perbudakan. Bagaimana dengan Feodalisme? Cikal-bakal feodalisme telah tumbuh pada masa perbudakan yang semakin menonjol dengan berdirinya kekuasaan para raja yang sebelumnya adalah tuan budak dan pada hakekatnya adalah kekuasaan para tuan tanah. Hal ini dikarenakan tuan budak mengerti jika tidak ada pembagian yang dapat “memuaskan“ bagi kaum budak maka akan memperhebat pemberontakan dari klas budak itu sendiri. Perubahan inilah sebagai akibat perkembangan kekuatan produktif dalam hal ini para budak yang tidak lagi sesuai dengan hubungan produksi perbudakan yang menindas mereka. Klas-klas sosial dalam masyarakat perbudakan sengaja disamarkan dalam ajaran agama Hindu dengan ajarannya tentang Kasta. Bentuk perubahan ini dapat kita lihat dari mulai muncul klas-klas baru yaitu tuan tanah dan tani hamba yang merupakan konsekuensi logis dari dilaksanakannya pembagian hasil dari tuan tanah ke tani hamba. Akan tetapi, senyatanya tani hamba tersebut harus menyetorkan hasil buminya kepada tuan tanah. Ajaran Hindu tentang kasta sosial tersebut kemudian dilawan oleh ajaran Islam yang mulai hadir di Indonesia pada Abad 14 Masehi. Akan tetapi, Islam tidak melawan perkembangan feodalisme yang mencirikan penguasaan tanah luas oleh para bangsawan dan tokoh-tokoh agama. Islam hanya melawan sistem perbudakan yang masih ada dan di sisi yang lain semakin memberikan kekuatan bagi tumbuh dan berkembangnya feodalisme.
Yang perlu dicatat bahwa pada saat itu feodalisme sebagai corak produksi belumlah sempurna, karena kekuasaan ekonomi maupun politik feodalisme tidak terkonsolidir dan terpusat. Tidak ada kota yang sungguh-sungguh menjadi pusat desa, dan tak ada pusat kekuasaan yang betul-betul tersentral. Dan artinya tidak ada kerajaan feodal yang menguasai atas kerajaan feodal lainnya tidak sepertinya kerajaan majapahit (perbudakan) yang menguasai kerajaan-kerajan budak di seluruh penjuru negeri. Mereka masih terdiri dari tuan tanah-tuan tanah lokal (raja-raja lokal) yang melakukan monopoli atas tanah dan segala kekayaan alam lainnya. Konsolidasi dan pematangan feodalisme di Indonesia justru dilakukan di kemudian hari oleh kolonialisme Belanda.
2. Rakyat Indonesia Pada Masa Feodalisme dan Jajahan Belanda (1602 M-1830 M)
Bangsa asing datang ke Indonesia dalam misi dagang secara langsung dimulai pada awal abad 17, terutama Belanda dan Portugis. Mereka secara sengaja mencari jalur perdagangan dan penghasil rempah-rempah yang banyak diperjual belikan di Eropa untuk kebutuhan menghadapi musim dingin. Pada tahun 1596 Cornelis de Houtman berlayar dan mendarat di Banten, untuk memulai perdagangan secara langsung dengan bangsa Indonesia.
Pengusaha-pengusaha Belanda lantas membuat Kongsi Dagang pada tahun 1602 yang di kenal sebagai VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Tujuannya untuk menguasai monopoli peradagangan melalui pengkonsolidasian kekuasaan politik dan ekonomi lokal atau menyatukan kerajaan feodal baik dengan cara penaklukan, adu domba maupun mengakusisi agar kerajaan feodal tersebut dikuasai oleh Belanda melalui VOC. Sudah barang tentu upaya-upaya tersebut mendapat tantangan yang keras dari rakyat Indonesia, misalnya Perang Jayakarta melawan politik bumi hangus J.P Coen pada tahun 1619, tragedi van Bandanaira, tahun 1621, perang Sultan Agung pada tahun 1628-1629, dan perang Ambon pada tahun 1635. Konsolidasi kekuasaan terus dilakukan oleh VOC seiring dengan pembangunan struktur kekuasaan lokal yang berasal dari bangsawan-bangsawan yang merupakan tuan tanah lokal. Mereka diharuskan untuk membayar upeti kepada VOC sama seperti ketika mereka membayar upeti kepada Sultan Agung, atau kepada raja lainnya di Nusantara.
Tahun 1799, VOC dinyatakan bubar karena mengalami kebangkrutan akibat korupsi dan menanggung banyak beban hutang akibat besarnya biaya perang yang amat besar untuk mengkonsolidasikan kerajaan-kerajaan feodal. Akan tetapi, mereka telah berhasil menancapkan kekuasaan di Indonesia dengan mengkonsolidasikan semua kekuasaan politik dan ekonomi di Batavia. Yang sebelumnya tidak pernah terjadi, termasuk oleh Majapahit dan Sultan Agung. Dengan demikian memaksa semua kekuasaan lokal tunduk pada Gubernur Jenderal VOC dan merombak birokrasi kerajaan sesuai dengan kebutuhan VOC serta memaksa mereka membayar upeti kepada VOC. Dan hal ini baru berhasil dilakukan VOC kurang lebih dalam waktu 200 tahun.
Kekuasaan kolonial ini diperkuat cengkeramannya oleh Gubernur Hindia Belanda paska VOC, terutama oleh Daendels (1808-1811) dan Raffles (1811-1816). Dua orang Gubernur Jenderal di bawah kekuasaan Inggris dan Perancis, yang sangat ambisius melaksanakan program modernisasi atas birokrasi tanah jajahan. Mereka menerapkan penarikan pajak seperti pada zaman Feodalisme Eropa, terutama pajak tanah dan hasil bumi. Sistem upeti yang selama ini berlaku di Indonesia diganti dengan Pajak Tanah (Land Rent) yang dibayar dengan penyerahan wajib (Verlichte leveraties) hasil panen, yaitu 2/5 dari hasil panen yang bagus dan 1/4 dari hasil panen yang buruk. Demikian pula dengan struktur pemerintahan kolonial yang juga dirubah sedemikian rupa hingga menjangkau desa, dengan menggunakan tenaga-tenaga bangsawan lokal (tuan-tuan tanah) dengan jabatan asisten Residen, Wedana dan Asisten Wedana, hingga Demang. Pada masa tersebut telah dilakukan pengenalan sistem sewa secara resmi atas tanah. Penderitaan rakyat sangat parah dan menyedihkan. Mereka ditindas oleh dua kekuasaan sekaligus. Di satu sisi harus membayar pajak tanah kepada pemerintahan kolonial dan di sisi lain harus menyerahkan upeti dan penggunaan tenaga secara cuma-cuma bagi penghidupan para bangsawan lokal.
Perang paling akhir dan paling lama yang mendatangkan kerugian terbesar sepanjang sejarah kekuasaan kolonial Belanda pada masa itu yang dilancarkan oleh Diponegoro (1825-1830), adalah salah satu jawaban rakyat atas penindasan ini. Perang Jawa atau perang Diponegoro disambut rakyat dan juga didukung oleh beberapa pimpinan Islam pedesaan. Rakyat mendukung perang ini karena penghisapan yang dilakukan oleh penguasa di mana kerajaan Mataram bekerjasama dengan Penjajah Belanda. Penindasan itu berupa beban pajak yang terlalu tinggi dan kerja paksa. Ditambah kebencian rakyat atas rumah-rumah bea-cukai yang oleh kerajaan disewakan kepada orang-orang Tionghoa, dimana mereka semaunya menaikkan tarikan bea-cukai. Akibat dari perang ini, telah menyebabkan kebangkrutan total keuangan negeri Belanda yang saat itu juga baru bebas dari kekuasaan Perancis dan Belanda diharuskan membayar hutang perang kepada Perancis. Kebangkrutan ekonomi inilah yang membuat kolonialisme Belanda menerapkan sistem jajahan yang sangat menindas dan menghisap rakyat Indonesia waktu itu yaitu Sistem Tanam Paksa (STP) atau cultuur stelsel.
Terkonsolidasikannya kekuasaan raja-raja lokal yang pada hakekatnya adalah tuan feodal besar oleh Belanda serta dikontrolnya secara ketat kekuasaan yang ada menunjukkan bahwa kekuasaan feodal mulai melapuk. Dan dengan diperkenalkannya sistem sewa-tanah sejak Rafless hingga tetap dipertahankan bahkan dijadikan dasar bagi STP, maka ini juga menjadi bukti bahwa corak produksi feodalisme sudah tidak lagi dalam bentuk murninya.
Pengusaha-pengusaha Belanda lantas membuat Kongsi Dagang pada tahun 1602 yang di kenal sebagai VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie). Tujuannya untuk menguasai monopoli peradagangan melalui pengkonsolidasian kekuasaan politik dan ekonomi lokal atau menyatukan kerajaan feodal baik dengan cara penaklukan, adu domba maupun mengakusisi agar kerajaan feodal tersebut dikuasai oleh Belanda melalui VOC. Sudah barang tentu upaya-upaya tersebut mendapat tantangan yang keras dari rakyat Indonesia, misalnya Perang Jayakarta melawan politik bumi hangus J.P Coen pada tahun 1619, tragedi van Bandanaira, tahun 1621, perang Sultan Agung pada tahun 1628-1629, dan perang Ambon pada tahun 1635. Konsolidasi kekuasaan terus dilakukan oleh VOC seiring dengan pembangunan struktur kekuasaan lokal yang berasal dari bangsawan-bangsawan yang merupakan tuan tanah lokal. Mereka diharuskan untuk membayar upeti kepada VOC sama seperti ketika mereka membayar upeti kepada Sultan Agung, atau kepada raja lainnya di Nusantara.
Tahun 1799, VOC dinyatakan bubar karena mengalami kebangkrutan akibat korupsi dan menanggung banyak beban hutang akibat besarnya biaya perang yang amat besar untuk mengkonsolidasikan kerajaan-kerajaan feodal. Akan tetapi, mereka telah berhasil menancapkan kekuasaan di Indonesia dengan mengkonsolidasikan semua kekuasaan politik dan ekonomi di Batavia. Yang sebelumnya tidak pernah terjadi, termasuk oleh Majapahit dan Sultan Agung. Dengan demikian memaksa semua kekuasaan lokal tunduk pada Gubernur Jenderal VOC dan merombak birokrasi kerajaan sesuai dengan kebutuhan VOC serta memaksa mereka membayar upeti kepada VOC. Dan hal ini baru berhasil dilakukan VOC kurang lebih dalam waktu 200 tahun.
Kekuasaan kolonial ini diperkuat cengkeramannya oleh Gubernur Hindia Belanda paska VOC, terutama oleh Daendels (1808-1811) dan Raffles (1811-1816). Dua orang Gubernur Jenderal di bawah kekuasaan Inggris dan Perancis, yang sangat ambisius melaksanakan program modernisasi atas birokrasi tanah jajahan. Mereka menerapkan penarikan pajak seperti pada zaman Feodalisme Eropa, terutama pajak tanah dan hasil bumi. Sistem upeti yang selama ini berlaku di Indonesia diganti dengan Pajak Tanah (Land Rent) yang dibayar dengan penyerahan wajib (Verlichte leveraties) hasil panen, yaitu 2/5 dari hasil panen yang bagus dan 1/4 dari hasil panen yang buruk. Demikian pula dengan struktur pemerintahan kolonial yang juga dirubah sedemikian rupa hingga menjangkau desa, dengan menggunakan tenaga-tenaga bangsawan lokal (tuan-tuan tanah) dengan jabatan asisten Residen, Wedana dan Asisten Wedana, hingga Demang. Pada masa tersebut telah dilakukan pengenalan sistem sewa secara resmi atas tanah. Penderitaan rakyat sangat parah dan menyedihkan. Mereka ditindas oleh dua kekuasaan sekaligus. Di satu sisi harus membayar pajak tanah kepada pemerintahan kolonial dan di sisi lain harus menyerahkan upeti dan penggunaan tenaga secara cuma-cuma bagi penghidupan para bangsawan lokal.
Perang paling akhir dan paling lama yang mendatangkan kerugian terbesar sepanjang sejarah kekuasaan kolonial Belanda pada masa itu yang dilancarkan oleh Diponegoro (1825-1830), adalah salah satu jawaban rakyat atas penindasan ini. Perang Jawa atau perang Diponegoro disambut rakyat dan juga didukung oleh beberapa pimpinan Islam pedesaan. Rakyat mendukung perang ini karena penghisapan yang dilakukan oleh penguasa di mana kerajaan Mataram bekerjasama dengan Penjajah Belanda. Penindasan itu berupa beban pajak yang terlalu tinggi dan kerja paksa. Ditambah kebencian rakyat atas rumah-rumah bea-cukai yang oleh kerajaan disewakan kepada orang-orang Tionghoa, dimana mereka semaunya menaikkan tarikan bea-cukai. Akibat dari perang ini, telah menyebabkan kebangkrutan total keuangan negeri Belanda yang saat itu juga baru bebas dari kekuasaan Perancis dan Belanda diharuskan membayar hutang perang kepada Perancis. Kebangkrutan ekonomi inilah yang membuat kolonialisme Belanda menerapkan sistem jajahan yang sangat menindas dan menghisap rakyat Indonesia waktu itu yaitu Sistem Tanam Paksa (STP) atau cultuur stelsel.
Terkonsolidasikannya kekuasaan raja-raja lokal yang pada hakekatnya adalah tuan feodal besar oleh Belanda serta dikontrolnya secara ketat kekuasaan yang ada menunjukkan bahwa kekuasaan feodal mulai melapuk. Dan dengan diperkenalkannya sistem sewa-tanah sejak Rafless hingga tetap dipertahankan bahkan dijadikan dasar bagi STP, maka ini juga menjadi bukti bahwa corak produksi feodalisme sudah tidak lagi dalam bentuk murninya.
3. Indonesia Pada Fase Sistem Tanam Paksa (1830 - 1870)
Paska perang Diponegoro, kekuasaan kolonialisme Belanda tidak lagi tertandingi oleh kekuasaan feodal yang ada dan masih berupaya mempertahankan sekaligus memperbaharui syarat-syarat penindasannya. Terkecuali di beberapa tempat di luar Jawa, seperti Bali, Lombok dan Tapanuli peperangan baru benar-benar berakhir pada awal abad 20. Secara ekonomi dan politik kekuasaan telah terkonsentrasi di Batavia. Akan tetapi para petinggi kolonial sadar betul bahwa pengaruh tuan tanah sangat kuat, hal ini bisa dilihat dari pertentangan bahkan perang yang harus mereka hadapi dan mahal harganya. Maka itu mereka tidak punya pilihan lain kecuali melibatkan para tuan tanah lokal dalam struktur sekaligus di bawah kontrol penuh pemerintahan jajahan.
Hal inilah yang kemudian dipahami dan dilaksanakan dengan sangat baik oleh Van De Bosch dalam memulai Sistem Tanam Paksa (1830-1870). Yaitu, menggabungkan antara usaha membangun perkebunan dan pertanian yang menanam tanaman komoditi yang sangat menguntungkan serta pabrik pengolahannya dengan administrasi yang modern, akan tetapi dalam mobilisasi tanah dan tenaga kerja adalah tanggung jawab para tuan tanah-tuan tanah yang memiliki pengaruh yang kuat hingga tingkat desa.
Akan tetapi yang harus diingat, bahwa Sistem Tanam Paksa tidaklah merencanakan apalagi berkehendak untuk membangun industri di Indonesia seperti perkembangan kapitalis industri yang sedang gencar di Eropa waktu itu. Mereka hanya membangun perkebunan besar yang diurus secara modern dengan komoditi-komoditi yang dibawa dari berbagai belahan dunia seperti kopi, teh, gula nila, tembakau, kayu manis dan kapas yang menjadi primadona dalam perdagangan dunia saat itu. Mereka hanya menyiapkan komoditi pertanian dan perkebunan untuk diperdagangkan di pasar dunia dan tidak untuk keperluan domestik (Indonesia). Demikian pula, mereka hanya menyiapkan beberapa bahan mentah seperti kapas yang sangat dibutuhkan untuk keperluan industri tekstil kapitalis yang saat itu sedang berkembang di negeri Belanda, mengikuti perkembangan industri kapitalis di Eropa lainnya. Singkatnya, Indonesia hanya menjadi pelayan kerakusan kolonialis Belanda atas hasil-hasil perkebunan. Kemudian berkembang menjadi pelayan keserakahan akan bahan mentah dan tenaga kerja murah para kapitalis industri di Belanda dan Eropa pada umumnya, untuk kebutuhan perputaran roda industri mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan pendirian NHM (Nederlandsche Handels Maatschappij) pada tahun 1824, pemegang monopoli hak pengangkutan dan perdagangan hasil produksi di Jawa ke pasar dunia.
STP yang dimotori oleh Van de Bosch, adalah sistem ekonomi jajahan yang sangat menindas apabila diperiksa hubungan produksi dengan tenaga produktifnya. Dimulai dengan program mobilisasi tanah untuk keperluan perkebunan dan penanaman komoditas baru yang sangat laku di pasar Eropa. Para petani harus menyerahkan 1/5 dari tanahnya untuk tanaman wajib, termasuk tanah-tanah pusaka (tanah waris) harus diserahkan. Mereka diberi konpensasi dibebaskan dari pajak tanah. Demikian pula berdasarkan peraturan yang resmi penduduk pedesaan terkena kerja wajib (rodi) selama 66 hari setahun dengan mendapat plantloon (upah tanam). Akan tetapi kenyataannya jauh lebih menindas daripada hukumnya sendiri yang mengesahkan penindasan tersebut. Tanah yang diserahkan oleh petani pada kenyataannya tidaklah 1/5 melainkan 2/3 bahkan terkadang seluruhnya; bekerja wajib tidak 66 hari melainkan paling minimal tiga bulan dan tanpa dibayar. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal diatas perkebunan yang menyerupai kandang kambing, sehingga banyak yang mati karena menderita kelaparan dan terjangkit berbagai jenis penyakit. Sementara di sektor perkebunan, dikeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat menindas para buruh. Yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan pekerjaan sebelum habis kontrak.
Ditengah penindasan yang sangat kejam tersebut, pajak tanah tetap saja tidak diturunkan dan dihapuskan. Untuk membayar pajak tanah tersebut, kaum tani terpaksa harus menjual hasil panennya. Dan Jika harga hasil tanaman melebihi jumlah pajak yang harus dibayar kaum tani, kelebihannya tidak diserahkan pada kaum tani. Aibatnya, banyak rakyat yang mati kelaparan dan diserang penyakit hingga 7% dari total buruh tanu setiap tahunnya. Penduduk Kab. Demak dari 336 ribu menjadi 120 ribu orang dalam dua tahun. Di Grobongan dari 98 ribu jiwa menjadi 9 ribu, karena kelaparan.
Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu klas buruh yang lahir dari pembukaan perkebunan besar dan pabrik-pabrik manufaktur yang ada di jawa-sumatera-kalimantan-sulawesi. Dari hari ke hari klas buruh bertambah jumlah dan kualitasnya seiring dengan semakin banyaknya petani kehilangan tanah, kerja paksa dan rendahnya pendapatan dari hasil pertanian. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta api telah melahirkan buruh kereta api. Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya buruh-buruh pelabuhan, buruh angkut dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Dan inilah yang dinamakan dengan proletarisasi besar-besaran untuk kepentingan kolonial Belanda. Bedanya proletar yang tercipta, bukan dari hubungan produksi kapitalisme, tapi feodalisme Indonesia yang dimanfaatkan oleh kolonialisme Belanda. Ini ditandai dengan adanya penggunaan tuan tanah lokal dalam pelaksnaaan Sistem Tanam Paksa.
Sistem Tanam Paksa tidak dapat dilakukan secara efektif bila tidak didukung oleh kekuatan tuan tanah feodal. Residen, Wedana, asisten Wedana dan demang adalah ujung tombak pihak perkebunan dan pabrik gula dalam melakukan pemaksaan tanam dan kerja wajib. Mereka juga yang melakukan perampasan tanah-tanah rakyat untuk kebutuhan penanaman tebu dan pendirian pabrik gula. Sebagai birokrat jajahan mereka dibayar sangat mahal dengan menggunakan uang dan insentif yang jumlahnya mengalahkan gaji seorang menteri di Kerajaan Belanda. Sebagai gambaran, Residen memperoleh 15.000 gulden/tahun dengan tambahan persen 25.000 gulden/tahun.
Para Bupati mendapat 15.000 dan Wedana 1500. Sedangkan gaji menteri di Belanda hanya 15.000 gulden/tahun. Sementara keuntungan yang diperoleh oleh STP yang langsung menjadi bagian Pemerintah Kerajaan Belanda 725 juta Gulden pada tahun 1870, merupakan seperlima hingga sepertiga dari total pendapatan negara Belanda pada kala itu. Inilah sumber keuangan pokok yang digunakan untuk melunasi utang Kerajaan Belanda terhadap Perancis karena kalah perang. Dan menurunkan pajak di Belanda, subsidi pabrik tenun di Belanda, pembangunan perkeretaapian negara dan pembuatan bangunan pertahanan serta pembangunan pelabuhan Amsterdam dan aktifitas pelayaran lainnya untuk mendukung dan mempermudah perkembangan kapitalisme Belanda saat itu..
Penderitaan akibat penindasan dan penghisapan diluar batas kemanusiaan ini dijawab oleh para petani, buruh tani, kaum herediensten dengan pemberontakan, pemogokan dari bentuk yang paling damai hingga bentuk yang paling keras dan berdarah. Antara tahun 1810-1870 tercatat 19 kali huru hara akibat kerja paksa dan beban pajak yang melewati batas manusiawi. Di Jawa huru hara praktis tidak pernah berhenti. Antara tahun 1840 hingga tahun 1875 hanya enam tahun tidak terjadi kerusuhan. Perlawanan kebanyakan dipimpin oleh elit agama atau bangsawan yang penuh dendam. Perlawanan ditujukan pada orang kulit putih, yang asing dan kafir dan juga terhadap penguasa pribumi. Pada tahun bulan Juli 1882, terjadi pemogokan besar-besaran oleh kaum buruh di tiga kabupaten, Sleman, Bantul, dan Kalasan. Pemogokan melanda 30 buah pabrik dan perkebunan yang meliputi enam pabrik gula, delapan perkebunan tebu, 14 perkebunan nila dan dua perkebunan tembakau dengan melibatkan 10.000 orang pemogok yang berlansung selama tiga bulan.
Dalam pemogokan ini solidaritas antara berbagai sektoral telah terjadi, kaum buruh yang bekerja di pabrik, kaum herendiensten dan kaum tani pada umumnya. Tuntutan dan penyebab pemogokan hampir sama dengan tempat-tempat yang lain. Yaitu, beratnya beban kerja, banyaknya pekerjaan yang tidak dibayar padahal di luar kerja wajib, upah rendah di pabrik dan upah tanam yang rendah. Pada Bulan November 1885, pemberontakan serupa terjadi di Kawedanan Pulung, Kabupaten Ponorogo, karesidenan Madiun. Beratnya tanggungan pajak yang harus dipikul petani dari seharusnya hanya 6,1% dari penghasilan pada kenyataannya ditarik sebesar 16,1%.
Di Banten pada tahun 1888, akibat beratnya beban pajak dan kerja rodi meledak sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini ditujukan pada penguasa Belanda dan penguasa pribumi yang mendukung Belanda. Dalam huru hara tersebut delapan orang penguasa Belanda dan sembilan orang penguasa pribumi dibunuh. Sementara rakyat 30 orang mati, 200 lebih ditangkap, 11 diantaranya digantung di muka umum. Dan kurang lebih 90 orang dikenai kerja paksa bertahun-tahun, dan kurang lebih 90 orang dibuang. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi bersifat sangat lokalistik akan tetapi mengangkat isu yang hampir sama yaitu beratnya beban yang harus ditanggung oleh rakyat dalam STP.
Hal inilah yang kemudian dipahami dan dilaksanakan dengan sangat baik oleh Van De Bosch dalam memulai Sistem Tanam Paksa (1830-1870). Yaitu, menggabungkan antara usaha membangun perkebunan dan pertanian yang menanam tanaman komoditi yang sangat menguntungkan serta pabrik pengolahannya dengan administrasi yang modern, akan tetapi dalam mobilisasi tanah dan tenaga kerja adalah tanggung jawab para tuan tanah-tuan tanah yang memiliki pengaruh yang kuat hingga tingkat desa.
Akan tetapi yang harus diingat, bahwa Sistem Tanam Paksa tidaklah merencanakan apalagi berkehendak untuk membangun industri di Indonesia seperti perkembangan kapitalis industri yang sedang gencar di Eropa waktu itu. Mereka hanya membangun perkebunan besar yang diurus secara modern dengan komoditi-komoditi yang dibawa dari berbagai belahan dunia seperti kopi, teh, gula nila, tembakau, kayu manis dan kapas yang menjadi primadona dalam perdagangan dunia saat itu. Mereka hanya menyiapkan komoditi pertanian dan perkebunan untuk diperdagangkan di pasar dunia dan tidak untuk keperluan domestik (Indonesia). Demikian pula, mereka hanya menyiapkan beberapa bahan mentah seperti kapas yang sangat dibutuhkan untuk keperluan industri tekstil kapitalis yang saat itu sedang berkembang di negeri Belanda, mengikuti perkembangan industri kapitalis di Eropa lainnya. Singkatnya, Indonesia hanya menjadi pelayan kerakusan kolonialis Belanda atas hasil-hasil perkebunan. Kemudian berkembang menjadi pelayan keserakahan akan bahan mentah dan tenaga kerja murah para kapitalis industri di Belanda dan Eropa pada umumnya, untuk kebutuhan perputaran roda industri mereka. Hal ini dapat dibuktikan dengan pendirian NHM (Nederlandsche Handels Maatschappij) pada tahun 1824, pemegang monopoli hak pengangkutan dan perdagangan hasil produksi di Jawa ke pasar dunia.
STP yang dimotori oleh Van de Bosch, adalah sistem ekonomi jajahan yang sangat menindas apabila diperiksa hubungan produksi dengan tenaga produktifnya. Dimulai dengan program mobilisasi tanah untuk keperluan perkebunan dan penanaman komoditas baru yang sangat laku di pasar Eropa. Para petani harus menyerahkan 1/5 dari tanahnya untuk tanaman wajib, termasuk tanah-tanah pusaka (tanah waris) harus diserahkan. Mereka diberi konpensasi dibebaskan dari pajak tanah. Demikian pula berdasarkan peraturan yang resmi penduduk pedesaan terkena kerja wajib (rodi) selama 66 hari setahun dengan mendapat plantloon (upah tanam). Akan tetapi kenyataannya jauh lebih menindas daripada hukumnya sendiri yang mengesahkan penindasan tersebut. Tanah yang diserahkan oleh petani pada kenyataannya tidaklah 1/5 melainkan 2/3 bahkan terkadang seluruhnya; bekerja wajib tidak 66 hari melainkan paling minimal tiga bulan dan tanpa dibayar. Mereka hanya diberi makan dan tempat tinggal diatas perkebunan yang menyerupai kandang kambing, sehingga banyak yang mati karena menderita kelaparan dan terjangkit berbagai jenis penyakit. Sementara di sektor perkebunan, dikeluarkan apa yang disebut Poenale Sanctie, sebuah peraturan yang sangat menindas para buruh. Yaitu keharusan bagi pekerja untuk tidak meninggalkan pekerjaan sebelum habis kontrak.
Ditengah penindasan yang sangat kejam tersebut, pajak tanah tetap saja tidak diturunkan dan dihapuskan. Untuk membayar pajak tanah tersebut, kaum tani terpaksa harus menjual hasil panennya. Dan Jika harga hasil tanaman melebihi jumlah pajak yang harus dibayar kaum tani, kelebihannya tidak diserahkan pada kaum tani. Aibatnya, banyak rakyat yang mati kelaparan dan diserang penyakit hingga 7% dari total buruh tanu setiap tahunnya. Penduduk Kab. Demak dari 336 ribu menjadi 120 ribu orang dalam dua tahun. Di Grobongan dari 98 ribu jiwa menjadi 9 ribu, karena kelaparan.
Mobilisasi tenaga kerja besar-besaran dengan cara paksa ini telah melahirkan golongan baru dalam masyarakat Indonesia yaitu klas buruh yang lahir dari pembukaan perkebunan besar dan pabrik-pabrik manufaktur yang ada di jawa-sumatera-kalimantan-sulawesi. Dari hari ke hari klas buruh bertambah jumlah dan kualitasnya seiring dengan semakin banyaknya petani kehilangan tanah, kerja paksa dan rendahnya pendapatan dari hasil pertanian. Demikian pula dengan pembangunan tranportasi modern seperti kereta api telah melahirkan buruh kereta api. Berdirinya bengkel mesin telah melahirkan buruh bengkel, bertambahnya buruh-buruh pelabuhan, buruh angkut dan lain sebagainya. Hal ini sebenarnya telah berlangsung sejak zaman Daendels dan Raffles. Dan inilah yang dinamakan dengan proletarisasi besar-besaran untuk kepentingan kolonial Belanda. Bedanya proletar yang tercipta, bukan dari hubungan produksi kapitalisme, tapi feodalisme Indonesia yang dimanfaatkan oleh kolonialisme Belanda. Ini ditandai dengan adanya penggunaan tuan tanah lokal dalam pelaksnaaan Sistem Tanam Paksa.
Sistem Tanam Paksa tidak dapat dilakukan secara efektif bila tidak didukung oleh kekuatan tuan tanah feodal. Residen, Wedana, asisten Wedana dan demang adalah ujung tombak pihak perkebunan dan pabrik gula dalam melakukan pemaksaan tanam dan kerja wajib. Mereka juga yang melakukan perampasan tanah-tanah rakyat untuk kebutuhan penanaman tebu dan pendirian pabrik gula. Sebagai birokrat jajahan mereka dibayar sangat mahal dengan menggunakan uang dan insentif yang jumlahnya mengalahkan gaji seorang menteri di Kerajaan Belanda. Sebagai gambaran, Residen memperoleh 15.000 gulden/tahun dengan tambahan persen 25.000 gulden/tahun.
Para Bupati mendapat 15.000 dan Wedana 1500. Sedangkan gaji menteri di Belanda hanya 15.000 gulden/tahun. Sementara keuntungan yang diperoleh oleh STP yang langsung menjadi bagian Pemerintah Kerajaan Belanda 725 juta Gulden pada tahun 1870, merupakan seperlima hingga sepertiga dari total pendapatan negara Belanda pada kala itu. Inilah sumber keuangan pokok yang digunakan untuk melunasi utang Kerajaan Belanda terhadap Perancis karena kalah perang. Dan menurunkan pajak di Belanda, subsidi pabrik tenun di Belanda, pembangunan perkeretaapian negara dan pembuatan bangunan pertahanan serta pembangunan pelabuhan Amsterdam dan aktifitas pelayaran lainnya untuk mendukung dan mempermudah perkembangan kapitalisme Belanda saat itu..
Penderitaan akibat penindasan dan penghisapan diluar batas kemanusiaan ini dijawab oleh para petani, buruh tani, kaum herediensten dengan pemberontakan, pemogokan dari bentuk yang paling damai hingga bentuk yang paling keras dan berdarah. Antara tahun 1810-1870 tercatat 19 kali huru hara akibat kerja paksa dan beban pajak yang melewati batas manusiawi. Di Jawa huru hara praktis tidak pernah berhenti. Antara tahun 1840 hingga tahun 1875 hanya enam tahun tidak terjadi kerusuhan. Perlawanan kebanyakan dipimpin oleh elit agama atau bangsawan yang penuh dendam. Perlawanan ditujukan pada orang kulit putih, yang asing dan kafir dan juga terhadap penguasa pribumi. Pada tahun bulan Juli 1882, terjadi pemogokan besar-besaran oleh kaum buruh di tiga kabupaten, Sleman, Bantul, dan Kalasan. Pemogokan melanda 30 buah pabrik dan perkebunan yang meliputi enam pabrik gula, delapan perkebunan tebu, 14 perkebunan nila dan dua perkebunan tembakau dengan melibatkan 10.000 orang pemogok yang berlansung selama tiga bulan.
Dalam pemogokan ini solidaritas antara berbagai sektoral telah terjadi, kaum buruh yang bekerja di pabrik, kaum herendiensten dan kaum tani pada umumnya. Tuntutan dan penyebab pemogokan hampir sama dengan tempat-tempat yang lain. Yaitu, beratnya beban kerja, banyaknya pekerjaan yang tidak dibayar padahal di luar kerja wajib, upah rendah di pabrik dan upah tanam yang rendah. Pada Bulan November 1885, pemberontakan serupa terjadi di Kawedanan Pulung, Kabupaten Ponorogo, karesidenan Madiun. Beratnya tanggungan pajak yang harus dipikul petani dari seharusnya hanya 6,1% dari penghasilan pada kenyataannya ditarik sebesar 16,1%.
Di Banten pada tahun 1888, akibat beratnya beban pajak dan kerja rodi meledak sebuah pemberontakan. Pemberontakan ini ditujukan pada penguasa Belanda dan penguasa pribumi yang mendukung Belanda. Dalam huru hara tersebut delapan orang penguasa Belanda dan sembilan orang penguasa pribumi dibunuh. Sementara rakyat 30 orang mati, 200 lebih ditangkap, 11 diantaranya digantung di muka umum. Dan kurang lebih 90 orang dikenai kerja paksa bertahun-tahun, dan kurang lebih 90 orang dibuang. Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi bersifat sangat lokalistik akan tetapi mengangkat isu yang hampir sama yaitu beratnya beban yang harus ditanggung oleh rakyat dalam STP.
4. Rakyat Indonesia Pada Masa Jajahan Belanda dan Setengah-Feodal
Sesungguhnya peralihaan hubungan produksi setengah feodal dan jajahan dari feodal dan jajahan dibagi dua tahap. Tahap pertama Pada tahun 1870-1990 ini dikarenakan kapitalisme belum mencapai puncak menjadi imperialisme. Sedangkan tahap kedua yaitu jajahan dan feodal terjadi pada 1900-1945, yang dimana kapitalisme sudah mencapai titik puncaknya yaitu imperialisme dan mendominasi hubungan produksi feodalisme. Karena feodalisme sangat menguntungkan bagi pihak imperialisme sebagai penyuplai bahan mentah dan ini menjadi alasan pokok kenapa feodalisme di Indonesia hingga kini masih ada.
a) Fase 1870-1900
Sistem Tanam Paksa dinyatakan berakhir dan kemudian digantikan dengan dikeluarkan undang-undang agraria kolonial: Agrarische wet de Waal[i] (de Waal adalah menteri urusan jajahan saat itu). Akan tetapi, tidaklah benar bahwa sistem tanam paksa diakhiri karena perdebatan parlemen antara kaum liberal dengan kalangan konservatif, melainkan karena perlawanan dan pemberontakan rakyat yang telah meledakkan sekaligus menghancurkan keuntungan yang sedang dibangun, karena penindasan dan penghisapan diluar batas. Para kaum liberal tidak pernah peduli akan nasib penduduk jajahan. Hal ini terbukti ketika mereka mulai masuk ke Indonesia dan menguasai pabrik-pabrik gula, perkebunan dan pertanian pada umumnya, penindasan tidak berkurang akan tetapi justru semakin bertambah, karena semakin banyaknya para tuan tanah dan bangsawan pada umumnya yang direkrut menjadi bagian dari pemerintahan kolonial. Dan ini menjadi cikal bakal munculnya hubungan produksi setengah feodal yang melahirkan komprador dan kapitalis birokrat.
Politik Etis yang dikemudian hari dikenal sebagai politik “balas budi” pada prinsipnya adalah upaya untuk mengukuhkan kekuasaan politik mereka. Khususnya program pendidikan untuk kalangan priyayi bertujuan untuk mengefisienkan birokrasi, sementara irigasi pada dasarnya hanyalah untuk melayani kemajuan industri gula dan perkebunan pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan bahan mentah, sedangkan transmigrasi jelas hanya untuk mobilisasi tenaga kerja murah dengan cara membuka lahan baru untuk perkebunan.
b) Fase 1901-1945
Agrarische wet de Waal mulai dijalankan sejak tahun 1870 dengan azas Domeinverklaring yang isi pokoknya: “semua tanah yang tidak terbukti dimiliki dengan hak eigendom adalah kepunyaan negara”. Undang-undang ini pada hakekatnya adalah pengakuan terhadap hak milik perseorangan (eigendom) dengan memberikan sertifikat terhadap tanah garapan sebagai perlindungan hukum. Di sisi lain, tanah-tanah yang tidak digarap adalah tanah milik negara, dalam hal ini pemerintahan kolonial. Tanah inilah yang kemudian diberikan kepada para investor asing, dan juga mereka dijamin haknya untuk menyewa tanah-tanah milik penduduk sekaligus dapat menjadi buruhnya. Konsesi yang diberikan oleh pemerintah kolonial kepada para investor tersebut lagi-lagi telah mengakibatkan rakyat kehilangan tanah secara besar-besaran. Masuknya kapitalis selain belanda berarti menunjukkan bahwa kapitalisme sudah mencapai puncak tertinggi yaitu imperialisme.
Sementara perkembangan lainnya adalah berdirinya beberapa bank di tanah jajahan yang dipelopori oleh perubahan status NHM yang dulunya adalah perusahaan monopoli dagang dan jasa pengangkutan barang dagangan menjadi bank yang mendukung perluasan pabrik gula dan perkebunan komoditi lainnya. Dukungan kapitalis finance ini telah mengakibatkan semakin luasnya ranah usaha kaum kapitalis di Indonesia. Mereka mulai merambah pertambangan minyak, batu bara. Perusahaan pertambangan minyak seperti BPM milik Inggris dan Shell milik AS mulai melakukan eksplorasi demikian juga dengan pertambangan timah di Bangka-Belitung, yang sebenarnya sudah dimulai sejak VOC.
Akibat perampasan tanah secara besaran-besaran tersebut, dan seiring dengan semakin banyaknya industri-industri yang berdiri sebagai dampak dari masuknya investasi akibat dijalankannya kebijakan Agrarische Wet, telah mendorong lahirnya klas buruh sebagai klas baru dalam masyarakat Indonesia. Sementara pelaksanaan kebijakan politik etis sebagai bagian dari kebijakan Agrarische Wet, telah berpengaruh pada pembentukan klas borjuasi kecil perkotaan, seperti: produsen kecil, pedagang, kaum intelektual, pekerja merdeka (wartawan, pengacara, guru, dokter), pegawai rendah pemerintahan. Dengan demikian, klas buruh dan klas borjuis adalah klas baru dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, klas buruh dan klas borjuis dalam masyarakat Indonesia, tidak lahir dari revolusi borjuis tipe lama sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Eropa, peralihan dari masa feodalisme menuju kapitalisme. Ini dikarenakan hubungan produksi yang mendominasi adalah perpaduan dari feodalisme dan kolonialise Belanda yang juga memberikan kesempatan bagi kapitalis dari negara-negara lainnya seperti Inggris dan AS.
Sejak dijalankan sistem tanam paksa dan kebijakan Agrarische Wet, kedudukan Indonesia sebagai tanah jajahan adalah penyedia bahan baku atau mentah bagi kepentingan kolonial dan borjuis, sebagai pasar penjualan industri Eropa, sebagai sumber tenaga kerja murah, dan sasaran investasi negara-negara kapitalis lainnya. Penindasan yang sangat kejam tersebut, dijawab dengan perlawanan yang tiada putus-putusnya oleh kaum buruh, kaum tani dan beberapa kalangan terpelajar yang mulai terbit kesadarannya akan nasib rakyat yang tertindas. Organisasi rakyat yang modern mulai bermunculan di mana-mana. Mereka mulai mengorganisir diri untuk melawan para imperialis asing maupun kalangan pribumi sendiri yang menjadi antek mereka dalam mengeruk keuntungan atau nilai lebih. Akan tetapi organisasi rakyat yang terbentuk tidak selalu melawan kaum imperialis secara langsung akan tetapi terkadang mereka hadir hanya untuk menangani beberapa persoalan yang tengah dihadapi. Dalam perkembangannya, karena kesadaran anggota yang berada di tengah-tengah perderitaan rakyat yang terus bertambah dari hari ke hari pada akhirnya organisasi tersebut memilih jalan perjuangan melawan Imperialisme.
Patut diingat perubahan fase perpaduan antara feodalisme dengan kolonialisme menjadi hubungan setengah feodalisme dengan kolonialisme adalah mulai lahirnya klas-klas penguasa baru yaitu borjuasi komprador yang tadinya tuan tanah besar lokal dan memiliki hubungan sama dengan hal kapitalis birokrat (ass Residen wedana dsbnya) yaitu untuk memenuhi kepentingan imperialis dalam hal pemenuhan bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pasar.
Keterangan kawan-kawan dapat memperbaharui data-data yang terupdate baik secara kuantatif maupun kualitatif seperti, contoh ciri Imperialisme, monopoli tanah oleh Borjuasi Komprador dan Tuan Tanah Besar, kependudukan (sosial, ekonomi, ekologi, budaya, hukum dan pendidikan) dsbnya. Akan tetapi tidak bertentangan dengan perspektif dan garis politik organisasi.
a) Fase 1870-1900
Sistem Tanam Paksa dinyatakan berakhir dan kemudian digantikan dengan dikeluarkan undang-undang agraria kolonial: Agrarische wet de Waal[i] (de Waal adalah menteri urusan jajahan saat itu). Akan tetapi, tidaklah benar bahwa sistem tanam paksa diakhiri karena perdebatan parlemen antara kaum liberal dengan kalangan konservatif, melainkan karena perlawanan dan pemberontakan rakyat yang telah meledakkan sekaligus menghancurkan keuntungan yang sedang dibangun, karena penindasan dan penghisapan diluar batas. Para kaum liberal tidak pernah peduli akan nasib penduduk jajahan. Hal ini terbukti ketika mereka mulai masuk ke Indonesia dan menguasai pabrik-pabrik gula, perkebunan dan pertanian pada umumnya, penindasan tidak berkurang akan tetapi justru semakin bertambah, karena semakin banyaknya para tuan tanah dan bangsawan pada umumnya yang direkrut menjadi bagian dari pemerintahan kolonial. Dan ini menjadi cikal bakal munculnya hubungan produksi setengah feodal yang melahirkan komprador dan kapitalis birokrat.
Politik Etis yang dikemudian hari dikenal sebagai politik “balas budi” pada prinsipnya adalah upaya untuk mengukuhkan kekuasaan politik mereka. Khususnya program pendidikan untuk kalangan priyayi bertujuan untuk mengefisienkan birokrasi, sementara irigasi pada dasarnya hanyalah untuk melayani kemajuan industri gula dan perkebunan pada umumnya untuk memenuhi kebutuhan bahan mentah, sedangkan transmigrasi jelas hanya untuk mobilisasi tenaga kerja murah dengan cara membuka lahan baru untuk perkebunan.
b) Fase 1901-1945
Agrarische wet de Waal mulai dijalankan sejak tahun 1870 dengan azas Domeinverklaring yang isi pokoknya: “semua tanah yang tidak terbukti dimiliki dengan hak eigendom adalah kepunyaan negara”. Undang-undang ini pada hakekatnya adalah pengakuan terhadap hak milik perseorangan (eigendom) dengan memberikan sertifikat terhadap tanah garapan sebagai perlindungan hukum. Di sisi lain, tanah-tanah yang tidak digarap adalah tanah milik negara, dalam hal ini pemerintahan kolonial. Tanah inilah yang kemudian diberikan kepada para investor asing, dan juga mereka dijamin haknya untuk menyewa tanah-tanah milik penduduk sekaligus dapat menjadi buruhnya. Konsesi yang diberikan oleh pemerintah kolonial kepada para investor tersebut lagi-lagi telah mengakibatkan rakyat kehilangan tanah secara besar-besaran. Masuknya kapitalis selain belanda berarti menunjukkan bahwa kapitalisme sudah mencapai puncak tertinggi yaitu imperialisme.
Sementara perkembangan lainnya adalah berdirinya beberapa bank di tanah jajahan yang dipelopori oleh perubahan status NHM yang dulunya adalah perusahaan monopoli dagang dan jasa pengangkutan barang dagangan menjadi bank yang mendukung perluasan pabrik gula dan perkebunan komoditi lainnya. Dukungan kapitalis finance ini telah mengakibatkan semakin luasnya ranah usaha kaum kapitalis di Indonesia. Mereka mulai merambah pertambangan minyak, batu bara. Perusahaan pertambangan minyak seperti BPM milik Inggris dan Shell milik AS mulai melakukan eksplorasi demikian juga dengan pertambangan timah di Bangka-Belitung, yang sebenarnya sudah dimulai sejak VOC.
Akibat perampasan tanah secara besaran-besaran tersebut, dan seiring dengan semakin banyaknya industri-industri yang berdiri sebagai dampak dari masuknya investasi akibat dijalankannya kebijakan Agrarische Wet, telah mendorong lahirnya klas buruh sebagai klas baru dalam masyarakat Indonesia. Sementara pelaksanaan kebijakan politik etis sebagai bagian dari kebijakan Agrarische Wet, telah berpengaruh pada pembentukan klas borjuasi kecil perkotaan, seperti: produsen kecil, pedagang, kaum intelektual, pekerja merdeka (wartawan, pengacara, guru, dokter), pegawai rendah pemerintahan. Dengan demikian, klas buruh dan klas borjuis adalah klas baru dalam masyarakat Indonesia. Akan tetapi, klas buruh dan klas borjuis dalam masyarakat Indonesia, tidak lahir dari revolusi borjuis tipe lama sebagaimana yang terjadi pada masyarakat Eropa, peralihan dari masa feodalisme menuju kapitalisme. Ini dikarenakan hubungan produksi yang mendominasi adalah perpaduan dari feodalisme dan kolonialise Belanda yang juga memberikan kesempatan bagi kapitalis dari negara-negara lainnya seperti Inggris dan AS.
Sejak dijalankan sistem tanam paksa dan kebijakan Agrarische Wet, kedudukan Indonesia sebagai tanah jajahan adalah penyedia bahan baku atau mentah bagi kepentingan kolonial dan borjuis, sebagai pasar penjualan industri Eropa, sebagai sumber tenaga kerja murah, dan sasaran investasi negara-negara kapitalis lainnya. Penindasan yang sangat kejam tersebut, dijawab dengan perlawanan yang tiada putus-putusnya oleh kaum buruh, kaum tani dan beberapa kalangan terpelajar yang mulai terbit kesadarannya akan nasib rakyat yang tertindas. Organisasi rakyat yang modern mulai bermunculan di mana-mana. Mereka mulai mengorganisir diri untuk melawan para imperialis asing maupun kalangan pribumi sendiri yang menjadi antek mereka dalam mengeruk keuntungan atau nilai lebih. Akan tetapi organisasi rakyat yang terbentuk tidak selalu melawan kaum imperialis secara langsung akan tetapi terkadang mereka hadir hanya untuk menangani beberapa persoalan yang tengah dihadapi. Dalam perkembangannya, karena kesadaran anggota yang berada di tengah-tengah perderitaan rakyat yang terus bertambah dari hari ke hari pada akhirnya organisasi tersebut memilih jalan perjuangan melawan Imperialisme.
Patut diingat perubahan fase perpaduan antara feodalisme dengan kolonialisme menjadi hubungan setengah feodalisme dengan kolonialisme adalah mulai lahirnya klas-klas penguasa baru yaitu borjuasi komprador yang tadinya tuan tanah besar lokal dan memiliki hubungan sama dengan hal kapitalis birokrat (ass Residen wedana dsbnya) yaitu untuk memenuhi kepentingan imperialis dalam hal pemenuhan bahan mentah, tenaga kerja murah, dan pasar.
Keterangan kawan-kawan dapat memperbaharui data-data yang terupdate baik secara kuantatif maupun kualitatif seperti, contoh ciri Imperialisme, monopoli tanah oleh Borjuasi Komprador dan Tuan Tanah Besar, kependudukan (sosial, ekonomi, ekologi, budaya, hukum dan pendidikan) dsbnya. Akan tetapi tidak bertentangan dengan perspektif dan garis politik organisasi.
5. Rakyat Indonesia Pada Masa Setengah Jajahan & Setengah Feodal(1949– sekarang)
Revolusi Borjuis[i] Agustus 1945 adalah puncak dari pergolakan yang membakar kesadaran massa rakyat sejak awal abad ke-17, dan pergolakan yang paling massif sejak awal abad 20. Rakyat Indonesia berhasil mengusir penjajahan langsung atau menghancurkan pemerintahan jajahan yang ada di Indonesia. Akan tetapi gagal membebaskan diri sepenuhnya dari cengkeraman Imperialis, karena masih bercokolnya kekuatan-kekuatan ekonomi dan politik mereka di Indonesia, terutama melalui komprador-kompradornya di dalam negeri.
Indonesia resmi menjadi negara Setengah Jajahan melalui kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 yang ditandatangai oleh Hatta dan Sjahrir. Melalui KMB tersebut, imperialisme menemukan klik reaksioner dalam negeri yang memberikan banyak keuntungan secara ekonomi, politik dan kemiliteran bagi imperialisme serta menimbulkan kerugian di pihak rakyat Indonesia. Secara ekonomi, perjanjian KMB telah memberikan jaminan terhadap keberlangsungan kepentingan-kepentingan imperialisme di Indonesia, terutama dari upaya-upaya nasionalisasi. Secara politik, perjanjian KMB telah menempatkan Indonesia sebagai anggota negara persemakmuran di bawah kaki imperialisme Belanda. Demikian pula secara kemiliteran, imperialisme mendapatkan keuntungan karena tidak harus berhadap-hadapan secara langsung dengan kekuatan bersenjata rakyat yang akan memakan biaya dan menimbulkan kerugian besar di pihak mereka. Dominasi imperialis di Indonesia melahirkan klas borjuis besar komparador, klas borjuis perpanjangan tangan yang dengan setia melayani kepentingan imperialis.
Demikian pula Revolusi Agustus 1945 gagal menghancurkan kekuatan feodalisme. Justeru feodalisme lah yang menjadi basis sosial bagi imperialis agar bisa mempertahankan syarat-syarat hidupnya yaitu tersedianya bahan mentah untuk industri mereka.
Persekutuan antara imperialisme dan feodalisme telah melahirkan pemerintahan diktator bersama, klas borjuis komparador yang juga tuan tanah besar yang sedang setia melayani kepentingan imperialisme. Soeharto adalah rejim pertama yang menjadi pemerintahan diktator bersama antara klas borjuis besar komparador dan tuan tanah besar lainnya. Dan pasca rezim Soeharto pun, sistem setengah feodal dan setengah jajahan masih berlangsung.
Sebagai negara setengah jajahan dan setengah feodal, Indonesia memiliki kedudukan sebagai penyedia kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja murah bagi kepentingan industri imperialisme, sebagai sasaran proyek investasi raksasa imperialis, dan sebagai pasar bagi hasil produksi imperialis. Dan patut diingat pula, lahirnya perpaduan hubungan produksi setengah jajahan dan setengah feodal, ditandai adanya rezim boneka yang menjamin keberlasungan pasokan bahan mentah, tenaga kerja murah dan pasar pada suatu negara setengah jajahan seperti hal Indonesia.
Indonesia resmi menjadi negara Setengah Jajahan melalui kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949 yang ditandatangai oleh Hatta dan Sjahrir. Melalui KMB tersebut, imperialisme menemukan klik reaksioner dalam negeri yang memberikan banyak keuntungan secara ekonomi, politik dan kemiliteran bagi imperialisme serta menimbulkan kerugian di pihak rakyat Indonesia. Secara ekonomi, perjanjian KMB telah memberikan jaminan terhadap keberlangsungan kepentingan-kepentingan imperialisme di Indonesia, terutama dari upaya-upaya nasionalisasi. Secara politik, perjanjian KMB telah menempatkan Indonesia sebagai anggota negara persemakmuran di bawah kaki imperialisme Belanda. Demikian pula secara kemiliteran, imperialisme mendapatkan keuntungan karena tidak harus berhadap-hadapan secara langsung dengan kekuatan bersenjata rakyat yang akan memakan biaya dan menimbulkan kerugian besar di pihak mereka. Dominasi imperialis di Indonesia melahirkan klas borjuis besar komparador, klas borjuis perpanjangan tangan yang dengan setia melayani kepentingan imperialis.
Demikian pula Revolusi Agustus 1945 gagal menghancurkan kekuatan feodalisme. Justeru feodalisme lah yang menjadi basis sosial bagi imperialis agar bisa mempertahankan syarat-syarat hidupnya yaitu tersedianya bahan mentah untuk industri mereka.
Persekutuan antara imperialisme dan feodalisme telah melahirkan pemerintahan diktator bersama, klas borjuis komparador yang juga tuan tanah besar yang sedang setia melayani kepentingan imperialisme. Soeharto adalah rejim pertama yang menjadi pemerintahan diktator bersama antara klas borjuis besar komparador dan tuan tanah besar lainnya. Dan pasca rezim Soeharto pun, sistem setengah feodal dan setengah jajahan masih berlangsung.
Sebagai negara setengah jajahan dan setengah feodal, Indonesia memiliki kedudukan sebagai penyedia kebutuhan bahan baku dan tenaga kerja murah bagi kepentingan industri imperialisme, sebagai sasaran proyek investasi raksasa imperialis, dan sebagai pasar bagi hasil produksi imperialis. Dan patut diingat pula, lahirnya perpaduan hubungan produksi setengah jajahan dan setengah feodal, ditandai adanya rezim boneka yang menjamin keberlasungan pasokan bahan mentah, tenaga kerja murah dan pasar pada suatu negara setengah jajahan seperti hal Indonesia.
III. Problem Umum Rakyat Indonesia dan Penyebabnya
Penindasan dalam sistem setengah jajahan dan setengah feodal telah menjerumuskan rakyat dalam kemerosotan hidup yang sangat dalam. Menurut data Badan Pusat Statistik, di tahun 2009 jumlah rakyat miskin di Indonesia mencapai 14,2% atau 32,5 juta jiwa. Bahkan jika mengacu pada garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia/World Bank standar hidup sebesar US$ 2 perhari maka 50% rakyat Indonesia berada dalam kategori miskin. Jumlah ini tentu akan terus bertambah seiring dengan terjadinya PHK massal dan melambung tinggi seluruh kebutuhan hidup rakyat, sementara di satu sisi, pendapatan rakyat tidak pernah meningkat.
Klas buruh Indonesia merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang paling merasakan dampak akibat krisis imperialisme yang terjadi. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk menyelamatkan imperialisme dan kaki tangannya dari krisis yang dialaminya, sebaliknya menjadikan klas buruh sebagai tumbalnya. Misalnya saja, dengan dikeluarkannya SKB 4 Menteri Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global, para pengusaha mendapatkan legitimasi untuk tidak membayar upah buruh dan menambahkan jam kerja yang melebihi jam kerja yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hal ini ditujukan untuk menghindari PHK Massal akibat krisis yang terjadi. Akan tetapi kenyataannya, PHK tetap saja berlangsung di Indonesia. Terhitung sejak Maret 2008 sampai Maret 2009, sebanyak 240,000 orang buruh harus terkena PHK. Parahnya, PHK ini terjadi disektor-sektor usaha yang penting dan padat karya, seperti ; tekstil dan garmen 100.000 orang, sepatu 14.000 orang, mobil dan komponen 40.000 orang, konstruksi 30.000 orang, kelapa sawit 50.000 orang dan (pulp and paper ) sebanyak 3.500 orang. Jumlah angka PHK yang dirilis oleh KADIN mencapai angka lebih dari 500.000 orang. Bahkan KADIN memperkirakan angka ini akan bergerak hingga 1,6 juta pekerja sampai akhir tahun 2009.
Untuk meningkatkan akumulasi keuntungan, imperialisme melakukan berbagai cara termasuk dengan menekan senimin mungkin biaya produksi yang harus dikeluarkan. Hal ini dilakukan dengan tidak memberikan jaminan kesejahteraan hidup klas buruh melalui sistem kerja kontrak dan outsourcing, serta tidak adanya jaminan sosial (kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja yang buruk).
Persoalan yang sama juga dialami oleh Buruh Migran Indonesia yang ditindas oleh biaya berlebih penempatan tenaga kerja (overcharging). Disatu sisi, tidak ada jaminan perlindungan hukum sama sekali yang diberikan pemerintah sehingga sering kita mendengar tentang Buruh Migran Indonesia yang mendapatkan penganiayaan, bahkan hingga meninggal dunia.
Demikian halnya yang dirasakan oleh kaum tani Indonesia yang berjumlah 65% dari total penduduk Indonesia. Lebih dari 50% kaum tani menggantungkan hidupnya pada luas lahan yang kurang dari 0,5 Ha dengan penghasilan kurang dari Rp. 5.000/hari untuk satu rumah tangga pertanian. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketimpangan penguasaan lahan pertanian. Jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan, dari 9 perusahaan perkebunan, menguasasi lahan seluas 7,9 juta Ha, sementara jumlah luas lahan yang telah diberikan ijin seluas 9,7 juta Ha, dan masih ada 18 juta Ha yang akan diberikan ijin pengelolahannya.
Sementara itu, ancaman perampasan tanah petani yang disertai dengan kekerasan, semakin meningkat. Misalnya saja, tragedi berdarah 18 September 2005 di Tanak Awu-Lombok Tengah. Tragedi Rumpin-Bogor pada Bulan Januari 2007 dan Karang sari-Garut, dimana akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI, PTPN serta pemerintah daerah setempat yang menyebabkan rusaknya lahan garapan warga serta korban penembakan, intimidasi dan penculikan terhadap beberapa tokoh masyarakat dan aktivis tani. Penangkapan terhadap sekitar 27 kaum tani di Kali Baru-Banyuwangi, penangkapan 50 kaum tani di Kalijajar-Wonosobo, hingga tindak kekerasan secara membabi buta yang dilakukan oleh TNI AL di Alas Tlogo-Pasuruan, yang menyebabkan meninggalnya 5 orang kaum tani. Dan yang baru-baru terjadi adalah perampasan tanah dengan kekerasan dan penembakan yang melibatkan aparat PTPN XIV dan kepolisian di Takalar pada 9 Agustus 2009 yang mengakibatkan 7 orang petani tertembak dan 9 lainnya di tangkap. Juga konflik agraria di Tapanuli Tengah yang menyebabkan 10 petani di tangkap, sementara yang lainnya terluka akibat tindak kekerasan aparat Tapanuli Tengah.
Disektor pendidikan, pemerintah semakin melegalkan terjadinya komersialisasi atas pendidikan walaupun dibatalkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan akan ada Perpu yang menggantikan UU BHP yang hakikat Perpu itu adalah sama yaitu menyebabkan biaya pendidikan semakin melambung tinggi sehingga rakyat semakin kehilangan haknya atas pendidikan. Akibatnya 9,7 juta rakyat Indonesia yang masih terbelenggu buta huruf. Disatu sisi, tidak jaminan yang diberikan pemerintah bagi lulusan pendidikan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak sehingga berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran terbuka yang telah mencapai 8,1 % atau 9,25 Juta dari angkatan kerja dengan distribusi pekerja 60,5 % adalah pekerja Informal seperti tukang ojek, asongan, buruh lepas dan pedagang kecil. Sebanyak 52,65 persen tenaga kerja yang ada di Indonesia berpendidikan SD ke bawah, karena dunia kerja banyak yang hanya membutuhkan skill kerja yang rendah. Pengangguran terdidik di Indonesia berjumlah 961.000 hingga Agustus 2008 yang terbagi atas 598.000 penganggur Sarjana dan 362.000 penganggur Diploma. Februari 2008 lalu bahkan mencapai 1.146 juta jiwa.
Dengan kondisi BOS yang tidak terserap sesuai ketentuan, gedung sekolah yang menjadi tempat belajar sebagian besar rusak, terutama di daerah-daerah terpencil. Dari total ruang kelas di SD hampir 50% dari 891.594 ruang kelas masuk kategori rusak ringan dan berat. Situasi ini juga tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Pada 2008, menurut Depdiknas, baru 32% SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di SMP baru 63,3%.
Penindasan yang sama tidak sebatas dialami peserta didik, tetapi juga oleh para tenaga pengajar dan pendidik (guru dan dosen). Kualitas guru yang tidak layak mengajar, dilihat dari segi kualifikasi pendidikan maupun profesionalisme, sebagian besar terjadi pada guru di tingkat TK-SD. Tahun lalu tercatat sekitar 88% guru TK tak layak dan di tingkat SD sekitar 77, 85%. Dari 2,7 juta guru yang ada di Indonesia, baru 350.000 yang mendapatkan tunjangan dan sertifikasi. Budaya riset dan menulis penelitian bagi guru yang sudah disertifikasi selesai begitu saja setelah sertifikasi didapatkan dan tidak menjadi bagian dari kegiatan hariannya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, total dosen yang ada di Indonesia adalah 240.000 orang. 120.000 orang merupakan dosen tetap di Indonesia, 50,65 % atau sekitar 60.000 di antaranya belum berpendidikan S2.
Di sektor kesehatan, pemerintah pun juga terkesan tidak peduli dengan nasib kesehatan rakyatnya. Dari APBN 2009 yang angkanya mencapai lebih dari 1,000 trilliun, sektor kesehatan hanya mendapatkan jatah sekitar 2,8 %. Angka ini jauh dari standar yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia yang seharusnya mencapai angka 15 %. Akibatnya rakyat semakin kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Meskipun pemerintah coba menerbitkan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu, namun dalam kenyataan dilapangan sering kita mendengar dan melihat secara langsung masyarakat kurang mampu yang ditolak oleh pihak rumah sakit karena dianggap tidak mampu membayar jaminan ataupun biaya perawatan yang telah ditetapkan rumah sakit.
Angka pertumbuhan ekonomi yang bergerak diangka 4,3 % pada tahun 2009 tentu tidak akan pernah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembukaan lapangan pekerjaan baru di Indonesia. Sebaliknya, laju inflasi yang selalu diatas angka 6 persen akan memberikan implikasi nyata terhadap perampasan upah buruh dan kaum pekerja lainnya. Penetapan kenaikan upah buruh oleh pemerintah yang dilakukan setiap tahunnya juga tanpa pernah mau memperhatikan laju inflasi ini.
Ditengaj krisis umum imperialisme yang sedang terjadi, bukannya menjawab persoalan rakyat Indonesia, pemerintah justeru mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menyelamatkan asset milik imperialisme dan kaki tangannya dari kehancuran akibat krisis tersebut. Misalnya saja program bail out dan buy back terhadap saham-saham beberapa perusahaan milik borjuis komparador yang terancam bangkrut, seperti yang terjadi pada kasus dana bail out Bank Century yang menghabiskan anggaran sebesar 6,7 trilliun. Kondisi ini sama ketika krisis yang dihadapi pada tahun 1997 yang mana BLBI kemudian dikorup oleh para borjuis komparador dan kapitalis birokrat. Keberadaan KPK dan berbagai institusi penegakkan hokum lainnya, hanya akan menjadi pajangan yang mampu mengatasi kasus-kasus korupsi dalam skala kecil, sebab korupsi sudah merupakan watak dasar dari kapitalis birokrat.
Seperti tidak peduli sama sekali dengan penderitaan rakyat, pada bulan Desember 2009 para menteri dan pejabat tinggi menerima bonus mobil mewah seharga Rp 1,3 miliar, jika pejabat yang menerima sebanyak 150 orang maka uang yang dikeluarkan untuk membeli mobil dinas tersebut lebih dari Rp 195 milliar.
Klas buruh Indonesia merupakan bagian dari rakyat Indonesia yang paling merasakan dampak akibat krisis imperialisme yang terjadi. Berbagai kebijakan dikeluarkan untuk menyelamatkan imperialisme dan kaki tangannya dari krisis yang dialaminya, sebaliknya menjadikan klas buruh sebagai tumbalnya. Misalnya saja, dengan dikeluarkannya SKB 4 Menteri Tentang Pemeliharaan Momentum Pertumbuhan Ekonomi Nasional Dalam Mengantisipasi Perkembangan Perekonomian Global, para pengusaha mendapatkan legitimasi untuk tidak membayar upah buruh dan menambahkan jam kerja yang melebihi jam kerja yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan. Hal ini ditujukan untuk menghindari PHK Massal akibat krisis yang terjadi. Akan tetapi kenyataannya, PHK tetap saja berlangsung di Indonesia. Terhitung sejak Maret 2008 sampai Maret 2009, sebanyak 240,000 orang buruh harus terkena PHK. Parahnya, PHK ini terjadi disektor-sektor usaha yang penting dan padat karya, seperti ; tekstil dan garmen 100.000 orang, sepatu 14.000 orang, mobil dan komponen 40.000 orang, konstruksi 30.000 orang, kelapa sawit 50.000 orang dan (pulp and paper ) sebanyak 3.500 orang. Jumlah angka PHK yang dirilis oleh KADIN mencapai angka lebih dari 500.000 orang. Bahkan KADIN memperkirakan angka ini akan bergerak hingga 1,6 juta pekerja sampai akhir tahun 2009.
Untuk meningkatkan akumulasi keuntungan, imperialisme melakukan berbagai cara termasuk dengan menekan senimin mungkin biaya produksi yang harus dikeluarkan. Hal ini dilakukan dengan tidak memberikan jaminan kesejahteraan hidup klas buruh melalui sistem kerja kontrak dan outsourcing, serta tidak adanya jaminan sosial (kesehatan, keamanan, dan keselamatan kerja yang buruk).
Persoalan yang sama juga dialami oleh Buruh Migran Indonesia yang ditindas oleh biaya berlebih penempatan tenaga kerja (overcharging). Disatu sisi, tidak ada jaminan perlindungan hukum sama sekali yang diberikan pemerintah sehingga sering kita mendengar tentang Buruh Migran Indonesia yang mendapatkan penganiayaan, bahkan hingga meninggal dunia.
Demikian halnya yang dirasakan oleh kaum tani Indonesia yang berjumlah 65% dari total penduduk Indonesia. Lebih dari 50% kaum tani menggantungkan hidupnya pada luas lahan yang kurang dari 0,5 Ha dengan penghasilan kurang dari Rp. 5.000/hari untuk satu rumah tangga pertanian. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketimpangan penguasaan lahan pertanian. Jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan, dari 9 perusahaan perkebunan, menguasasi lahan seluas 7,9 juta Ha, sementara jumlah luas lahan yang telah diberikan ijin seluas 9,7 juta Ha, dan masih ada 18 juta Ha yang akan diberikan ijin pengelolahannya.
Sementara itu, ancaman perampasan tanah petani yang disertai dengan kekerasan, semakin meningkat. Misalnya saja, tragedi berdarah 18 September 2005 di Tanak Awu-Lombok Tengah. Tragedi Rumpin-Bogor pada Bulan Januari 2007 dan Karang sari-Garut, dimana akibat tindak kekerasan yang dilakukan oleh TNI, PTPN serta pemerintah daerah setempat yang menyebabkan rusaknya lahan garapan warga serta korban penembakan, intimidasi dan penculikan terhadap beberapa tokoh masyarakat dan aktivis tani. Penangkapan terhadap sekitar 27 kaum tani di Kali Baru-Banyuwangi, penangkapan 50 kaum tani di Kalijajar-Wonosobo, hingga tindak kekerasan secara membabi buta yang dilakukan oleh TNI AL di Alas Tlogo-Pasuruan, yang menyebabkan meninggalnya 5 orang kaum tani. Dan yang baru-baru terjadi adalah perampasan tanah dengan kekerasan dan penembakan yang melibatkan aparat PTPN XIV dan kepolisian di Takalar pada 9 Agustus 2009 yang mengakibatkan 7 orang petani tertembak dan 9 lainnya di tangkap. Juga konflik agraria di Tapanuli Tengah yang menyebabkan 10 petani di tangkap, sementara yang lainnya terluka akibat tindak kekerasan aparat Tapanuli Tengah.
Disektor pendidikan, pemerintah semakin melegalkan terjadinya komersialisasi atas pendidikan walaupun dibatalkan Undang-Undang No. 9 Tahun 2009 Tentang Badan Hukum Pendidikan akan ada Perpu yang menggantikan UU BHP yang hakikat Perpu itu adalah sama yaitu menyebabkan biaya pendidikan semakin melambung tinggi sehingga rakyat semakin kehilangan haknya atas pendidikan. Akibatnya 9,7 juta rakyat Indonesia yang masih terbelenggu buta huruf. Disatu sisi, tidak jaminan yang diberikan pemerintah bagi lulusan pendidikan untuk mendapatkan lapangan pekerjaan yang layak sehingga berdampak pada semakin meningkatnya angka pengangguran terbuka yang telah mencapai 8,1 % atau 9,25 Juta dari angkatan kerja dengan distribusi pekerja 60,5 % adalah pekerja Informal seperti tukang ojek, asongan, buruh lepas dan pedagang kecil. Sebanyak 52,65 persen tenaga kerja yang ada di Indonesia berpendidikan SD ke bawah, karena dunia kerja banyak yang hanya membutuhkan skill kerja yang rendah. Pengangguran terdidik di Indonesia berjumlah 961.000 hingga Agustus 2008 yang terbagi atas 598.000 penganggur Sarjana dan 362.000 penganggur Diploma. Februari 2008 lalu bahkan mencapai 1.146 juta jiwa.
Dengan kondisi BOS yang tidak terserap sesuai ketentuan, gedung sekolah yang menjadi tempat belajar sebagian besar rusak, terutama di daerah-daerah terpencil. Dari total ruang kelas di SD hampir 50% dari 891.594 ruang kelas masuk kategori rusak ringan dan berat. Situasi ini juga tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Pada 2008, menurut Depdiknas, baru 32% SD yang memiliki perpustakaan, sedangkan di SMP baru 63,3%.
Penindasan yang sama tidak sebatas dialami peserta didik, tetapi juga oleh para tenaga pengajar dan pendidik (guru dan dosen). Kualitas guru yang tidak layak mengajar, dilihat dari segi kualifikasi pendidikan maupun profesionalisme, sebagian besar terjadi pada guru di tingkat TK-SD. Tahun lalu tercatat sekitar 88% guru TK tak layak dan di tingkat SD sekitar 77, 85%. Dari 2,7 juta guru yang ada di Indonesia, baru 350.000 yang mendapatkan tunjangan dan sertifikasi. Budaya riset dan menulis penelitian bagi guru yang sudah disertifikasi selesai begitu saja setelah sertifikasi didapatkan dan tidak menjadi bagian dari kegiatan hariannya untuk memajukan ilmu pengetahuan. Sedangkan di tingkat perguruan tinggi, total dosen yang ada di Indonesia adalah 240.000 orang. 120.000 orang merupakan dosen tetap di Indonesia, 50,65 % atau sekitar 60.000 di antaranya belum berpendidikan S2.
Di sektor kesehatan, pemerintah pun juga terkesan tidak peduli dengan nasib kesehatan rakyatnya. Dari APBN 2009 yang angkanya mencapai lebih dari 1,000 trilliun, sektor kesehatan hanya mendapatkan jatah sekitar 2,8 %. Angka ini jauh dari standar yang ditetapkan oleh organisasi kesehatan dunia yang seharusnya mencapai angka 15 %. Akibatnya rakyat semakin kehilangan akses untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu. Meskipun pemerintah coba menerbitkan pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat yang kurang mampu, namun dalam kenyataan dilapangan sering kita mendengar dan melihat secara langsung masyarakat kurang mampu yang ditolak oleh pihak rumah sakit karena dianggap tidak mampu membayar jaminan ataupun biaya perawatan yang telah ditetapkan rumah sakit.
Angka pertumbuhan ekonomi yang bergerak diangka 4,3 % pada tahun 2009 tentu tidak akan pernah mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap pembukaan lapangan pekerjaan baru di Indonesia. Sebaliknya, laju inflasi yang selalu diatas angka 6 persen akan memberikan implikasi nyata terhadap perampasan upah buruh dan kaum pekerja lainnya. Penetapan kenaikan upah buruh oleh pemerintah yang dilakukan setiap tahunnya juga tanpa pernah mau memperhatikan laju inflasi ini.
Ditengaj krisis umum imperialisme yang sedang terjadi, bukannya menjawab persoalan rakyat Indonesia, pemerintah justeru mengeluarkan berbagai kebijakan untuk menyelamatkan asset milik imperialisme dan kaki tangannya dari kehancuran akibat krisis tersebut. Misalnya saja program bail out dan buy back terhadap saham-saham beberapa perusahaan milik borjuis komparador yang terancam bangkrut, seperti yang terjadi pada kasus dana bail out Bank Century yang menghabiskan anggaran sebesar 6,7 trilliun. Kondisi ini sama ketika krisis yang dihadapi pada tahun 1997 yang mana BLBI kemudian dikorup oleh para borjuis komparador dan kapitalis birokrat. Keberadaan KPK dan berbagai institusi penegakkan hokum lainnya, hanya akan menjadi pajangan yang mampu mengatasi kasus-kasus korupsi dalam skala kecil, sebab korupsi sudah merupakan watak dasar dari kapitalis birokrat.
Seperti tidak peduli sama sekali dengan penderitaan rakyat, pada bulan Desember 2009 para menteri dan pejabat tinggi menerima bonus mobil mewah seharga Rp 1,3 miliar, jika pejabat yang menerima sebanyak 150 orang maka uang yang dikeluarkan untuk membeli mobil dinas tersebut lebih dari Rp 195 milliar.
IV. Siapa Musuh Rakyat dan Siapa Sahabat Rakyat
Setelah memahami karakter masyarakat Indonesia, maka tugas kita adalah melakukan perjuangan untuk melahirkan perubahan sosial yang lebih baik. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami siapa musuh (sasaran) dan siapa kawan yang harus dilibatkan dalam perjuangan demokratis nasional. Berikut adalah penjelasannya.
A. Tiga Musuh Besar Rakyat Indonesia.
Dari penjelasan tentang karakter Indonesia sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal, maka dapat disimpulkan bahwa ada 3 (tiga) musuh rakyat Indonesia yang menyebabkan kemorosotan hidup yang sangat dalam dari rakyat Indonesia. Tiga musuh tersebut adalah :
1. Imperialisme Pimpinan Amerika Serikat (AS)
Imperialisme AS saat ini menjadi kekuatan kapitalisme monopoli Internasional yang paling kuat dan memegang peranan memimpin di antara kekuatan-kekuatan imperialisme dunia yang lain seperti Inggris, Jerman, Jepang dan Cina. Kekuatan ekonomi politik imperialisme AS menjadi segi yang berdominasi di dunia melalui lembaga-lembaga multinasional yang dikendalikan oleh AS seperti International Monetery Fund (IMF), World Bank, World Trade Organization (WTO) dan Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB). Kelembagaan dunia tersebut menjadi instrumen bagi AS untuk memaksakan kebijakan-kebijakan ekonomi politik imperialisme kepada negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan. Seperti misalnya IMF bertindak sebagai lembaga keuangan yang memastikan skema penyesuaian struktur ekonomi politik berdasarkan kepentingan AS melalui mekanisme hutang luar negeri yang menjerat. Sementara WTO adalah organisasi perdagangan dunia yang bertugas menjamin pelaksanaan liberalisasi perdagangan yang akan lebih menguntungkan bagi negeri imperialis khususnya AS. Demikian juga PBB menjadi organisasi internasional yang setiap waktu dapat digunakan oleh imperialis AS untuk mengesahkan kebijakan-kebijakannya, seperti yang baru-baru ini terjadi ketika AS melakukan agresi imperialisnya ke Irak.
Imperialisme AS adalah musuh utama bagi seluruh bangsa khususnya di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan. Sejarah mencatat bagaimana imperialisme AS mendukung klas-klas reaksioner lokal di berbagai belahan dunia untuk melakukan penindasan terhadap massa rakyat di negeri-negeri tersebut. Dan itu terbukti misalnya dengan dukungan AS terhadap rezim anti rakyat di benua Asia seperti rezim Indonesia, Philipina, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Nepal, dan Paskitan. Demikian juga di benua Afrika seperti di Kongo, Mozambik, Chad, Guinea Khatulistiwa, Sudan, Camerun, Republik Demokratik Kongo, dan Zaire. Sementara di Amerika Latin seperti di Argentina, Meksiko, Chili, Peru, Urugay, Kolombia, Puertorico, Bolivia, Honduras, Elsalvador. Dan memiliki pengaruh kuat terhadap beberapa rezim reaksioner di negara-negara lainnya. Negara-negara di kawasan Eropa Timur yang telah runtuh dan menempuh jalan revisionis modern, hari ini juga tunduk pada kekuatan Amerika Serikat serta menjadi anggota NATO.
Amerika Serikat terlibat dalam pembangunan komplek industri militer di negaranya sendiri dan di berbagai negara. Melakukan ekspor peralatan militer dengan teknologi tinggi ke seluruh dunia. Amerika adalah pemimpin pasar dalam seluk beluk industri persenjataan. Komplek industri militer adalah komponen utama politik luar negeri Amerika dalam melakukan agresi imperialisnya. Di samping itu Amerika membangun pangkalan militer di hampir seluruh negara jajahan, setengah jajahan dan sekutu imperialisnya sejak berakhirnya perang dunia kedua. Dengan politik “Pintu Terbuka” untuk membendung perkembangan kemerdekaan nasional di berbagai belahan dunia dan mencegah perjuangan pembebasan nasional di berbagai negara jajahan dan melakukan politik konfrontasi dengan kubu Sovyet di bawah pimpinan Joseph Stalin. Sekarang setelah keruntuhan rezim revisionis modern dibekas kubu sosialis mereka menampilkan politik konfrontasi perang agresi dengan dalih perang anti terorisme. Ini akibat dari krisis kapitalisme monopoli yang ada di dalam negeri Amerika Serikat dan kapitalisme monopoli dunia akibat over produksi barang-barang manufaktur berteknologi tinggi dan defisit anggaran belanja akibat politik konfrontasi dan agresi mereka secara militer di masa lalu. Imperialis Amerika Seikat adalah macan kertas yang menggali liang kuburnya sendiri!
Rakyat Indonesia sejak Rezim Boneka Imperialis Suharto berkuasa telah merasakan secara kongkrit penindasan dari imperialisme ini. Perusahaan ekplorasi minyak Amerika Caltex dan Stanvac mulai menggali bumi Indonesia, mengiringai langkah perusahaan Goodyear dan US Rubber, perusahaan Amerika yang bergerak dalam mengolah karet alam. Untuk melapangkan jalan perusahan-perusahaan tersebut para negara imperialis di bawah pimpinan Amerika membangun Inter Government Group on Indonesia (IGGI) atau Consultative Group on Indonesia (CGI) sekarang, sebuah persatuan negara donor yang bertujuan mengikat Indonesia agar tunduk pada kemauan mereka. Donor tersebesar di peroleh dari Amerika Serikat dan Jepang, ini logis dengan berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan besar kedua negara tersebut di Indonesia. International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1967 telah memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar $51 juta. Pada pada tahun yang sama IGGI memberikan utang sebesar $200 juta.Jumlah ini terus meningkat, pada tahun 1968 mereka memberikan utang baru sebesar $325, sebagian besar digunakan untuk “stabilitas”.
Keadaan hari ini tidak jauh berbeda. Rakyat Indonesia tetap merasakan penindasan yang sama, di tengah-tengah kekayaan yang melimpah ruah yang diperoleh oleh perusahaan Asing tersebut. Freeport Indonesia tambang Amerika yang berpusat di New York, yang beroperasi di Papua sejak awal Orde Baru, telah menghancurkan dua gunung besar yang menjadi kebanggaan nasional, akan tetapi rakyat Papua tetaplah sukubangsa minoritas, terasing dan terbelakang di tanahnya sendiri. Exon Mobil Oil dan Santa Fe di Cepu dan Bojonegoro, beroperasi dan mengeruk keuntungan besar karena konsesi yang penuh KKN dengan Rezim Boneka Imperialis dalam negeri, rakyat hanya bisa melihat mobil bagus melintas lalu lalang, dan sekonyong-konyong daerahnya berunah ramai, harga barang dan jasa naik, angka kriminalitas meningkat, karena menurunnya daya hidup. New Mont Indonesia sebuah perusahaan tambang emas Amerika, yang beroperasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB keadaannya sama saja. Kesenjangan antara pendapatan ekspatriat asing dengan buruh Indonesia dengan jabatan yang sama menjadi bom waktu yang setiap saat akan meledak. Demikian juga telah membuat nelayan-nelayan di Selat Alas kehilangan mata pencaharian karena limbah bawah laut telah menghancurkan terumbuh karang dan membunuh ikan-ikan yang ada diperairan tersebut.
Penindasan ini menjadi kian panjang dengan masuknya mereka ke dalam pertanian rakyat, melakukan konsolidasi tanah dengan sistem Pertanian Kontrak, menyewa tanah petani dengan masa waktu yang panjang, 25 hingga 30 tahun, untuk menanam kapas dan jagung serta beberapa tanaman lain yang menguntungkan mereka. Petani akan menjadi buruh tani sepanjang waktu itu dan mereka akan mengeruk keuntungan tanpa batas.
Imperialisme AS adalah musuh utama bagi seluruh bangsa khususnya di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan. Sejarah mencatat bagaimana imperialisme AS mendukung klas-klas reaksioner lokal di berbagai belahan dunia untuk melakukan penindasan terhadap massa rakyat di negeri-negeri tersebut. Dan itu terbukti misalnya dengan dukungan AS terhadap rezim anti rakyat di benua Asia seperti rezim Indonesia, Philipina, Thailand, Jepang, Korea Selatan, Taiwan, Nepal, dan Paskitan. Demikian juga di benua Afrika seperti di Kongo, Mozambik, Chad, Guinea Khatulistiwa, Sudan, Camerun, Republik Demokratik Kongo, dan Zaire. Sementara di Amerika Latin seperti di Argentina, Meksiko, Chili, Peru, Urugay, Kolombia, Puertorico, Bolivia, Honduras, Elsalvador. Dan memiliki pengaruh kuat terhadap beberapa rezim reaksioner di negara-negara lainnya. Negara-negara di kawasan Eropa Timur yang telah runtuh dan menempuh jalan revisionis modern, hari ini juga tunduk pada kekuatan Amerika Serikat serta menjadi anggota NATO.
Amerika Serikat terlibat dalam pembangunan komplek industri militer di negaranya sendiri dan di berbagai negara. Melakukan ekspor peralatan militer dengan teknologi tinggi ke seluruh dunia. Amerika adalah pemimpin pasar dalam seluk beluk industri persenjataan. Komplek industri militer adalah komponen utama politik luar negeri Amerika dalam melakukan agresi imperialisnya. Di samping itu Amerika membangun pangkalan militer di hampir seluruh negara jajahan, setengah jajahan dan sekutu imperialisnya sejak berakhirnya perang dunia kedua. Dengan politik “Pintu Terbuka” untuk membendung perkembangan kemerdekaan nasional di berbagai belahan dunia dan mencegah perjuangan pembebasan nasional di berbagai negara jajahan dan melakukan politik konfrontasi dengan kubu Sovyet di bawah pimpinan Joseph Stalin. Sekarang setelah keruntuhan rezim revisionis modern dibekas kubu sosialis mereka menampilkan politik konfrontasi perang agresi dengan dalih perang anti terorisme. Ini akibat dari krisis kapitalisme monopoli yang ada di dalam negeri Amerika Serikat dan kapitalisme monopoli dunia akibat over produksi barang-barang manufaktur berteknologi tinggi dan defisit anggaran belanja akibat politik konfrontasi dan agresi mereka secara militer di masa lalu. Imperialis Amerika Seikat adalah macan kertas yang menggali liang kuburnya sendiri!
Rakyat Indonesia sejak Rezim Boneka Imperialis Suharto berkuasa telah merasakan secara kongkrit penindasan dari imperialisme ini. Perusahaan ekplorasi minyak Amerika Caltex dan Stanvac mulai menggali bumi Indonesia, mengiringai langkah perusahaan Goodyear dan US Rubber, perusahaan Amerika yang bergerak dalam mengolah karet alam. Untuk melapangkan jalan perusahan-perusahaan tersebut para negara imperialis di bawah pimpinan Amerika membangun Inter Government Group on Indonesia (IGGI) atau Consultative Group on Indonesia (CGI) sekarang, sebuah persatuan negara donor yang bertujuan mengikat Indonesia agar tunduk pada kemauan mereka. Donor tersebesar di peroleh dari Amerika Serikat dan Jepang, ini logis dengan berkembang pesatnya perusahaan-perusahaan besar kedua negara tersebut di Indonesia. International Monetary Fund (IMF) pada tahun 1967 telah memberikan bantuan kepada Indonesia sebesar $51 juta. Pada pada tahun yang sama IGGI memberikan utang sebesar $200 juta.Jumlah ini terus meningkat, pada tahun 1968 mereka memberikan utang baru sebesar $325, sebagian besar digunakan untuk “stabilitas”.
Keadaan hari ini tidak jauh berbeda. Rakyat Indonesia tetap merasakan penindasan yang sama, di tengah-tengah kekayaan yang melimpah ruah yang diperoleh oleh perusahaan Asing tersebut. Freeport Indonesia tambang Amerika yang berpusat di New York, yang beroperasi di Papua sejak awal Orde Baru, telah menghancurkan dua gunung besar yang menjadi kebanggaan nasional, akan tetapi rakyat Papua tetaplah sukubangsa minoritas, terasing dan terbelakang di tanahnya sendiri. Exon Mobil Oil dan Santa Fe di Cepu dan Bojonegoro, beroperasi dan mengeruk keuntungan besar karena konsesi yang penuh KKN dengan Rezim Boneka Imperialis dalam negeri, rakyat hanya bisa melihat mobil bagus melintas lalu lalang, dan sekonyong-konyong daerahnya berunah ramai, harga barang dan jasa naik, angka kriminalitas meningkat, karena menurunnya daya hidup. New Mont Indonesia sebuah perusahaan tambang emas Amerika, yang beroperasi di Kalimantan, Sulawesi dan NTB keadaannya sama saja. Kesenjangan antara pendapatan ekspatriat asing dengan buruh Indonesia dengan jabatan yang sama menjadi bom waktu yang setiap saat akan meledak. Demikian juga telah membuat nelayan-nelayan di Selat Alas kehilangan mata pencaharian karena limbah bawah laut telah menghancurkan terumbuh karang dan membunuh ikan-ikan yang ada diperairan tersebut.
Penindasan ini menjadi kian panjang dengan masuknya mereka ke dalam pertanian rakyat, melakukan konsolidasi tanah dengan sistem Pertanian Kontrak, menyewa tanah petani dengan masa waktu yang panjang, 25 hingga 30 tahun, untuk menanam kapas dan jagung serta beberapa tanaman lain yang menguntungkan mereka. Petani akan menjadi buruh tani sepanjang waktu itu dan mereka akan mengeruk keuntungan tanpa batas.
2. Feodalisme
Sejak bangsa asing melakukan ekploitasi di Indonesia pertama kali, baik VOC, Sistem Tanam Paksa, dan masa neo-kolonialisme, kaum feodal-tuan tanah adalah pendukung mereka yang paling setia bersama-sama dengan borjuasi komprador. Artinya tidak ada imperialisme yang begitu kuat di Indonesia tanpa dukungan dari mereka.
Feodalisme intinya adalah monopoli penguasaan tanah dan alat kerjanya berada di tangan tuan tanah, mereka tidak berpartisipasi dalam produksi karena mempekerjakan buruh tani, petani miskin dan petani sedang bawah, akan tetapi keuntungan terbesar hasil produksi diambil oleh mereka untuk keperluan hidupnya. Mereka menindas para pekerja dengan cara bagi hasil (maro, mrapat, mretelu), dan juga menggunakan sistem borongan dan upah yang sangat rendah. Meskipun sistem dunia hari ini adalah dominasi kapitalisme, akan tetapi di Indonesia perkembangan kapitalisme hingga imperialisme sebagai bentuk perkembangannya yang paling akhir, feodalisme di Indonesia menjadi basis sosial yang membuat imperialis berdominasi. Feodalisme telah membantu imperialisme sehingga dapat mengambil tanah rakyat dengan mudah, mobilisasi tenaga kerja murah dan memperoleh bahan mentah untuk kepentingan industri kapitalis dengan murah dan melimpah.
Betul bahwa di Indonesia kepemilikan tanah perseorangan yang sangat luas oleh tuan tanah, secara kwantitas tidak lagi sebesar zaman VOC atau Sistem Tanam Paksa, di mana para bangsawan dan tuan tanah desa masih sangat berdominasi. Akan tetapi data hari ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah masih terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha perkebunan negara maupun perseorangan, di tangan institusi militer, di tangan pengusaha-pengusaha pemegang HPH dan HGU secara korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan perseorangan pemegang hak absentee, tuan tanah desa penguasa tanah luas di luar batas maksimum menurut Undang-Undang Agraria 1960, dan semua tuan tanah pemilik tanah luas dan tidak berpartisipasi (mempekerjakan orang lain) dalam produksi akan tetapi mengeruk keuntungan yang besar dan bergantung hidupnya dari penguasaan tanah tersebut.
Mereka adalah kaum yang kemudian disebut tuan tanah dalam kenyataan hari ini, pada zaman setengah feodal, di bawah dominasi imperialisme. Demikian pula klas-klas parasit lain yang mengikuti setengah feodal ini juga masih banyak kita jumpai mereka adalah: Para lintah darat (bank perkreditan) yang meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher petani, Tukang Ijon dan tengkulak besar yang pada hakekatnya borjuasi komprador dan tuan tanah (penebas dan pengepul besar) yang memainkan harga hasil produksi petani.
Feodalisme intinya adalah monopoli penguasaan tanah dan alat kerjanya berada di tangan tuan tanah, mereka tidak berpartisipasi dalam produksi karena mempekerjakan buruh tani, petani miskin dan petani sedang bawah, akan tetapi keuntungan terbesar hasil produksi diambil oleh mereka untuk keperluan hidupnya. Mereka menindas para pekerja dengan cara bagi hasil (maro, mrapat, mretelu), dan juga menggunakan sistem borongan dan upah yang sangat rendah. Meskipun sistem dunia hari ini adalah dominasi kapitalisme, akan tetapi di Indonesia perkembangan kapitalisme hingga imperialisme sebagai bentuk perkembangannya yang paling akhir, feodalisme di Indonesia menjadi basis sosial yang membuat imperialis berdominasi. Feodalisme telah membantu imperialisme sehingga dapat mengambil tanah rakyat dengan mudah, mobilisasi tenaga kerja murah dan memperoleh bahan mentah untuk kepentingan industri kapitalis dengan murah dan melimpah.
Betul bahwa di Indonesia kepemilikan tanah perseorangan yang sangat luas oleh tuan tanah, secara kwantitas tidak lagi sebesar zaman VOC atau Sistem Tanam Paksa, di mana para bangsawan dan tuan tanah desa masih sangat berdominasi. Akan tetapi data hari ini menunjukkan bahwa penguasaan tanah masih terkonsentrasi pada: pengusaha-pengusaha perkebunan negara maupun perseorangan, di tangan institusi militer, di tangan pengusaha-pengusaha pemegang HPH dan HGU secara korupsi, kolusi dan nepotisme, ditangan pemodal yang mengkonsolidasikan tanah petani dengan cara sewa dan kontrak jangka panjang, di tangan perseorangan pemegang hak absentee, tuan tanah desa penguasa tanah luas di luar batas maksimum menurut Undang-Undang Agraria 1960, dan semua tuan tanah pemilik tanah luas dan tidak berpartisipasi (mempekerjakan orang lain) dalam produksi akan tetapi mengeruk keuntungan yang besar dan bergantung hidupnya dari penguasaan tanah tersebut.
Mereka adalah kaum yang kemudian disebut tuan tanah dalam kenyataan hari ini, pada zaman setengah feodal, di bawah dominasi imperialisme. Demikian pula klas-klas parasit lain yang mengikuti setengah feodal ini juga masih banyak kita jumpai mereka adalah: Para lintah darat (bank perkreditan) yang meminjamkan uang dengan bunga yang mencekik leher petani, Tukang Ijon dan tengkulak besar yang pada hakekatnya borjuasi komprador dan tuan tanah (penebas dan pengepul besar) yang memainkan harga hasil produksi petani.
3. Kapitalisme Birokrat ( Kabir )
Kapitalisme birokrasi, pada dasarnya adalah penyalahgunaan kekuasaan oleh kaum birokrat karena memegang simpul-simpul kekuasaan untuk diri sendiri dan keluarga, dan klik kekuasaannya dengan memberikan fasilitas dan sumber daya terutama ekonomi kepada mereka karena mendukung posisinya di birokrasi. Dalam kakuasaan politik Indonesia perkembangan klas kapitalis birokrat ini bertumbuh dengan pesat dari hari ke hari. Sepanjang kekuasaan rezim-rezim boneka imperialis mulai Suharto hingga Megawati tercatat banyak sekali lembaga-lembaga negara yang baru dibentuk, baik karena gagasannya sendiri maupun untuk merenspon kritik rakyat. Misalnya Lembaga untuk pemberantasan korupsi, pengawasan persaingan usaha, dsb. Sejatinya, lembaga-lembaga tersebut hanya diperuntukkan untuk menampung teman-teman sejawatnya, keluarga dan kolega-kolega lainnya yang tidak memiliki kapasitas untuk menjalankan pekerjaan, sekaligus untuk membangun sumber legitimasi politik baru.
Bentuk lain dari kapitalis birokrat ini adalah perangkapan jabatan. Di Indonesia sudah dianggap biasa seorang yang mempunyai jabatan menteri, panglima militer, gubernur, bupati hingga camat dan kepala desa, juga memegang beberapa jabatan lainnya, dengan tujuan agar prestise organisasi atau sumber keuangannya terjamin.
Kesemua bentuk yang dipaparkan tersebut adalah praktek yang paling nyata dari kapitalis birokrat yang menjadi musuh rakyat Indonesia. Mereka tidak pernah dengan sungguh mengurus persoalan rakyat, akan tetapi lebih banyak mengurus persoalan pribadi dan klik kekuasaannya.Dan hal seperti itu masih berlangsung dengan skala yang semakin luas, terbuka dan tanpa malu-malu. Beberapa bentuk pokok dari kapitalis birokrat hari ini :
Secara hakekat dalam bentuk perkembangan lainnya, militerisme dan fasisme adalah bagian dari penyalahgunaan kekuasaan ini yang secara politik, budaya, dan militer menindas rakyat. Sejarah para birokrat sipil dan militer mempunyai pertalian erat dengan politik, budaya, dan militer imperialis yang secara prinsip adalah fasis dan ultra-nasionalis karena menjajah negeri lain untuk kepentingan negerinya sendiri. Pada tingkatnya yang sekarang fasisme-imperialis AS melakukan perang agresi di berbagai belahan dunia, sedangkan pemerintahan reaksioner boneka imperialis Indonesia melaksanakan fasisme untuk menindas rakyatnya sendiri demi kepentingan tuan imperialisnya.
Bentuk lain dari kapitalis birokrat ini adalah perangkapan jabatan. Di Indonesia sudah dianggap biasa seorang yang mempunyai jabatan menteri, panglima militer, gubernur, bupati hingga camat dan kepala desa, juga memegang beberapa jabatan lainnya, dengan tujuan agar prestise organisasi atau sumber keuangannya terjamin.
Kesemua bentuk yang dipaparkan tersebut adalah praktek yang paling nyata dari kapitalis birokrat yang menjadi musuh rakyat Indonesia. Mereka tidak pernah dengan sungguh mengurus persoalan rakyat, akan tetapi lebih banyak mengurus persoalan pribadi dan klik kekuasaannya.Dan hal seperti itu masih berlangsung dengan skala yang semakin luas, terbuka dan tanpa malu-malu. Beberapa bentuk pokok dari kapitalis birokrat hari ini :
- Melakukan tindakan korupsi, menerima pemberian dari siapapun diluar gaji yang seharusnya, meminta imbalan tanda tangan, meminta bagian dari proyek pemerintah maupun swasta diluar ketentuan untuk diri sendiri. Temasuk memberikan proyek kepada keluarganya, teman-temannya, dan klik kekuasaan yang mendukungnya tanpa melalui tender terbuka.
- Melakukan politik uang untuk memperoleh sebuah jabatan politik di pemerintahan.
- Membuat lembaga negara baru, dengan berbagai fasilitas akan tetapi tidak berfungsi. Hal ini hanya memboroskan keuangan negara.
- Membuat lembaga baru dengan mengangkat keluarga, teman-temannya, dan klik politiknya dengan maksud membuat sumber legitimasi politik baru.
- Pejabat sipil maupun militer melakukan perangkapan jabatan, terutama dalam pemerintahan sendiri, menjadi komisaris di perusahaan-perusahan negara dan swasta, serta di berbagai organisasi sosial, olahraga dengan maksud membiayai organisasi tersebut untuk memperoleh dukungan politik.
- Melakukan sogok atau suap untuk kenaikan pangkat kepada atasan.
- Menggunakan fasilitas dinas untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, dan klik kekuasaannya (partai, golongan dll), di luar kepentingan dinas.
- Memberikan bintang pernghargaan dan jasa kepada keluarga, teman dan klik kekuasaannya tanpa pertimbangan yang jelas.
- Menjalankan bisnis dengan memanfaatkan jabatannya sebagai pimpinan, menjadi beking bagi siapa saja yang bisa membayar.
- Menggunakan jabatan untuk memaksa bank untuk memberikan kredit kepada pihak tertentu dan dia mendapat bagian dari kredit tersebut.
- Serta beberapa bentuk lain yang semakin canggih dan berkembang dari waktu ke waktu, mencuri uang negara dan fasilitas negara untuk kekayaan pribadi serta klik yang mendukungnya (partai, kelompok, gang, bandit, dll) bertahan di jabatan tersebut dalam pemerintahan.
Secara hakekat dalam bentuk perkembangan lainnya, militerisme dan fasisme adalah bagian dari penyalahgunaan kekuasaan ini yang secara politik, budaya, dan militer menindas rakyat. Sejarah para birokrat sipil dan militer mempunyai pertalian erat dengan politik, budaya, dan militer imperialis yang secara prinsip adalah fasis dan ultra-nasionalis karena menjajah negeri lain untuk kepentingan negerinya sendiri. Pada tingkatnya yang sekarang fasisme-imperialis AS melakukan perang agresi di berbagai belahan dunia, sedangkan pemerintahan reaksioner boneka imperialis Indonesia melaksanakan fasisme untuk menindas rakyatnya sendiri demi kepentingan tuan imperialisnya.
B. Sahabat Rakyat
Setelah mengenal siapa musuh rakyat, kita harus mengenal siapa sahabat rakyat. Sahabat rakyat adalah klas, sektor/golongan yang berkepentingan untuk menghancurkan penindasan musuh-musuh rakyat (imperialisme, feodalisme, dan kapitalis birokrat).
1. Klas buruh Indonesia
Klas buruh Indonesia adalah klas dalam masyarakat Indonesia yang termasuk paling merasakan penindasan dalam masyarakat setengah jajahan dan setengah feodal. Klas buruh Indonesia lahir sejak diberlakukannya kebijakan agrarische wet yang berdampak pada perampasan tanah kaum tani secara besar-besaran dan pembangunan industri milik borjusai asing yang dengan rakusnya mengeruk kekayaan alam Indonesia.
Berbeda dengan klas buruh di negeri-negeri imperialisme, klas buruh di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan seperti Indonesia, mengalami penindasan yang berlipat ganda. Sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal, kedudukan industri Indonesia hanya sebatas industri manufaktur yang menggunakan teknologi yang sederhana dan tidak memiliki industri dasar. Hal ini dikarenakan orientasi dari industri di Indonesia yang sebatas untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi kepentingan imperialis, khususnya imperialis Amerika Serikat. Sementara untuk memenuhi kebutuhan nasional, dipenuhi dengan cara mengimport hasil produksi industri negeri-negeri imperialis. Beberapa industri yang dinilai cukup canggih seperti industri kendaraan bermotor, industri elektronik, dan beberpa lainnya, hanya terbatas pada perakitan dengan bahan baku tetap berorientasi import dari negeri-negeri imperialis.
Dengan demikian, akumulasi keuntungan yang sangat besar imperialis dari industri-industri di negeri-negeri setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia, tidak didapatkan dari penggunaan teknologi canggih yang mampu meningkatkan produktifitas yang tinggi sehingg mendapatkan akumulasi yang besar-besaran. Melainkan dari penggunaan tenaga kerja dengan upah yang sangat murah dan penambahan jam kerja yang jauh melebihi jam kerja yang telah ditentukan. Disatu sisi, untuk semakin menghemat biaya produksi, mereka menggunakan sistem kerja kontrak dan outsourching untuk tidak memberikan hak-hak sosial ekonomi buruh lainnya, seperti jaminan sosial tenaga kerja, pesangon PHK, serta keadaan kerja yang buruk yang mencakup kesehatan, keamanan, dan kesematan kerja.
Itu sebabnya, ditengah krisis umum imperialisme yang sedang terjadi saat ini, klas buruh Indonesia terus mengalami kemerosotan hidup yang sangat parah karena dijadikan sebagai tumbal untuk menyelamatkan imperialisme dari krisis yang dialaminya. Misalnya dengan diberlakukannya sistem kerja kontrak yang semakin memberikan peluang besar bagi imperialis dan kaki tanganya untuk tidak memberikan jaminan upah, jaminan kesejahteraan sosial, dan PHK yang dilakukan semau-maunya.
Berbeda dengan klas buruh di negeri-negeri imperialisme, klas buruh di negeri-negeri jajahan dan setengah jajahan seperti Indonesia, mengalami penindasan yang berlipat ganda. Sebagai negeri setengah jajahan dan setengah feodal, kedudukan industri Indonesia hanya sebatas industri manufaktur yang menggunakan teknologi yang sederhana dan tidak memiliki industri dasar. Hal ini dikarenakan orientasi dari industri di Indonesia yang sebatas untuk memenuhi kebutuhan bahan baku bagi kepentingan imperialis, khususnya imperialis Amerika Serikat. Sementara untuk memenuhi kebutuhan nasional, dipenuhi dengan cara mengimport hasil produksi industri negeri-negeri imperialis. Beberapa industri yang dinilai cukup canggih seperti industri kendaraan bermotor, industri elektronik, dan beberpa lainnya, hanya terbatas pada perakitan dengan bahan baku tetap berorientasi import dari negeri-negeri imperialis.
Dengan demikian, akumulasi keuntungan yang sangat besar imperialis dari industri-industri di negeri-negeri setengah jajahan dan setengah feodal seperti Indonesia, tidak didapatkan dari penggunaan teknologi canggih yang mampu meningkatkan produktifitas yang tinggi sehingg mendapatkan akumulasi yang besar-besaran. Melainkan dari penggunaan tenaga kerja dengan upah yang sangat murah dan penambahan jam kerja yang jauh melebihi jam kerja yang telah ditentukan. Disatu sisi, untuk semakin menghemat biaya produksi, mereka menggunakan sistem kerja kontrak dan outsourching untuk tidak memberikan hak-hak sosial ekonomi buruh lainnya, seperti jaminan sosial tenaga kerja, pesangon PHK, serta keadaan kerja yang buruk yang mencakup kesehatan, keamanan, dan kesematan kerja.
Itu sebabnya, ditengah krisis umum imperialisme yang sedang terjadi saat ini, klas buruh Indonesia terus mengalami kemerosotan hidup yang sangat parah karena dijadikan sebagai tumbal untuk menyelamatkan imperialisme dari krisis yang dialaminya. Misalnya dengan diberlakukannya sistem kerja kontrak yang semakin memberikan peluang besar bagi imperialis dan kaki tanganya untuk tidak memberikan jaminan upah, jaminan kesejahteraan sosial, dan PHK yang dilakukan semau-maunya.
2. Kaum tani Indonesia
Demikian halnya dengan kaum tani Indonesia. Sebagai negeri dengan karakter setengah jajahan dan setengah feodal, tetap mempertahankan bentuk penindasan dan penghisapan yang primitif melalui monopoli atas tanah yang melahirkan perampasan tanah-tanah kaum tani secara paksa melalui instrusmen pemerintahan kaki tangan untuk kepentingan imperialisme dan feodalisme.
Kaum tani Indonesia yang berjumlah 65% dari total penduduk Indonesia, lebih dari 50% menggantungkan hidupnya pada luas lahan yang kurang dari 0,5 Ha dengan penghasilan kurang dari Rp. 5.000/hari untuk satu rumah tangga pertanian. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketimpangan penguasaan lahan pertanian. Jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan, dari 9 perusahaan perkebunan, menguasasi lahan seluas 7,9 juta Ha, sementara jumlah luas lahan yang telah diberikan ijin seluas 9,7 juta Ha, dan masih ada 18 juta Ha yang akan diberikan ijin pengelolahannya. Artinya bahwa, pemerintah sama sekali tidak berpihak kepada pertanian skala kecil milik mayoritas kaum tani Indonesia.
Akibat monopoli tanah pertanian secara besar-besaran tersebut, telah melahirkan ketimpangan kepemilikan tanah, yang mana sebagian besar kaum tani Indonesia memiliki luas tanah yang sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan tidak memiliki tanah sama sekali. Hal ini telah melahirkan praktek sewa tanah. Klas tuan tanah memberlakukan harga sewa tanah yang sangat menindas kaum tani Indonesia.
Riba lahir karena buruh tani, tani miskin dan tani sedang bawah tidak pendapatan yang cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya dipedesaan dan juga untuk berproduksi. Riba yang terjahat adalah riba di mana para tuan tanah dan klas lainnya meminjamkan uang kepada kaum tani tersebut dengan keharusan membayar bunga yang tinggi dengan jaminan hasil, alat kerja, tenaga, dan terutama tanah dengan tanpa memperdulikan penen gagal atau tidaknya. Riba adalah cara klas tuan tanah dan juga tani kaya untuk memperluas tanahnya di pedesaan dan mempercepat akumulasi kapitalnya. Riba di Indonesia memiliki berbagai penamaan yang buruh di pedesaan seperti lintah darat, pembiak uang, tukang cekik, bank tetel dan lain sebagainya. Ia dibenci oleh kaum tani.
Selain itu juga, akibat dominasi imperialisme yang menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi hasil produksinya, telah menindas kaum tani Indonesia akibat import pangan yang masuk dengan bebasnya di Indonesia. Dengan demikian kaum tani Indonesia akan selalu mengalami kerugian akibat biaya produksi yang sangat mahal, semantara hasil produksi yang selalu anjlok akibat kebijakan import pangan.
Kaum tani Indonesia dibagi kedalam beberapa gologan; tani kaya, tani sedang (sedang atas, sedang menengah, sedang, bawah, tani miskin). Lahitnya golongan dala tubuh kaum tani ini merupakan dampak secara langsung atas berlangsungnya sistem setengah feodal yang didominasi oleh imperialisme.
Kaum tani Indonesia yang berjumlah 65% dari total penduduk Indonesia, lebih dari 50% menggantungkan hidupnya pada luas lahan yang kurang dari 0,5 Ha dengan penghasilan kurang dari Rp. 5.000/hari untuk satu rumah tangga pertanian. Hal ini dikarenakan oleh adanya ketimpangan penguasaan lahan pertanian. Jika dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan perkebunan, dari 9 perusahaan perkebunan, menguasasi lahan seluas 7,9 juta Ha, sementara jumlah luas lahan yang telah diberikan ijin seluas 9,7 juta Ha, dan masih ada 18 juta Ha yang akan diberikan ijin pengelolahannya. Artinya bahwa, pemerintah sama sekali tidak berpihak kepada pertanian skala kecil milik mayoritas kaum tani Indonesia.
Akibat monopoli tanah pertanian secara besar-besaran tersebut, telah melahirkan ketimpangan kepemilikan tanah, yang mana sebagian besar kaum tani Indonesia memiliki luas tanah yang sangat kurang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, bahkan tidak memiliki tanah sama sekali. Hal ini telah melahirkan praktek sewa tanah. Klas tuan tanah memberlakukan harga sewa tanah yang sangat menindas kaum tani Indonesia.
Riba lahir karena buruh tani, tani miskin dan tani sedang bawah tidak pendapatan yang cukup untuk menghidupi diri dan keluarganya dipedesaan dan juga untuk berproduksi. Riba yang terjahat adalah riba di mana para tuan tanah dan klas lainnya meminjamkan uang kepada kaum tani tersebut dengan keharusan membayar bunga yang tinggi dengan jaminan hasil, alat kerja, tenaga, dan terutama tanah dengan tanpa memperdulikan penen gagal atau tidaknya. Riba adalah cara klas tuan tanah dan juga tani kaya untuk memperluas tanahnya di pedesaan dan mempercepat akumulasi kapitalnya. Riba di Indonesia memiliki berbagai penamaan yang buruh di pedesaan seperti lintah darat, pembiak uang, tukang cekik, bank tetel dan lain sebagainya. Ia dibenci oleh kaum tani.
Selain itu juga, akibat dominasi imperialisme yang menjadikan Indonesia sebagai pasar bagi hasil produksinya, telah menindas kaum tani Indonesia akibat import pangan yang masuk dengan bebasnya di Indonesia. Dengan demikian kaum tani Indonesia akan selalu mengalami kerugian akibat biaya produksi yang sangat mahal, semantara hasil produksi yang selalu anjlok akibat kebijakan import pangan.
Kaum tani Indonesia dibagi kedalam beberapa gologan; tani kaya, tani sedang (sedang atas, sedang menengah, sedang, bawah, tani miskin). Lahitnya golongan dala tubuh kaum tani ini merupakan dampak secara langsung atas berlangsungnya sistem setengah feodal yang didominasi oleh imperialisme.
3. Klas borjuis sedang dan borjuis kecil
Selain klas buruh dan kaum tani, terdapat juga lapisan klas dalam masyarakat Indonesia yang juga mengalami penindasan akibat dominasi imperialisme dan feodalisme, yakni klas borjuis sedang dan borjuis kecil.
Borjuasi sedang adalah borjuasi yang mandiri dari modalnya sendiri secara relatif. Mereka juga membutuhkan industri dan pasar nasional untuk mengembangkan usaha mereka. Namun mereka juga didesak oleh kepentingan imperialisme, borjuasi besar, dan tuan tanah besar. Keadaan ini yang membuat mereka bersikap bimbang dengan perubahan terhadap Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feodal. Mereka sebenarnya membutuhkan perubahan untuk berkembang namun mereka bukan kekuatan politik mayor di Indonesia. Kebimbangan mereka hanya bisa dipecahkan menjadi kepercayaan diri bila dilibatkan oleh gerakan massa demokratis nasional dalam perjuangan demokratis nasional.
Borjuasi kecil. Kalangan ini termasuk klas borjuasi walaupun mereka terkadang terlibat langsung dalam pekerjaan produksi. Ini dikarenakan modal mereka sangat kecil atau bahkan tidak mempunyai modal uang (hanya keahlian tertentu saja). Kalangan ini berkepentingan untuk mengembangkan modal dan keahliannya, akan dihambat dan mereka harus tunduk pada kepentingan imperialisme, borjuasi besar, dan tuan tanah. Ini yang membuat sebagian terbesar klas borjuasi kecil juga tertindas dan terhisap oleh sistem setengah jajahan dan setengah feodal. Mereka sangat menginginkan perubahan yang mendasar dari Indonesia yang setengah jajahan dan setngah feodal.
Pemuda mahasiswa termasuk dalam kalangan borjuis kecil. Karakter negeri yang setengah jajahan dan setengah feodal telah berdampak pada kehancuran tenaga produktif pemuda mahasiswa. Sistem setengah jajahan dan setengah feodal telah menyebabkan pendidikan tinggi menjadi sangat mahal sehingga sangat susah diakses oleh rakyat. Demikian pun tidak berkualitas sehingga tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat. Pendidikan yang sangat mahal dan tidak berkualitas tersebut dikarenakan tidak ada kepentingan dari imperialisme dan feodalisme untuk memajukan tenaga produktif rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia diorientasikan sebatas menjadi tenaga kerja murah dan pasar bagi hasil produksi industri imperialisme. Oleh karena itu, pemuda mahasiswa sangat berkepentingan untuk menghancurkan imperialisme dan feodalisme untuk menciptakan system pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat.
Borjuasi sedang adalah borjuasi yang mandiri dari modalnya sendiri secara relatif. Mereka juga membutuhkan industri dan pasar nasional untuk mengembangkan usaha mereka. Namun mereka juga didesak oleh kepentingan imperialisme, borjuasi besar, dan tuan tanah besar. Keadaan ini yang membuat mereka bersikap bimbang dengan perubahan terhadap Indonesia yang setengah jajahan dan setengah feodal. Mereka sebenarnya membutuhkan perubahan untuk berkembang namun mereka bukan kekuatan politik mayor di Indonesia. Kebimbangan mereka hanya bisa dipecahkan menjadi kepercayaan diri bila dilibatkan oleh gerakan massa demokratis nasional dalam perjuangan demokratis nasional.
Borjuasi kecil. Kalangan ini termasuk klas borjuasi walaupun mereka terkadang terlibat langsung dalam pekerjaan produksi. Ini dikarenakan modal mereka sangat kecil atau bahkan tidak mempunyai modal uang (hanya keahlian tertentu saja). Kalangan ini berkepentingan untuk mengembangkan modal dan keahliannya, akan dihambat dan mereka harus tunduk pada kepentingan imperialisme, borjuasi besar, dan tuan tanah. Ini yang membuat sebagian terbesar klas borjuasi kecil juga tertindas dan terhisap oleh sistem setengah jajahan dan setengah feodal. Mereka sangat menginginkan perubahan yang mendasar dari Indonesia yang setengah jajahan dan setngah feodal.
Pemuda mahasiswa termasuk dalam kalangan borjuis kecil. Karakter negeri yang setengah jajahan dan setengah feodal telah berdampak pada kehancuran tenaga produktif pemuda mahasiswa. Sistem setengah jajahan dan setengah feodal telah menyebabkan pendidikan tinggi menjadi sangat mahal sehingga sangat susah diakses oleh rakyat. Demikian pun tidak berkualitas sehingga tidak mampu menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat. Pendidikan yang sangat mahal dan tidak berkualitas tersebut dikarenakan tidak ada kepentingan dari imperialisme dan feodalisme untuk memajukan tenaga produktif rakyat Indonesia. Rakyat Indonesia diorientasikan sebatas menjadi tenaga kerja murah dan pasar bagi hasil produksi industri imperialisme. Oleh karena itu, pemuda mahasiswa sangat berkepentingan untuk menghancurkan imperialisme dan feodalisme untuk menciptakan system pendidikan yang ilmiah, demokratis, dan mengabdi kepada rakyat.
4. Sektor dan golongan khusus
Selain klas buruh, kaum tani, dan klas borjuis kecil juga terdapat sektor/golongan khsusus dalam masyarakat Indonesia yang juga mengalami penindasan dalam sistem setengah jajahan dan setengah feodal. Sektor/golongan khusus tersebut, antara lain sektor pemuda, perempuan, dan suku bangsa minoritas.
Pemuda. Dari total penduduk Indonesia, pada tahun 2008, jumlah pemuda Indonesia mencapai lebih dari 82,2 juta jiwa. Usianya yang berkisar 15-35 tahun menjadi pemuda sebagai tenaga yang sangat produktif dan dengan tingkat mobiitas yang sangat tinggi. Dengan demikian, pemuda memiliki masa depan yang cerah. Akan tetapi, dalam penindasan setengah jajahan dan setengah feodal, pemuda Indonesia mengalami persoalan umum tidak berpendidikan dan tidak menapatkan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai.
Perempuan. Dalam sistem setengah jajahan dan setengah feodal, kaum perempuan mengalami penindasan berlipat ganda. Di lapangan ekonomi, adanya diskriminasi jenis kelamin dalam kerja produksi. Misalnya sistem pengupahan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan tidak dipenuhinya hak natural kaum perempuan seperti haid, hamil, dan melahirkan. Dilapangan politik, pemerintahan Rezim Boneka Imperialis telah menghambat keterlibatan kaum perempuan dalam gelanggang politik untuk memperjuangkan hak-hak dan pembebasannya.
Presiden Megawati (walaupun seorang kepala negara perempuan pertama di Indonesia) bukanlah wakil dari kaum perempuan Indonesia (terutama dari kelas buruh, kaum tani, dan Rakyat pekerja lainnya). Karena dia tetap merupakan pelayan dan boneka yang mengabdi kepeda imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, dan hanya mementingkan kepentingan kelasnya semata. Sementara di lapangan budaya, warisan lama ideologi feodal-patriarkal tidak hilang bahkan semakin menguat dan bercampur dengan budaya liberal imperialis yang reaksioner. Kebudayaan mencerminkan bangunan bawah yang berdominasi, sehingga kebudayaan yang ada dan dipertahankan oleh rezim ini mengabdi kepada kepentingan ekonomi-politik imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.
Suku bangsa terasing. Yang dimaksudkan dengan suku bangsa terasing adalah suku bangsa yang tersingkirkan, terisolisasi, dari hubungan produksi yang berdominasi. Misalnya saja suku bagsa yang ada di Papua, sekalipun ada perusahan besar milik imperialisme AS—Freeport yang sejak lama telah mengeruk kekayaan alam di Papua, akan tetapi keadaan suku bangsa di Papua masih saja terbelakang.
Pemuda. Dari total penduduk Indonesia, pada tahun 2008, jumlah pemuda Indonesia mencapai lebih dari 82,2 juta jiwa. Usianya yang berkisar 15-35 tahun menjadi pemuda sebagai tenaga yang sangat produktif dan dengan tingkat mobiitas yang sangat tinggi. Dengan demikian, pemuda memiliki masa depan yang cerah. Akan tetapi, dalam penindasan setengah jajahan dan setengah feodal, pemuda Indonesia mengalami persoalan umum tidak berpendidikan dan tidak menapatkan lapangan pekerjaan yang layak dan memadai.
Perempuan. Dalam sistem setengah jajahan dan setengah feodal, kaum perempuan mengalami penindasan berlipat ganda. Di lapangan ekonomi, adanya diskriminasi jenis kelamin dalam kerja produksi. Misalnya sistem pengupahan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dan tidak dipenuhinya hak natural kaum perempuan seperti haid, hamil, dan melahirkan. Dilapangan politik, pemerintahan Rezim Boneka Imperialis telah menghambat keterlibatan kaum perempuan dalam gelanggang politik untuk memperjuangkan hak-hak dan pembebasannya.
Presiden Megawati (walaupun seorang kepala negara perempuan pertama di Indonesia) bukanlah wakil dari kaum perempuan Indonesia (terutama dari kelas buruh, kaum tani, dan Rakyat pekerja lainnya). Karena dia tetap merupakan pelayan dan boneka yang mengabdi kepeda imperialisme dan sisa-sisa feodalisme, dan hanya mementingkan kepentingan kelasnya semata. Sementara di lapangan budaya, warisan lama ideologi feodal-patriarkal tidak hilang bahkan semakin menguat dan bercampur dengan budaya liberal imperialis yang reaksioner. Kebudayaan mencerminkan bangunan bawah yang berdominasi, sehingga kebudayaan yang ada dan dipertahankan oleh rezim ini mengabdi kepada kepentingan ekonomi-politik imperialisme dan sisa-sisa feodalisme.
Suku bangsa terasing. Yang dimaksudkan dengan suku bangsa terasing adalah suku bangsa yang tersingkirkan, terisolisasi, dari hubungan produksi yang berdominasi. Misalnya saja suku bagsa yang ada di Papua, sekalipun ada perusahan besar milik imperialisme AS—Freeport yang sejak lama telah mengeruk kekayaan alam di Papua, akan tetapi keadaan suku bangsa di Papua masih saja terbelakang.
V. Karakter Perjuangan Demokratis Nasional
Karakter perjuangan rakyat saat ini adalah Perjuangan Demokratis Nasional. Yaitu perjuangan bersifat Demokratis untuk menghancurkan secara politik dan ekonomi serta budaya penindasan Feodalisme. Bersifat Nasional untuk menghancurkan secara politik, ekonomi dan budaya dari penghisapan Imperialisme. Perjuangan demokratis nasional adalah perjuangan yang dilandasi adanya persamaan kepentingan antara klas buruh, kaum tani dengan klas burjuasi (kecil dan menengah) untuk menumbangkan feodalisme sebagai syarat untuk mendapatkan kebebasan, baik dari penindasan feodalisme maupun dari imperialisme.
Bagi kelas buruh, feodalisme (yang didominasi oleh imperialisme) adalah sistem yang mencengkeram kebebasan berorganisasi sebagai syarat pokok untuk mendapatkan kesejahteraan. Bagi kaum tani, adalah untuk mengakhiri penghisapan feodalisme terhadap kaum tani, seperti memberi upeti dalam bentuk hasil tanaman, kerja, maupun tenaga. Sementara klas burjuasi menengah nasional, keterlibatan dalam perjuangan demokratis nasional adalah untuk menghapuskan kekuasaan feodalisme guna membebaskan pasar dari dominasi imperialisme. Oleh karenanya, tujuan utama perjuangan demokratis nasional adalah untuk menciptakan masyarakat di mana tidak ada penekanan atas kemajuan tenaga produktif, sekaligus mengukuhkan identitas kebangsaan yakni identitas masyarakat yang mandiri dan bersatu secara teritori, ekonomi, bahasa, dan karakter nasional.
Bagi kelas buruh, feodalisme (yang didominasi oleh imperialisme) adalah sistem yang mencengkeram kebebasan berorganisasi sebagai syarat pokok untuk mendapatkan kesejahteraan. Bagi kaum tani, adalah untuk mengakhiri penghisapan feodalisme terhadap kaum tani, seperti memberi upeti dalam bentuk hasil tanaman, kerja, maupun tenaga. Sementara klas burjuasi menengah nasional, keterlibatan dalam perjuangan demokratis nasional adalah untuk menghapuskan kekuasaan feodalisme guna membebaskan pasar dari dominasi imperialisme. Oleh karenanya, tujuan utama perjuangan demokratis nasional adalah untuk menciptakan masyarakat di mana tidak ada penekanan atas kemajuan tenaga produktif, sekaligus mengukuhkan identitas kebangsaan yakni identitas masyarakat yang mandiri dan bersatu secara teritori, ekonomi, bahasa, dan karakter nasional.
Bersatulah seluruh rakyat tertindas !!!
Tentang Kerja Massa
Pendahuluan
Organisasi menerapkan kerja massa dalam rangka menjalankan kerja utamanya yaitu perjuangan massa di perkotaan, pembangunan ranting yang establish dan lahirnya banyak aktivis massa yang bersedia bekerja di tengah-tengah rakyat. Kesuksesan dari pekerjaan politik di tengah massa adalah semakin banyaknya massa yang mengerti, menyetujui dan menggengam teguh garis umum dan garis demokratis nasional. Massa harus dibangkitkan, diorganisasikan dan digerakkan agar memiliki kepercayaan yang kuat pada organisasi yang dibangunnya sendiri, dari tidak ada organisasi sama sekali menjadi ada organisasi, dari lemah menjadi kuat, dari ditindas hingga dapat berbalik menindas musuh klasnya.
Kerja massa adalah kerja aktivis massa di tengah-tengah massa untuk memperjuangkan kepentingan massa dengan menjalankan pekerjaan secara berkesinambungan. Ada dua bentuk kerja, kerja Produksi dan kerja Sosial. Kerja produksi adalah kerja untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari dan kerja sosial adalah kerja untuk memberikan pelayanan social kepada massa. Dalam organisasi massa kedua bentuk kerja ini menjadi keharusan untuk dijalankan, karena pada hakekatnya kedua pekerjaan tersebut untuk kepentingan perjuangan massa. Jadi organisasi massa pasti menjalanakan praktek kampanye secara luas kepada massa sebagai bagian dari kerja sosial, dan untuk menjalankan kampanye massa membutuhkan biaya operasional, sebagai ormas yang independent, kebutuhan biaya operasional ini diperoleh dengan menjalankan kerja produksi yang diatur oleh organisasi. Kedua pekerjaan tersebut harus bisa dioprasionalkan secara bersamaan dan seimbang demi pembangunan organisasi dan perluasan pengaruh politik Demnas. Dengan demikian ketelatenan, kesabaran dan keuletan menjadi kesadaran yang penting bagi kita dalam memproses setiap perkembangan pekerjaan.
Dalam menjalankan Kerja Massa kita akan diperkenalkan pada prinsip-prinsip utama tentangTujuan dan Garis dari Kerja Massa, Kerja Propaganda dan Pendidikan Massa, Pengorganisasian Massa, Tentang Menggerakan Massa, Tentang Konsolidasi dan Perluasan. Dan atas keyakinan yang kita pegang teguh harus berlandaskan pada hal yang ilmiah, maka keyakinan tersebut harus bisa kita rumuskan dalam teori dan bisa dipraktekkan oleh kita semua. Pengertian teori bagi kita adalah pedoman untuk praktek. Keduanya memiliki hubungan dialektis dan tak terpisahkan. Tanpa panduan teori yang maju, gerakan kita akan terjebak dalam praktek yang asal-asalan, compang-camping dan tradisional. Gerakan tersebut tidak akan membawa banyak kemajuan dan tidak akan mencapai kemenangan. Pun sebaliknya, teori tanpa praktek adalah omong kosong. Keyakinan tanpa dilandasi oleh tindakan yang ilmiah juga suatu lamunan kosong (utopia). Dengan keyakinan dan tindakan ilmiah, akan memastikan bahwa kita semua bisa mempraktekkan kerja massa dan mencapai cita-cita mulia bersama.
Dikarenakan setiap hal-ihwal berkembang secara berangsur-angsur, maka setiap pekerjaan harus mampu kita rumuskan secara sistematis dan kita kerjakan dengan intensif dan berkelanjutan. Pekerjaan tanpa sistematika akan berjalan dengan alamiah atau spontanitas yang akan membawa hasil buruk bagi pekerjaan kita. Pekerjaan tanpa kita laksanakan dengan intensif dan berkelanjutan, adalah gaya amatiran yang tidak akan membuahkan kemajuan apa pun. Jelaslah bahwa Kerja Massa adalah sistematika untuk membangkitkankesadaran massa dari yang terbelakang menjadi lebih maju dengan mengenal beragam hak-hak demokratisnya, mengorganisasikan massa dan menggerakkan massa agar terlibat dalam perjuangan massa. Maka menjadi penting bahwa organisasi harus mampu merumuskan ide-ide perjuangan yang didapatkan dari massa sekaligus didukung secara luas oleh massa. Dengan demikian organisasi ini adalah milik massa dan massa akan terlibat secara aktif dalam mengembangkan organisasi serta perjuangan.
Kerja massa adalah kerja aktivis massa di tengah-tengah massa untuk memperjuangkan kepentingan massa dengan menjalankan pekerjaan secara berkesinambungan. Ada dua bentuk kerja, kerja Produksi dan kerja Sosial. Kerja produksi adalah kerja untuk memenuhi kebutuhan operasional sehari-hari dan kerja sosial adalah kerja untuk memberikan pelayanan social kepada massa. Dalam organisasi massa kedua bentuk kerja ini menjadi keharusan untuk dijalankan, karena pada hakekatnya kedua pekerjaan tersebut untuk kepentingan perjuangan massa. Jadi organisasi massa pasti menjalanakan praktek kampanye secara luas kepada massa sebagai bagian dari kerja sosial, dan untuk menjalankan kampanye massa membutuhkan biaya operasional, sebagai ormas yang independent, kebutuhan biaya operasional ini diperoleh dengan menjalankan kerja produksi yang diatur oleh organisasi. Kedua pekerjaan tersebut harus bisa dioprasionalkan secara bersamaan dan seimbang demi pembangunan organisasi dan perluasan pengaruh politik Demnas. Dengan demikian ketelatenan, kesabaran dan keuletan menjadi kesadaran yang penting bagi kita dalam memproses setiap perkembangan pekerjaan.
Dalam menjalankan Kerja Massa kita akan diperkenalkan pada prinsip-prinsip utama tentangTujuan dan Garis dari Kerja Massa, Kerja Propaganda dan Pendidikan Massa, Pengorganisasian Massa, Tentang Menggerakan Massa, Tentang Konsolidasi dan Perluasan. Dan atas keyakinan yang kita pegang teguh harus berlandaskan pada hal yang ilmiah, maka keyakinan tersebut harus bisa kita rumuskan dalam teori dan bisa dipraktekkan oleh kita semua. Pengertian teori bagi kita adalah pedoman untuk praktek. Keduanya memiliki hubungan dialektis dan tak terpisahkan. Tanpa panduan teori yang maju, gerakan kita akan terjebak dalam praktek yang asal-asalan, compang-camping dan tradisional. Gerakan tersebut tidak akan membawa banyak kemajuan dan tidak akan mencapai kemenangan. Pun sebaliknya, teori tanpa praktek adalah omong kosong. Keyakinan tanpa dilandasi oleh tindakan yang ilmiah juga suatu lamunan kosong (utopia). Dengan keyakinan dan tindakan ilmiah, akan memastikan bahwa kita semua bisa mempraktekkan kerja massa dan mencapai cita-cita mulia bersama.
Dikarenakan setiap hal-ihwal berkembang secara berangsur-angsur, maka setiap pekerjaan harus mampu kita rumuskan secara sistematis dan kita kerjakan dengan intensif dan berkelanjutan. Pekerjaan tanpa sistematika akan berjalan dengan alamiah atau spontanitas yang akan membawa hasil buruk bagi pekerjaan kita. Pekerjaan tanpa kita laksanakan dengan intensif dan berkelanjutan, adalah gaya amatiran yang tidak akan membuahkan kemajuan apa pun. Jelaslah bahwa Kerja Massa adalah sistematika untuk membangkitkankesadaran massa dari yang terbelakang menjadi lebih maju dengan mengenal beragam hak-hak demokratisnya, mengorganisasikan massa dan menggerakkan massa agar terlibat dalam perjuangan massa. Maka menjadi penting bahwa organisasi harus mampu merumuskan ide-ide perjuangan yang didapatkan dari massa sekaligus didukung secara luas oleh massa. Dengan demikian organisasi ini adalah milik massa dan massa akan terlibat secara aktif dalam mengembangkan organisasi serta perjuangan.
A. Tujuan dan Garis dari Kerja Massa
1. Tujuan Kerja Massa
Sebagai organisasi massa yang bercita-cita demokratis nasional, perjuangan dengan sandaran kekuatan massa merupakan alatnya. Massa adalah segolongan orang yang memiliki kepentingan dan tujuan sama. Inilah dasar ikatan bagi kerja-kerja mengorganisasikan dalam sebuah organisasi massa. Massa merupakan tenaga produktif, karena selain memproduksi barang materiil juga memproduksi nilai-nilai sosial. Oleh karenanya, massa adalah sumber pengetahuan sekaligus pembentuk peradaban dan sejarah. Tetapi selain menjadi sumber ide, massa juga pelaksana ide. Massa juga merupakan sumber bagi lahirnya pemimpin/pimpinan, maka antara massa dan pimpinan mempunyai saling hubungan yang erat. Di sinilah letak strategis dari karya massa. Dari massa ide perubahan lahir, sekaligus massa sebagai pelaksana ide perubahan tersebut. Maka tidak akan ada perubahan tanpa kekuatan massa. Oleh karena itu setiap golongan massa mempunyai karakter-karakter khusus tersendiri, disesuaikan dengan apa pekerjaan yang dilakukan oleh massa.
Kekuatan massa perubahan adalah kekuatan massa yang terdidik, terpimpin dan terorganisir. Massa yang terdidik dalam artian memahami apa yang diperjuangkan, massa terpimpin artinya menjalankan tindakannya sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama, kemudian terorganisasi. Artinya tidak terpisah-pisah dalam kelompok-kelompok/individu.
Organisasi massa adalah alat perjuangan massa. Sebagai alat perjuangan tentunya upaya dari massa untuk memajukan organisasi, baik secara kuantitas massa dan juga secara kualitas. Menuju tumbuh dan kembangnya organisasi dibutuhkan kerja massa yang berkesinambungan, inilah pentingnya kerja massa menjadi pekerjaan harian dan berkelanjutan dari organisasi. Hal ini juga tak lebih dari bagaimana upaya kita semua di organisasi untuk semakin sering dan banyak memenangkan tuntutan massa.
Jadi Kerja Massa kita memiliki tiga tujuan utama. Pertama adalah membentuk, mengkonsolidasikan, dan memperluas serta memperkuat organisasi. Kedua membangun dan mengkonsolidasikan fondasi yang kuat dan luas perjuangan demokratis nasional di tengah-tengah massa. Perjuangan massa tidak akan memperoleh kemajuan dengan kokoh tanpa dukungan massa yang luas. Ketiga adalah membangun fondasi yang luas dan kokoh bagi badan-badan pimpinan tiap level organisasi.
Kekuatan massa perubahan adalah kekuatan massa yang terdidik, terpimpin dan terorganisir. Massa yang terdidik dalam artian memahami apa yang diperjuangkan, massa terpimpin artinya menjalankan tindakannya sesuai dengan aturan yang telah disepakati bersama, kemudian terorganisasi. Artinya tidak terpisah-pisah dalam kelompok-kelompok/individu.
Organisasi massa adalah alat perjuangan massa. Sebagai alat perjuangan tentunya upaya dari massa untuk memajukan organisasi, baik secara kuantitas massa dan juga secara kualitas. Menuju tumbuh dan kembangnya organisasi dibutuhkan kerja massa yang berkesinambungan, inilah pentingnya kerja massa menjadi pekerjaan harian dan berkelanjutan dari organisasi. Hal ini juga tak lebih dari bagaimana upaya kita semua di organisasi untuk semakin sering dan banyak memenangkan tuntutan massa.
Jadi Kerja Massa kita memiliki tiga tujuan utama. Pertama adalah membentuk, mengkonsolidasikan, dan memperluas serta memperkuat organisasi. Kedua membangun dan mengkonsolidasikan fondasi yang kuat dan luas perjuangan demokratis nasional di tengah-tengah massa. Perjuangan massa tidak akan memperoleh kemajuan dengan kokoh tanpa dukungan massa yang luas. Ketiga adalah membangun fondasi yang luas dan kokoh bagi badan-badan pimpinan tiap level organisasi.
2. Garis massa
Organisasi Massa harus dapat memastikan bahwa seluruh anggota memiliki hubungan yang erat dengan massa. Dari hari ke hari kita harus terus belajar mencintai massa, mendengarkan aspirasinya, bersatu dengan mereka, dan terus berusaha keras meninggikan kesadaran politiknya setahap demi setahap dan menunjukkan cara agar massa dapat mengorganisasikan diri dan bertarung dengan musuh klasnya atas nama kepentingan diri mereka sendiri dan perjuangan DemNas. Inilah yang disebut garis massa, yang berhadap-hadapan secara diametral dengan komandoisme dan mengekorisme, dua penyakit yang senantiasa menganganggap massa bukan siapa-siapa dan tidak layak dipercaya.
Komandoisme adalah seakan-akan kita tahu massa, main perintah, duduk dibelakang meja dan ongkang-ongkang kaki. Inilah cara berfikir dan bertindak komandoisme. Tidak mengindahkan perlunya hidup ditengah-tengah massa dan bekerja bersama massa. Tetapi berdiri terpisah dan jauh dengan massa. Maka cara bertindak seperti ini bukanlah jalan massa. Dampak bagi massa ketika pimpinannya mengidap komandoisme adalah patronase atau timbulnya ketergantungan pada pimpinan tersebut. Karena massa tidak dilatih untuk memimpin dan mengembangkan ide dan prakteknya.
Mengekorisme adalah ketika kita hanya mengikuti massa, tidak berinisiatif untuk membangkitkan mereka. Berdiri di barisan paling belakang dari massa, dengan membiarkan kesalahan-kesalahan yang ada pada massa. Tidak berusaha membetulkannya apalagi mengarahkan dan memimpinnya. Berfikiran bahwa “suara massa adalah suara tuhan”, sehingga semuanya dianggap benar. Bahwa massa sudah memiliki tingkat kesadaran yang maju. Inilah bentuk mengekorisme yang akirnya akan merugikan massa itu sendiri dan menguntungkan musuh.
Kedua hal tersebut adalah yang akan merintangi kemajuan gerakan mahasiswa demokratis dalam memperjuangkan hak-haknya melawan imperialisme dan feodalisme. Agar kita dapat tepat menghindari kedua hal tersebut kita harus menjalankan garis massa dengan tepat, melalui: langgam kerja yang demokratis, selalu berada dekat dengan massa, menyelenggarakan diskusi kolektif dengan massa, melakukan investigasi sosial dan analisis kampus.
Garis massa dalah prinsip yang melandasi semua pekerjaan sehari-hari. Rumusanya adalah “dari massa untuk massa”. Segala sesuatunya datang dari massa, dilaksanakan oleh massa dan dikembalikan kepada massa. Apapun yang datang dari massa, sesuai dengan tingkat kesadarannya, akan terpisah-pisah dan tidak sistematis. Tugas kita adalah membuatnya menjadi sistematis, menganalisis berdasarkan cara berpikir yang benar, dan memberikan panduan dan keputusan untuk kita kembalikan pada massa. Demikian seterusnya.
Garis massa memegang ajaran yang menegaskan bahwa organisasi harus percaya dan bersandar sepenuhnya pada massa. Perjuangan hanya dapat dimenangkan apabila organisasi dapat benar-benar menyatu dengan massa dan menggerakkan massa dalam bentuk perjuangan taktis atau jangka panjang. Karena organisasi tidak dapat menggantikan kedudukan massa dalam perjuangan, demikian pula sebaliknya.
Selain hal tersebut diatas, beberapa prinsip garis massa yang harus digenggam secara teguh adalah: Mengerti kepentingan massa, Memperhatikan perasaan massa, Mendengar suara massa, Mempercayai dan menyimpulkan pikiran massa, Mengarahkan dan memimpin kehendak massa.
Komandoisme adalah seakan-akan kita tahu massa, main perintah, duduk dibelakang meja dan ongkang-ongkang kaki. Inilah cara berfikir dan bertindak komandoisme. Tidak mengindahkan perlunya hidup ditengah-tengah massa dan bekerja bersama massa. Tetapi berdiri terpisah dan jauh dengan massa. Maka cara bertindak seperti ini bukanlah jalan massa. Dampak bagi massa ketika pimpinannya mengidap komandoisme adalah patronase atau timbulnya ketergantungan pada pimpinan tersebut. Karena massa tidak dilatih untuk memimpin dan mengembangkan ide dan prakteknya.
Mengekorisme adalah ketika kita hanya mengikuti massa, tidak berinisiatif untuk membangkitkan mereka. Berdiri di barisan paling belakang dari massa, dengan membiarkan kesalahan-kesalahan yang ada pada massa. Tidak berusaha membetulkannya apalagi mengarahkan dan memimpinnya. Berfikiran bahwa “suara massa adalah suara tuhan”, sehingga semuanya dianggap benar. Bahwa massa sudah memiliki tingkat kesadaran yang maju. Inilah bentuk mengekorisme yang akirnya akan merugikan massa itu sendiri dan menguntungkan musuh.
Kedua hal tersebut adalah yang akan merintangi kemajuan gerakan mahasiswa demokratis dalam memperjuangkan hak-haknya melawan imperialisme dan feodalisme. Agar kita dapat tepat menghindari kedua hal tersebut kita harus menjalankan garis massa dengan tepat, melalui: langgam kerja yang demokratis, selalu berada dekat dengan massa, menyelenggarakan diskusi kolektif dengan massa, melakukan investigasi sosial dan analisis kampus.
Garis massa dalah prinsip yang melandasi semua pekerjaan sehari-hari. Rumusanya adalah “dari massa untuk massa”. Segala sesuatunya datang dari massa, dilaksanakan oleh massa dan dikembalikan kepada massa. Apapun yang datang dari massa, sesuai dengan tingkat kesadarannya, akan terpisah-pisah dan tidak sistematis. Tugas kita adalah membuatnya menjadi sistematis, menganalisis berdasarkan cara berpikir yang benar, dan memberikan panduan dan keputusan untuk kita kembalikan pada massa. Demikian seterusnya.
Garis massa memegang ajaran yang menegaskan bahwa organisasi harus percaya dan bersandar sepenuhnya pada massa. Perjuangan hanya dapat dimenangkan apabila organisasi dapat benar-benar menyatu dengan massa dan menggerakkan massa dalam bentuk perjuangan taktis atau jangka panjang. Karena organisasi tidak dapat menggantikan kedudukan massa dalam perjuangan, demikian pula sebaliknya.
Selain hal tersebut diatas, beberapa prinsip garis massa yang harus digenggam secara teguh adalah: Mengerti kepentingan massa, Memperhatikan perasaan massa, Mendengar suara massa, Mempercayai dan menyimpulkan pikiran massa, Mengarahkan dan memimpin kehendak massa.
3. Arti penting ISAK dalam kerja massa
ISAK adalah sebuah upaya yang dilakukan untuk mengetahui secara mendalam tentang keadaan alam dan keadaan sosial (masyarakat) di suatu tempat, hal tersebut bisa jadi termasuk kampus, desa ataupun kota. Penyelidikan sosial merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kerja massa di manapun. ISAK Bukan hanya pekerjaan untuk memenuhi tugas belajar, bukan pula pekerjaan proyek yang orientasinya lebih pada keuntungan jangka pendek khususnya finansial.
Penyelidikan sosial merupakan sebuah upaya yang sungguh-sungguh dan serius untuk meneliti keadaan kampus dan keadaan masyarakat kampus, sehingga kita dapat memahami dan mengerti tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mahasiswa, sebab-sebabnya dan perjuangan apa yang mesti dilancarkan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Sebagai bagian tidak terpisahkan dari kerja massa, maka prinsip penting dalam investigasi sosial bahwa tujuan investigasi sosial bukan semata-mata untuk mengetahui sehingga mampu menerangkan situasi konkret yang ada, tapi lebih penting dari itu adalah merubah keadaan atau situasi tersebut menjadi lebih baik. Karena mampu menerangkan situasi adalah penting, tetapi lebih penting lagi adalah mengubahnya. Jadi investigasi sosial merupakan pekerjaan aktif untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Maka di setiap tempat, kita harus mengetahui komposisi dari populasi, menentukan klas-klas yang progresif, kekuatan menengah dan kekuatan reaksioner. Berdasarkan hal di atas dalam menjalankan kerja massa kita menekankan pada klas utama dan berjumlah besar yang tersedia di tempat tertentu. Untuk itulah kita memakai ISAK sebagai nafas organisasi.
Sasaran studi ISAK adalah analisis keadaan masyarakat secara keseluruhan dan khususnya keadaan massa di tempat kita bekerja, sebab mereka adalah sumber data dan informasi yang kongkret—keadaan mereka adalah obyek khusus dari studi dan analisis kita. Di sini kita menerapkan prinsip, “analisis kongkret atas situasi kongkret”. Karena dengan ISAK kita dapat memahami klas yang kongkret dalam masyarakat, keadaan klas-klas, dan hubungan ekonomi, politik dan kebudayaan antara satu klas dengan klas lainnya. Sehingga kita dapat meletakkan orientasi yang benar dalam pekerjaan massa kita. Kita juga dapat menentukan bentuk dan metode propaganda, pengorganisasian, dan mobilisasi massa yang tepat. Tanpa ISAK yang menyeluruh, seksama dan tepat, kerja massa tidak akan efektif. Juga tanpa ISAK kita tidak akan dapat memastikan kebenaran taktik dan tujuan dari gerakan massa. Maka “tidak ada hak bicara tanpa investigasi.” Kita harus menjalankan dan menerapkan kerja massa dengan menjadikan ungkapan tersebut sebagai acuan.
ISAK akan menjelaskan masalah utama dan sekunder massa, masalah mendesak dan jangka panjang yang akan dihadapi massa. Menjelaskan hal ini adalah bagian dari orientasi dari gerakan massa di tempat tertentu, dan memastikan sasaran yang tepat dari gerakan massa. Misalnya, di perkotaan penghisapan setengah kolonial dan setengah feodal memiliki bentuk nyata di tangan rezim pemegang kebijakan yang memanifestasikan kedudukan klasnya sebagai Kapital Birokrat sekaligus Borjuasi Besar komprador dan Kapital birokrat. Karena itu kita harus memahami hal ini dengan benar untuk dapat memimpin gerakan perkotaan secara efektif.
Investigasi sosial bisa dilakukan oleh siapa pun; Buruh, Buruh Tani, Kaum Miskin Kota, Perempuan, Pemuda-Mahasiswa-Pelajar. Singkatnya yang menjalankan investigasi sosial adalah pihak yang menginginkan perubahan. Pemikiran dan pandangan tersebut berdasarkan bahwa semua orang harus mengubah nasibnya dan pekerjaan investigasi bukan melulu mengumpulkan data tapi mengumpulkan, menganalisa dan menyimpulkan. Investigasi sosial juga merupakan sebuah cara untuk tidak bekerja secara serampangan, asal-asalan atau sembarangan. Banyak orang malas untuk melakukan investigasi sosial, malas untuk meneliti secara mendalam kondisi di mana ia hidup, bekerja dan bertempat tinggal. Banyak orang juga berkata bahwa hanya dengan membaca buku, koran atau merenung di rumah, maka mereka akan mengerti tentang situasi konkret masyarakat. Adalah tidak benar bahwa tanpa melangkahkan kaki ke luar pintu rumah, maka kita dapat mengerti dan memahami banyak hal. Yang akan terjadi kemudian justru apa yang ada dalam pikiran kita yang kita anggap sebagai kebenaran dan kenyataan dan bukannya kenyataan dan kebenaran itu sendiri yang ada di luar diri kita, di tengah massa rakyat. Itu adalah kesalahan berpikir dan kesalahan di dalam memahami kenyataan dan situasi konkret.
Pekerjaan invenstigasi juga bagian dari pekerjaan menjaga kehidupan koletif organisasi. artinya dalam membangun kehidupan kolektif dibutuhkan saling memahami situasi kolektif, saling mengerti dan kemudian ada upaya untuk menyelesaikan problem yang dihadapi. Untuk mengetahui situasi objektif kolektif kita, dibutuhkan investigasi. Kegiatan ini bukan untuk mencari tahu kekurangan dan kelebihan individu-individu bagian dari kolektif saja, tapi mengetahui dan merumuskan langkah tepat untuk menyelesaikan beragam problem kolektif. Ini juga mengakkan aspek menjaga, melindungi dan mengingatkan dalam kehidupan kolektif organisasi.
Penyelidikan sosial merupakan sebuah upaya yang sungguh-sungguh dan serius untuk meneliti keadaan kampus dan keadaan masyarakat kampus, sehingga kita dapat memahami dan mengerti tentang persoalan-persoalan yang dihadapi oleh mahasiswa, sebab-sebabnya dan perjuangan apa yang mesti dilancarkan untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Sebagai bagian tidak terpisahkan dari kerja massa, maka prinsip penting dalam investigasi sosial bahwa tujuan investigasi sosial bukan semata-mata untuk mengetahui sehingga mampu menerangkan situasi konkret yang ada, tapi lebih penting dari itu adalah merubah keadaan atau situasi tersebut menjadi lebih baik. Karena mampu menerangkan situasi adalah penting, tetapi lebih penting lagi adalah mengubahnya. Jadi investigasi sosial merupakan pekerjaan aktif untuk mengubah dunia menjadi lebih baik.
Maka di setiap tempat, kita harus mengetahui komposisi dari populasi, menentukan klas-klas yang progresif, kekuatan menengah dan kekuatan reaksioner. Berdasarkan hal di atas dalam menjalankan kerja massa kita menekankan pada klas utama dan berjumlah besar yang tersedia di tempat tertentu. Untuk itulah kita memakai ISAK sebagai nafas organisasi.
Sasaran studi ISAK adalah analisis keadaan masyarakat secara keseluruhan dan khususnya keadaan massa di tempat kita bekerja, sebab mereka adalah sumber data dan informasi yang kongkret—keadaan mereka adalah obyek khusus dari studi dan analisis kita. Di sini kita menerapkan prinsip, “analisis kongkret atas situasi kongkret”. Karena dengan ISAK kita dapat memahami klas yang kongkret dalam masyarakat, keadaan klas-klas, dan hubungan ekonomi, politik dan kebudayaan antara satu klas dengan klas lainnya. Sehingga kita dapat meletakkan orientasi yang benar dalam pekerjaan massa kita. Kita juga dapat menentukan bentuk dan metode propaganda, pengorganisasian, dan mobilisasi massa yang tepat. Tanpa ISAK yang menyeluruh, seksama dan tepat, kerja massa tidak akan efektif. Juga tanpa ISAK kita tidak akan dapat memastikan kebenaran taktik dan tujuan dari gerakan massa. Maka “tidak ada hak bicara tanpa investigasi.” Kita harus menjalankan dan menerapkan kerja massa dengan menjadikan ungkapan tersebut sebagai acuan.
ISAK akan menjelaskan masalah utama dan sekunder massa, masalah mendesak dan jangka panjang yang akan dihadapi massa. Menjelaskan hal ini adalah bagian dari orientasi dari gerakan massa di tempat tertentu, dan memastikan sasaran yang tepat dari gerakan massa. Misalnya, di perkotaan penghisapan setengah kolonial dan setengah feodal memiliki bentuk nyata di tangan rezim pemegang kebijakan yang memanifestasikan kedudukan klasnya sebagai Kapital Birokrat sekaligus Borjuasi Besar komprador dan Kapital birokrat. Karena itu kita harus memahami hal ini dengan benar untuk dapat memimpin gerakan perkotaan secara efektif.
Investigasi sosial bisa dilakukan oleh siapa pun; Buruh, Buruh Tani, Kaum Miskin Kota, Perempuan, Pemuda-Mahasiswa-Pelajar. Singkatnya yang menjalankan investigasi sosial adalah pihak yang menginginkan perubahan. Pemikiran dan pandangan tersebut berdasarkan bahwa semua orang harus mengubah nasibnya dan pekerjaan investigasi bukan melulu mengumpulkan data tapi mengumpulkan, menganalisa dan menyimpulkan. Investigasi sosial juga merupakan sebuah cara untuk tidak bekerja secara serampangan, asal-asalan atau sembarangan. Banyak orang malas untuk melakukan investigasi sosial, malas untuk meneliti secara mendalam kondisi di mana ia hidup, bekerja dan bertempat tinggal. Banyak orang juga berkata bahwa hanya dengan membaca buku, koran atau merenung di rumah, maka mereka akan mengerti tentang situasi konkret masyarakat. Adalah tidak benar bahwa tanpa melangkahkan kaki ke luar pintu rumah, maka kita dapat mengerti dan memahami banyak hal. Yang akan terjadi kemudian justru apa yang ada dalam pikiran kita yang kita anggap sebagai kebenaran dan kenyataan dan bukannya kenyataan dan kebenaran itu sendiri yang ada di luar diri kita, di tengah massa rakyat. Itu adalah kesalahan berpikir dan kesalahan di dalam memahami kenyataan dan situasi konkret.
Pekerjaan invenstigasi juga bagian dari pekerjaan menjaga kehidupan koletif organisasi. artinya dalam membangun kehidupan kolektif dibutuhkan saling memahami situasi kolektif, saling mengerti dan kemudian ada upaya untuk menyelesaikan problem yang dihadapi. Untuk mengetahui situasi objektif kolektif kita, dibutuhkan investigasi. Kegiatan ini bukan untuk mencari tahu kekurangan dan kelebihan individu-individu bagian dari kolektif saja, tapi mengetahui dan merumuskan langkah tepat untuk menyelesaikan beragam problem kolektif. Ini juga mengakkan aspek menjaga, melindungi dan mengingatkan dalam kehidupan kolektif organisasi.
4. Metode dan Bentuk Kerja Massa
Seperti telah disinggung dalam pendahuluan, bahwa kerja massa memliki dua bentuk yang saling berkaitan yakni kerja produksi dan kerja social yang sepenuhnya bersandar pada garis dan tujuan kerja massa. Maka keduanya haruslah dilandasi semangat perjuangan demokratis nasional dan tidak mengarah pada semangat mendapat keuntungan pribadi semata. Melainkan keuntungan bagi massa secara luas, yakni pembebasan nasional.
4.1 Kerja Produksi Organisasi
Di negeri dominasi imperialisme tidak dibiarkan adanya alokasi anggaran untuk rakyat. Segala kebutuhan hidup hanya bisa di akses dengan uang, tidak ada bahan kebutuhan hidup yang gratis. Kondisi seperti ini akan berlangsung berkepanjangan karena dominasi kepentingan kapitalisme global terus berlanjut dan semakin melenggang dengan dominasi kebijakan dari boneka imperialisme. Kenyataan demikian bagi ormas adalah jawaban untuk terus memajukan diri dengan meletakkan dasar perjuangan dengan independensi organisasi, artinya menjalankan kehidupan organisasi dari tangan anggota dan massa.
Metode-metode Penggalangan keuangan dalam organisasi dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, baik memaksimalkan partisipasi anggota maupun mengembangkan potensi anggota dalam melakukan kegiatan usaha produksi. Prinsipnya dalam penggalangan logistik harus dipimpin oleh politik organisasi. Penggalangan yang bisa kita lakukan diantaranya :
Metode-metode Penggalangan keuangan dalam organisasi dapat dilakukan dengan berbagai kegiatan, baik memaksimalkan partisipasi anggota maupun mengembangkan potensi anggota dalam melakukan kegiatan usaha produksi. Prinsipnya dalam penggalangan logistik harus dipimpin oleh politik organisasi. Penggalangan yang bisa kita lakukan diantaranya :
a. Iuran anggota
a. Iuran anggota
Dalam menjalankan kerja-kerja organisasi, keuangan mengambil peranan penting. Karena dalam praktek selama ini bila keuangan organisasi terganggu akan mempengaruhi pelaksanaan kerja-kerja organisasi lainnya. Sehingga salah satu upaya untuk memenuhi keuangan organisasi adalah dengan melakukan penarikan uang wajib bagi anggota yang di sebut dengan iuran. Penggalangan iuran diupayakan semaksimal mungkin tidak membebankan anggota ormas, sehingga dalam ketetapan organisasi tertinggi diputuskan nominal pembayaran iuran tidak memberatkan anggota.
Dalam prakteknya iuran bagi ormas belum cukup untuk menutupi alokasi anggaran untuk kebutuhan kerja-kerja organisasi. Anggaran iuran hanya mampu menutupi alokasi anggaran kebutuhan tertentu saja. Meskipun demikian iuran harus terus digalakkan, karena dari pembayaran iuran yang rutin, kita bisa menutupi sebagian kecil dari kebutuhan kerja organisasi dan pembayaran iuran bagi anggota ormas menjadi bukti kepemilikan anggota akan organisasinya. Iuran anggota merupakan bentuk partisipasi anggota secara nyata terhadap organisasi, selain juga menjadi bukti independensi organisasi dalam merintis langkah-langkah memajukan perjuangan massa. Melihat betapa pentingnya iuran bagi organisasi massa yang hidup dan matinya di tangan anggota dan massa, maka penting bagi seluruh anggota FMN untuk tertib membayar iuran.
b. Kegiatan Usaha Produksi
Selain dari iuran anggota, keuangan organisasi juga dapat digali dengan mengadakan kegiatan usaha produksi. Banyak macamnya kegiatan produksi yang bisa kita lakukan, prinsipnya adalah memaksimalkan potensi anggota untuk menyalurkan bakat dan kreatifitasnya. Pelaksanaan kegiatan usaha mandiri disesuaikan dengan kesanggupan. Di persiapkan secara matang, mulai dari pengadaan modal, jenis jegiatan usaha mandiri (layanan jasa atau barang), target pelayanan/pemasaran, penanggung jawab kegiatan, sampai pada manajemen pengelolaan.
Untuk mengadakan kegiatan usaha produksi dibutuhkan modal awal. Pemenuhan modal awal ini bisa bekerjasama dengan individu anggota, atau bisa juga bekerjasama dengan lembaga. Syaratnya dalam kerjasama yang dibangun ada perencanaan, dan ada pembagian secara jelas. Upayakan dalam pembangunan kegiatan usaha produksi seminimal mungkin tidak mengganggu kerja-kerja organisasi dan tidak bertentangan dengan politik organisasi. Sehingga harus ada team khusus untuk menjalankannya. Yang terpenting optimalkan potensi-potensi yang dimiliki anggota.
c. Kerjasama kegiatan
Metode lainnya dalam melakukan penggalangan keuangan organisasi adalah dengan mengadakan kerjasama kegiatan dengan individu atau lembaga lainnya. Bentuk kerjasama yang tidak mengikat organisasi dan saling menguntungkan. Bentuk dari tidak mengikat di sini, bahwa kerjasama kegiatan yang dibangun tidak bertentangan dengan program perjuangan organisasi. Dalam pelaksanaannya kita dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan teknis kegiatan dan lembaga atau individu yang diajak kerjasama menyediakan logistic kegiatan. Untuk mengambil keuangan dari kegiatan ini, bisa meminimalisir kebutuhan dari kegiatan, seperti untuk penyediaan tempat kegiatan kita bisa bekerjasama dengan lembaga atau individu lain, dll. Dalam hal kerjasama ini ormas juga harus memperhatikan transparansi pendanaan kegiatan. Kemana uang di keluarkan? dan untuk apa?, untuk mendukung transparansi ini di butuhkan bukti tertulis dari transaknsi keuangan kegiatan, contohnya nota pembayaran. Dan lebih rijit kesemua pelaksanaan teknis dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang memuat pengeluaran keuangan, dokumentasi, dan bahan atau materi kegiatan. Contoh kegiatan yang bisa dilakukan bersama, seperti Diskusi public, Seminar, Pagelaran seni dan budaya, bedah buku, nonton Film, kampanye massa, kegiatan sosial dll.
Dalam menjalankan kerja-kerja organisasi, keuangan mengambil peranan penting. Karena dalam praktek selama ini bila keuangan organisasi terganggu akan mempengaruhi pelaksanaan kerja-kerja organisasi lainnya. Sehingga salah satu upaya untuk memenuhi keuangan organisasi adalah dengan melakukan penarikan uang wajib bagi anggota yang di sebut dengan iuran. Penggalangan iuran diupayakan semaksimal mungkin tidak membebankan anggota ormas, sehingga dalam ketetapan organisasi tertinggi diputuskan nominal pembayaran iuran tidak memberatkan anggota.
Dalam prakteknya iuran bagi ormas belum cukup untuk menutupi alokasi anggaran untuk kebutuhan kerja-kerja organisasi. Anggaran iuran hanya mampu menutupi alokasi anggaran kebutuhan tertentu saja. Meskipun demikian iuran harus terus digalakkan, karena dari pembayaran iuran yang rutin, kita bisa menutupi sebagian kecil dari kebutuhan kerja organisasi dan pembayaran iuran bagi anggota ormas menjadi bukti kepemilikan anggota akan organisasinya. Iuran anggota merupakan bentuk partisipasi anggota secara nyata terhadap organisasi, selain juga menjadi bukti independensi organisasi dalam merintis langkah-langkah memajukan perjuangan massa. Melihat betapa pentingnya iuran bagi organisasi massa yang hidup dan matinya di tangan anggota dan massa, maka penting bagi seluruh anggota FMN untuk tertib membayar iuran.
b. Kegiatan Usaha Produksi
Selain dari iuran anggota, keuangan organisasi juga dapat digali dengan mengadakan kegiatan usaha produksi. Banyak macamnya kegiatan produksi yang bisa kita lakukan, prinsipnya adalah memaksimalkan potensi anggota untuk menyalurkan bakat dan kreatifitasnya. Pelaksanaan kegiatan usaha mandiri disesuaikan dengan kesanggupan. Di persiapkan secara matang, mulai dari pengadaan modal, jenis jegiatan usaha mandiri (layanan jasa atau barang), target pelayanan/pemasaran, penanggung jawab kegiatan, sampai pada manajemen pengelolaan.
Untuk mengadakan kegiatan usaha produksi dibutuhkan modal awal. Pemenuhan modal awal ini bisa bekerjasama dengan individu anggota, atau bisa juga bekerjasama dengan lembaga. Syaratnya dalam kerjasama yang dibangun ada perencanaan, dan ada pembagian secara jelas. Upayakan dalam pembangunan kegiatan usaha produksi seminimal mungkin tidak mengganggu kerja-kerja organisasi dan tidak bertentangan dengan politik organisasi. Sehingga harus ada team khusus untuk menjalankannya. Yang terpenting optimalkan potensi-potensi yang dimiliki anggota.
c. Kerjasama kegiatan
Metode lainnya dalam melakukan penggalangan keuangan organisasi adalah dengan mengadakan kerjasama kegiatan dengan individu atau lembaga lainnya. Bentuk kerjasama yang tidak mengikat organisasi dan saling menguntungkan. Bentuk dari tidak mengikat di sini, bahwa kerjasama kegiatan yang dibangun tidak bertentangan dengan program perjuangan organisasi. Dalam pelaksanaannya kita dapat menjalankan pekerjaan-pekerjaan teknis kegiatan dan lembaga atau individu yang diajak kerjasama menyediakan logistic kegiatan. Untuk mengambil keuangan dari kegiatan ini, bisa meminimalisir kebutuhan dari kegiatan, seperti untuk penyediaan tempat kegiatan kita bisa bekerjasama dengan lembaga atau individu lain, dll. Dalam hal kerjasama ini ormas juga harus memperhatikan transparansi pendanaan kegiatan. Kemana uang di keluarkan? dan untuk apa?, untuk mendukung transparansi ini di butuhkan bukti tertulis dari transaknsi keuangan kegiatan, contohnya nota pembayaran. Dan lebih rijit kesemua pelaksanaan teknis dilaporkan dalam Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) yang memuat pengeluaran keuangan, dokumentasi, dan bahan atau materi kegiatan. Contoh kegiatan yang bisa dilakukan bersama, seperti Diskusi public, Seminar, Pagelaran seni dan budaya, bedah buku, nonton Film, kampanye massa, kegiatan sosial dll.
4.2 Kerja Sosial Organisasi
Secara singkat bentuk kerja social organisasi dalam kerja massa adalah ISAK, Propaganda dan Pendidikan Massa, Pengorganisasian Massa, Aksi Massa dan Kampanye Massa, Konsolidasi dan Perluasan. Semua bentuk keja social organisasi bersandar pada garis dan tujuan kerja massa. Dan Posisi ISAK adalah adalah sebagai awalan, nafas dan fondasi dari segala aktivitas kerja massa. Pemaparan lebih lanjut tentang bentuk dan prinsip kerja social dalam kerja massa akan dipaparkan lebih lanjut.
B. Kerja Propaganda dan Pendidikan Massa
1. Arti penting propaganda
Propaganda adalah penyebarluasan pengetahuan tentang situasi kongkrit yang ada kepada individu, kelompok, maupun massa luas secara sistematis dan terus menerus guna meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mereka sehingga tergerak untuk bertindak mengubah keadaan. Kerja propaganda merupakan salah satu pekerjaan kebudayaan yang kita lakukan untuk meningkatkan taraf kebudayaan massa. Saat ini jika kita lihat secara umum masih banyak massa yang belum memiliki kesadaran maju, hal ini salah satunya adalah makin gencarnya imperialisme menanamkan nilai – nilai budaya yang mereka inginkan seperti pola kehidupan yang liberal, individualistic, konsumtif, kurang peka sosial dan sebagainya yang mengakibatkan rendahnya tingkat kesadaran massa.
Dalam kondisi seperti ini, propaganda menjadi sangat penting sebab dengan propaganda kita dapat menjangkau massa luas baik yang telah terorganisasi maupun belum untuk menyampaikan, menjelaskan, dan menggelorakan hasil ISAK serta tujuan dan tugas perjuangan massa di setiap periode, tingkatan dan tempatnya. Propaganda harus dijalankan oleh seluruh anggota dan organisasi di setiap kesempatan untuk mendekatkan organisasi dengan massa dan massa dapat mengerti peranannya secara umum dan tugasnya secara khusus dalam perjuangan demokratis nasional.
Harus kita pahami bahwa massa merupakan tenaga produktif, karena selain memproduksi barang materiil juga memproduksi nilai-nilai sosial. Sehingga propaganda kita memiliki tiga tugas utama yang saling berhubungan satu sama lain: pertama, memblejeti musuh-musuh rakyat dan semua skema anti rakyat yang mereka telah, sedang dan akan mereka terapkan. Kedua, menjelaskan tentang garis, program dan kebijakan organisasi Ketiga, menganalisis dan menggambarkan kehidupan dan perjuangan massa.
Untuk itulah, propaganda massa memegang peranan penting dalam meningkatkan kesadaran massa dan membuatnya bergerak mengubah keadaan. Propaganda mempunyai peranan penting dalam membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa. Propaganda yang kita lakukan adalah langsung ke tengah massa di pusaran lubuk hati dan pikirannya.
Dalam menjalankan propaganda kita mesti memegang teguh prinsip-prinsipnya yakni:Ilmiah; artinya sesuai dengan kenyataan yang ada, Belajar dari Massa; Propaganda yang kita jalankan harus didasarkan dari proses belajar kita dari massa, karena massa adalah sumber ide dan praktek, Jujur; Propaganda harus berdasarkan pada fakta akan data yang sesungguhnya dan panduan garis politik untuk bertindak yang tepat, Berkesinambungan;Propaganda tidak dapat dilakukan dengan hanya satu atau dua kali pekerjaan. Namun karena situasi massa di bawah penindasan imperialisme dan feodalisme yang telah mengakar, maka propaganda harus dilakukan terus menerus dan meningkat sedikit demi sedikit, Sesuai dengan Pikiran dan Perasaan Massa; Garis massa adalah yang melandasi prinsip ini. Kita menyebarkan bahan propaganda atas dasar pertalian erat kita dengan massa, medengarkan, memperhatikan, dan bersama massa menyelesaikan persoalan mereka.
Dalam kondisi seperti ini, propaganda menjadi sangat penting sebab dengan propaganda kita dapat menjangkau massa luas baik yang telah terorganisasi maupun belum untuk menyampaikan, menjelaskan, dan menggelorakan hasil ISAK serta tujuan dan tugas perjuangan massa di setiap periode, tingkatan dan tempatnya. Propaganda harus dijalankan oleh seluruh anggota dan organisasi di setiap kesempatan untuk mendekatkan organisasi dengan massa dan massa dapat mengerti peranannya secara umum dan tugasnya secara khusus dalam perjuangan demokratis nasional.
Harus kita pahami bahwa massa merupakan tenaga produktif, karena selain memproduksi barang materiil juga memproduksi nilai-nilai sosial. Sehingga propaganda kita memiliki tiga tugas utama yang saling berhubungan satu sama lain: pertama, memblejeti musuh-musuh rakyat dan semua skema anti rakyat yang mereka telah, sedang dan akan mereka terapkan. Kedua, menjelaskan tentang garis, program dan kebijakan organisasi Ketiga, menganalisis dan menggambarkan kehidupan dan perjuangan massa.
Untuk itulah, propaganda massa memegang peranan penting dalam meningkatkan kesadaran massa dan membuatnya bergerak mengubah keadaan. Propaganda mempunyai peranan penting dalam membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa. Propaganda yang kita lakukan adalah langsung ke tengah massa di pusaran lubuk hati dan pikirannya.
Dalam menjalankan propaganda kita mesti memegang teguh prinsip-prinsipnya yakni:Ilmiah; artinya sesuai dengan kenyataan yang ada, Belajar dari Massa; Propaganda yang kita jalankan harus didasarkan dari proses belajar kita dari massa, karena massa adalah sumber ide dan praktek, Jujur; Propaganda harus berdasarkan pada fakta akan data yang sesungguhnya dan panduan garis politik untuk bertindak yang tepat, Berkesinambungan;Propaganda tidak dapat dilakukan dengan hanya satu atau dua kali pekerjaan. Namun karena situasi massa di bawah penindasan imperialisme dan feodalisme yang telah mengakar, maka propaganda harus dilakukan terus menerus dan meningkat sedikit demi sedikit, Sesuai dengan Pikiran dan Perasaan Massa; Garis massa adalah yang melandasi prinsip ini. Kita menyebarkan bahan propaganda atas dasar pertalian erat kita dengan massa, medengarkan, memperhatikan, dan bersama massa menyelesaikan persoalan mereka.
2. Arti penting kerja pendidikan
Pada dasarnya kerja pendidikan memiliki tujuan yang sama dengan propaganda yaitu untuk mempertinggi kesadaran massa agar bersedia ambil bagian aktif sepenuh hati dalam perjuangan massa. Dan mendapatkan pendidikan adalah hak massa semutlaknya.
Kerja pendidikan mengambil peranan penting untuk memberikan dasar teori yang kuat bagi massa untuk ambil bagian dalam gerakan demokratis. Pendidikan juga mengembangkan kemampuan dan keahlian massa agar dapat menjalankan pekerjaan massanya dengan efektif.
Kerja eduksi tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan membangun dan mengkonsolidasikan organisasi massa. Jika massa sudah mampu belajar secara sistematis dan rutin, bila pandangan ideologi dan politiknya telah berakar baik di tengah mereka sendiri maka hal tersebut akan menjadi pedoman yang terus berkembang dalam setiap perjuangan massa dalam waktu yang panjang. Juga demikian halnya dengan kemampuan dan keahliannya akan tumbuh dan berkembang semakin kaya dan komplit.
Adalah sangat vital bagi kita memiliki program untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan massa, aktivis massa setahap demi setahap. Kita harus memastikan sebesar-besarnya waktu bagi pekerjaan edukasi karena ini adalah pekerjaan massa yang sangat penting.
Kerja pendidikan mengambil peranan penting untuk memberikan dasar teori yang kuat bagi massa untuk ambil bagian dalam gerakan demokratis. Pendidikan juga mengembangkan kemampuan dan keahlian massa agar dapat menjalankan pekerjaan massanya dengan efektif.
Kerja eduksi tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan membangun dan mengkonsolidasikan organisasi massa. Jika massa sudah mampu belajar secara sistematis dan rutin, bila pandangan ideologi dan politiknya telah berakar baik di tengah mereka sendiri maka hal tersebut akan menjadi pedoman yang terus berkembang dalam setiap perjuangan massa dalam waktu yang panjang. Juga demikian halnya dengan kemampuan dan keahliannya akan tumbuh dan berkembang semakin kaya dan komplit.
Adalah sangat vital bagi kita memiliki program untuk meningkatkan kesadaran dan kemampuan massa, aktivis massa setahap demi setahap. Kita harus memastikan sebesar-besarnya waktu bagi pekerjaan edukasi karena ini adalah pekerjaan massa yang sangat penting.
3. Bentuk dan metode pendidikan massa
Pendidikan adalah studi tentang perjuangan massa dan perubahan sosial yang dilakukan oleh massa yang telah diorganisasikan yang bersifat formal, tersentral dan sistematis. Bentuk pendidikan massa ada dua yaitu kursus umum dan kursus khusus.
Kursus khusus adalah usaha untuk menjelaskan sejarah, sifat dan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh klas atau sektor yang kita organisir dan gerakkan. Kursus khusus bagi gerakan tani adalah mendiskusikan masalah feodalisme dan reforma agraria. Kursus khusus bagi klas buruh adalah mendiskusikan tentang gerakan serikat buruh dan gerakan pemogokan. Kursus khusus bagi gerakan perempuan adalah mendiskusikan problem perempuan dan pembebasannya. Dan kursus khusus bagi gerakan pemuda adalah mendiskusikan tentang problem pemuda dan tujuan yang benar dari gerakan pemuda.
Sementara itu kursus umum adalah kursus yang membahas masalah studi tentang sejarah Indonesia, tiga masalah pokok rakyat Indonesia saat ini dan prinsip serta tugas utama dari perjuangan demokratis nasional.
Setelah kursus umum dan khusus kita sudah mulai mengenalkan tentang dasar-dasar teoritik. Seperti mendiskusikan tentang sikap aktivis massa dalam hubungannya dengan pelayanan terhadap massa, soal kritik dan oto-kritik, masalah rela berkorban, prinsip dasar sentralisme demokratis, masalah garis massa dan kepemimpinan kolektif, ISAK, dan beberapa prinsip tertentu dan terbatas tentang dialektika materialis dan dialektika historis. Bersamaan dengan itu, massa diberikan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dan keahliannya dalam memimpin organisasi massa, kerja propaganda, mengembangkan produksi, kesehatan dan obat-obatan, kebudayaan dan kesusasteraan, dan lain sebagainya.
Karena posisinya yang vital dalam peningkatan kualitas massa dan bersifat formal, tersentral dan sistematis, maka metode pemerian pendidikan hari ini tak lagi mengenal istilah serapangan dan kurang persiapan atau dengan istilah lain sekadar melaksanakan program dengan peserta yang serabutan. Hal utama yang harus kita pastikan dalam pelaksaksanaan pendidikan adalah, peserta memahami arti pentingnya pendidikan bagi peningkatan kualitasnya dalam menjalankan dan meluaskan pengaruh organisasi dan perjuangan demokratis nasional. Dengan demikian metode pendidikan bisa diatur secara sistematis dengan kategori regular dan khusus.
Pemerian pendidikan secara regular dilakukan mingguan, dua mingguan, atau bulanan dengan materi-materi umum yang mengarah pada skill umum dan skill keorganisasian. Pendidikan regular ini bersifat luas dan terbuka untuk massa dengan tujuan bukan untuk meningkatkan kemampuan individual semata, tetapi juga dibarengi dengan perspektif untuk dikembangkan menuju perjuangan bersama dengan organisasi.
Pemerian pendidikan secara khusus digelar dengan waktu, ruang, dan serangakaian materi khusus yang tujuan dan targetnya mengarah pada kurikulum pendidikan organisasi.
Kursus khusus adalah usaha untuk menjelaskan sejarah, sifat dan solusi atas masalah-masalah yang dihadapi oleh klas atau sektor yang kita organisir dan gerakkan. Kursus khusus bagi gerakan tani adalah mendiskusikan masalah feodalisme dan reforma agraria. Kursus khusus bagi klas buruh adalah mendiskusikan tentang gerakan serikat buruh dan gerakan pemogokan. Kursus khusus bagi gerakan perempuan adalah mendiskusikan problem perempuan dan pembebasannya. Dan kursus khusus bagi gerakan pemuda adalah mendiskusikan tentang problem pemuda dan tujuan yang benar dari gerakan pemuda.
Sementara itu kursus umum adalah kursus yang membahas masalah studi tentang sejarah Indonesia, tiga masalah pokok rakyat Indonesia saat ini dan prinsip serta tugas utama dari perjuangan demokratis nasional.
Setelah kursus umum dan khusus kita sudah mulai mengenalkan tentang dasar-dasar teoritik. Seperti mendiskusikan tentang sikap aktivis massa dalam hubungannya dengan pelayanan terhadap massa, soal kritik dan oto-kritik, masalah rela berkorban, prinsip dasar sentralisme demokratis, masalah garis massa dan kepemimpinan kolektif, ISAK, dan beberapa prinsip tertentu dan terbatas tentang dialektika materialis dan dialektika historis. Bersamaan dengan itu, massa diberikan pendidikan untuk mengembangkan kemampuan dan keahliannya dalam memimpin organisasi massa, kerja propaganda, mengembangkan produksi, kesehatan dan obat-obatan, kebudayaan dan kesusasteraan, dan lain sebagainya.
Karena posisinya yang vital dalam peningkatan kualitas massa dan bersifat formal, tersentral dan sistematis, maka metode pemerian pendidikan hari ini tak lagi mengenal istilah serapangan dan kurang persiapan atau dengan istilah lain sekadar melaksanakan program dengan peserta yang serabutan. Hal utama yang harus kita pastikan dalam pelaksaksanaan pendidikan adalah, peserta memahami arti pentingnya pendidikan bagi peningkatan kualitasnya dalam menjalankan dan meluaskan pengaruh organisasi dan perjuangan demokratis nasional. Dengan demikian metode pendidikan bisa diatur secara sistematis dengan kategori regular dan khusus.
Pemerian pendidikan secara regular dilakukan mingguan, dua mingguan, atau bulanan dengan materi-materi umum yang mengarah pada skill umum dan skill keorganisasian. Pendidikan regular ini bersifat luas dan terbuka untuk massa dengan tujuan bukan untuk meningkatkan kemampuan individual semata, tetapi juga dibarengi dengan perspektif untuk dikembangkan menuju perjuangan bersama dengan organisasi.
Pemerian pendidikan secara khusus digelar dengan waktu, ruang, dan serangakaian materi khusus yang tujuan dan targetnya mengarah pada kurikulum pendidikan organisasi.
C. Pengorganisasian Massa
1. Arti penting kerja pengorganisasian
Pengorganisasian massa adalah kegiatan membangun, mengorganisasikan dan menggerakkan massa. Kegiatan Rekruitment anggota merupakan salah satu poros pekerjaan organisasi. Pekerjaan yang mempunyai andil bagi penambahan anggota dalam organisasi. Bagaimana menjangkau massa mahasiswa luas, meningkatkan kesadarannya, dan mendorong keterlibatan massa dalam organisasi sebagai alat perjuangan. Prinsip rekruitment luas dan terbuka, luas dalam artian menjangkau massa secara luas berdasarkan wilayah teritori kerja massa kita. Prinsip luas mensyaratkan kita untuk melakukan berbagai kegiatan yang dapat diketahui oleh massa mahasiswa luas. Sedangkan terbuka bahwa kegiatan recruitment yang dijalankan membuka seluas-luasnya kepada massa untuk mendaftarkan menjadi anggota FMN. Kita harus dapat mengorganisasikan massa secara luas, mempersatukan mereka dengan kuat dalam sebuah kolektivitas Grup Anggota dan mempersiapkan mereka untuk melawan musuh klasnya secara keseluruhan. Bila massa tidak solid mereka hanya akan melawan musuh klasnya secara terbatas dan dalam waktu serta keadaan tertentu saja. Tujuan kita adalah menjadikan massa sebagai benteng perjuangan yang kokoh.
2. Prinsip kerja pengorganisasian
Dalam mengorganisasikan massa harus memegang dua prinsip penting yaitu: percaya dan menyandarkan diri sepenuhnya pada massa. Kedua, melakukan pengorganisasian luas untuk perjuangan massa.
Prinsip bersandar dan sepenuhnya percaya pada massa dalam prakteknya diwujudkan dengan memberikan keleluasan kepada massa untuk belajar menjalankan aksi berdasarkan inisiatif dan kehendaknya sendiri dalam menjalankan tugas. Ini sangat penting dalam rangka memunculkan sebanyak-banyaknya massa yang siap untuk menjalankan tugas-tugas organisasi. Kita harus senantiasa memahami bahwa ketika massa mengerti dan memegang tujuan perjuangan dan membangun kekuatannya sendiri maka mereka akan menjadi kreatif dan gigih dalam menjalankan pekerjaannya sendiri. Maka pimpinan dan aktivis massa akan lahir dari lapisan-lapisan massa sendiri.
Maka kepemimpinan dalam organisasi massa haruslah tersusun atas pimpinan yang dapat dipercaya, bersemangat, dan dihormati. Singkatnya mereka berasal dari klas pokok, memiliki cacatan kemanusiaan yang luar biasa, siapa yang dapat dipercaya dan memiliki perhatian luar biasa pada masalah umat manusia. Kepemimpinan harus dibentuk, dididik, ditempa untuk bekerja dan berjuang bersama-sama. Suasana dalam kolektif harus sehat dan bila ada yang terbelakang dan sulit untuk dikembangkan maka harus diganti dengan yang baru dan segar.
Prinsip bersandar dan sepenuhnya percaya pada massa dalam prakteknya diwujudkan dengan memberikan keleluasan kepada massa untuk belajar menjalankan aksi berdasarkan inisiatif dan kehendaknya sendiri dalam menjalankan tugas. Ini sangat penting dalam rangka memunculkan sebanyak-banyaknya massa yang siap untuk menjalankan tugas-tugas organisasi. Kita harus senantiasa memahami bahwa ketika massa mengerti dan memegang tujuan perjuangan dan membangun kekuatannya sendiri maka mereka akan menjadi kreatif dan gigih dalam menjalankan pekerjaannya sendiri. Maka pimpinan dan aktivis massa akan lahir dari lapisan-lapisan massa sendiri.
Maka kepemimpinan dalam organisasi massa haruslah tersusun atas pimpinan yang dapat dipercaya, bersemangat, dan dihormati. Singkatnya mereka berasal dari klas pokok, memiliki cacatan kemanusiaan yang luar biasa, siapa yang dapat dipercaya dan memiliki perhatian luar biasa pada masalah umat manusia. Kepemimpinan harus dibentuk, dididik, ditempa untuk bekerja dan berjuang bersama-sama. Suasana dalam kolektif harus sehat dan bila ada yang terbelakang dan sulit untuk dikembangkan maka harus diganti dengan yang baru dan segar.
3. Sistematika kerja pengorganisasian
Ada dua metode pengorganisasian yang diantaranya tidak saling menegasikan melainkan dilaksanakan secara bersamaan, yakni:
Untuk mendapatkan kontak, kita bisa memulai dengan pendekatan personal terhadap orang-orang terdekat untuk menggelar kegiatan luas dan terbuka di kampus seperti diskusi terbuka seminar/ edukasi massa dengan mengundang lembaga kampus dan menempel poster di seluruh titik strategis kampus yang dikerjakan secara kolektif. Dari peserta diskusi yang hadir kita bisa mempromosikan organisasi dan garis plitik organisasi. Atau membuka open recruitment secara terbuka dan luas dengan memasang poster open recruitment. Bisa juga dalam setiap kegiatan organisasi kita undang massa secara luas untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.
Setelah kita mendapatkan kontak yang positif dengan bentuk mengisi formulir keanggotaan, kemudian kita satukan mereka dalam Group Anggota untuk melaksanakan program organisasi.
- personal approach (pendekatan perseorangan) dan
- kolektif approach (pendekatan kolektif).
Untuk mendapatkan kontak, kita bisa memulai dengan pendekatan personal terhadap orang-orang terdekat untuk menggelar kegiatan luas dan terbuka di kampus seperti diskusi terbuka seminar/ edukasi massa dengan mengundang lembaga kampus dan menempel poster di seluruh titik strategis kampus yang dikerjakan secara kolektif. Dari peserta diskusi yang hadir kita bisa mempromosikan organisasi dan garis plitik organisasi. Atau membuka open recruitment secara terbuka dan luas dengan memasang poster open recruitment. Bisa juga dalam setiap kegiatan organisasi kita undang massa secara luas untuk turut berpartisipasi dalam kegiatan organisasi.
Setelah kita mendapatkan kontak yang positif dengan bentuk mengisi formulir keanggotaan, kemudian kita satukan mereka dalam Group Anggota untuk melaksanakan program organisasi.
4. Group anggota
a. Apa itu group anggota
Group anggota adalah Cara untuk mengumpulkan anggota dalam menjalankan aktifitas poitik dan organisasi yang dibentuk oleh pimpinan. Grup bukan struktur badan organisasi, kenapa? pertama group tidak berhadap-hadapan langsung dengan pengambil kebijakan di kampus (kontradiksi pokok), kedua group tidak bisa merumuskan dan memimpin program politik dan organisasi di kampus karena yang membuat itu adalah badan pimpinan tingkat kampus.
b. Apa syarat-syarat group Anggota ?
c. Mengapa kita membuat group Anggota ?
d. Bagaimana cara membangun group ?
e. Bagaimana mengembangkan group ?
Group anggota adalah Cara untuk mengumpulkan anggota dalam menjalankan aktifitas poitik dan organisasi yang dibentuk oleh pimpinan. Grup bukan struktur badan organisasi, kenapa? pertama group tidak berhadap-hadapan langsung dengan pengambil kebijakan di kampus (kontradiksi pokok), kedua group tidak bisa merumuskan dan memimpin program politik dan organisasi di kampus karena yang membuat itu adalah badan pimpinan tingkat kampus.
b. Apa syarat-syarat group Anggota ?
- Group dibentuk oleh pimpinan kampus/kampus persiapan
- Group terdiri dari minimal 5 maksimal 9 anggota
- Memiliki koordinator group yang berfungsi untuk mengkoordinasikan anggota group
c. Mengapa kita membuat group Anggota ?
- Memudahkan pimpinan organisasi melayani seluruh hak-hak anggota
- Terpantaunya perkembangan anggota secara harian
- Pimpinan bisa langsung memberikan aspek ketauladanan didalam group
- Mengefektifkan keterlibatan massa dalam menjalankan kegiatan politik maupun organisasi
- Seluruh anggota pada prinsipnya adalah anggota group, tidak dibenarkan jika ada anggota yang tidak masuk group kerja, karena di group inilah seluruh aktifitas organisasi dijalankan.
- Grup anggota terkait dengan aktivitas dalam kampus bukan yang di luar kampus. Bagaimana dengan aktivitas di luar kampus seperti di kost, itu menjadi bagian penting pekerjaan propaganda solid kita.
d. Bagaimana cara membangun group ?
- Pimpinan kampus/badan persiapan kampus melakukan investigasi aktivitas harian seluruh anggotanya
- Setelah mengetahui aktivitas harian anggotanya pimpinan organisasi bersama-sama anggotanya menetapkan grouping berdasarkan aktivitas harian anggota, contoh lembaga kampus, minat bakat, kantin, kelas, fakultas, dan sebagainya.
- Setelah berbentuk group pimpinan langsung berintegrasi masuk kedalam group dan memberikan ketauladanan kerja di group tersebut, sekaligus mensosialisasikan program yang telah disepakati di pimpinan.
- Koordinator group hanya berfungsi untuk mengkoordinasikan saja
- Tetang pembuatan laporan dan perkembangan di group langsung pimpinan yang masuk group itu yang akan melakukan seluruh pencatatan segala data yang ditemukan dalam group. Contoh berapa anggota yang belum PDO?, apakan sudah tersosialisasi perlawanan dalam group?. Itu semua langsung pimpinan yang bertanggung jawab (aspek pelayanan).
- Dari temuan-temuan di atas kemudian pimpinan diharapkan langsung bisa melayani, misal kalau banyak anggota yang teryata belum PDO segera dirapatkan di badan anggota pimpinan untuk menyelenggarakan PDO di group itu, jika perlawanan belum diterima segera di cetak dan dibagikan setelah itu buat jadwal untuk membedah buletin perlawanan di grup.
e. Bagaimana mengembangkan group ?
- Group bisa dipecah bila sudah memenuhi batas maksimal contoh lebih dari 9 orang anggota
- Pimpinan juga bisa memutuskan sebuah group dipecah jika group tersebut mengalami kemancetan/tidak bertambah-tambah padahal sudah satu bulan. Misalnya di satu grup ada 9 anggota akan tetapi dalam perjalananya setelah group itu dibentuk sudah berumur sebulan lamanya teryata grup itu tidak pernah berkembang (lemah rekruitmentya). Dalam keadaan demikian pimpinan bisa mengambil kebijakan untuk memecah group ini. Misalnya membagi menjadi 3 group dan kemudian di berikan tugas untuk memenuhi group tersebut sampai batas maksimal group.
- Kenapa group yang mancet harus dipecah? Karena kalau tidak dipecah akan mempunyai potensi menjadi group kecilisme yang pada akhirnya sulit berkembang,
- Pemecahan group harus didasarkan pada Penilaian yang komprehensif, artinya sesuai ketetapan waktu pelaksanaan program, misalnya program bulanan Kampus.
D. Tentang Menggerakan Massa
Menggerakkan massa adalah upaya perjuangan massa secara kolektif untuk satu tujuan tertentu. Dan kemudian kita kenal dengan Kampanye Massa yang hakekatnya adalah aksi massa terencana, terorganisir digerakkan untuk serangkaian aksi massa dalam skup yang lebih luas untuk mencapai beberapa tujuan sekaligus. Kampanye massa dibedakan dari tujuannya. Yaitu: Kampanye Politik, Kampanye Organisasi, Kampanye Edukasi, Kampanye Ekonomi. Menentukan tujuan dari kampanye massa amat vital untuk menentukan sukses dan tidaknya kampanye massa. Dalam aksi kita harus mempersiapkan pekerjaan ini sebaik-baiknya agar massa mendapatkan pengalaman politik melawan musuh klasnya dan kesadaran politiknya bisa meningkat, persatuannya terus ditempa, dan mereka memiliki kepercayaan yang tinggi pada kemampuan dan kekuatannya sendiri untuk memecahkan masalah, dan mendapatkan hasil kongkret untuk perubahan kondisi ekonomi, politik dan kebudayaannya.
Dalam setiap kampanye massa kita membaginya dalam tiga periode besar yaitu: Fase Persiapan Kampanye Massa dengan kegiatan utamanya propaganda, pendidikan dan pembangunan organisasi; fase kedua, pelaksanaan; dan fase ketiga evaluasi dan tindakan berikutnya. Fase pertama dalam kampanye massa adalah fase terpanjang dan amat menentukan agar supaya kampanye berjalan optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
a. Persiapan
Kampanye massa harus dipersiapkan dengan baik agar massa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Secara khusus kegiatan dalam fase persiapan adalah melakukan kegiatan ISAK, dilanjutkan dengan menyusun materi kampanye massa dan metode apa yang akan dilakukan, selanjutnya merumuskan kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan menuju kampanye massa puncak (memuat propaganda, edukasi, penggalangan front dan pengorganisasian) dan menentukan waktu kegiatan menuju puncak kampanye massa. Maka beberapa hal yang penting dalam mempersiapkan kampanye massa yaitu:
Contoh Kampanye Politik. Dari pelaksanaan ISAK ditemukan bahwa mahasiswa di kampus A dikenakan pungutan biaya Rp 200.000 tiap semesternya untuk dana praktikum, padahal ketika praktikum juga dikenakan biaya yang tidak sedikit. Dari data awal di kembangkan dengan pembuatan dan pelaksanaan program serta dibarengi dengan ISAK, untuk mengetahui siapa yang mengeluarkan kebijakan? Fakultas apa saja yang dikenakan biaya? Berapa mahasiswa yang dikenakan kebijakan? Berapa mahasiswa yang sepakat untuk memperjuangkan soal? Dan usaha apa saja yang pernah dilakukan untuk menyikapi persoalan? Di samping menjalankan pekerjaan ISAK, ditetapkan waktu waktu selama satu minggu untuk melakukan kampanye massa. Pada satu hari pertama melengkapi bahan propaganda dan mengajukan surat hearing kepada pihak rektorat, hari kedua melaksanakan propaganda solid dan luas kepada massa, hari ketiga membuat diskusi terbuka dengan tema terkait dana praktikum, hari ke empat menggalang petisi dukungan dan penggalangan front secara luas, hari kelima mempersiapkan dialog dan melengkapi data, hari ke enam mobilisasi massa persiapan teknis lapangan dan hari ketujuh pelaksanaan kampanye massa.
Setiap kampanye massa, diperlukan Mobilisasi Massa karena sangat penting bagi massa dan perjuangan Demnas. Ormas Demnas harus jadi pusat dan tulang punggung mobilisasi.
b. Pelaksanaan
Memfokuskan diri pada pemenangan tuntutan massa atau pencapaian target massa. Mendesak pada pihak penentu kebijakan untuk merealisasikan tuntutan massa. Pastikan dalam hal ini, barisan inti (anggota FMN) memegang kepemimpinan di group-group massa agar terpimpin saat aksi. Usahakan atur sedemikian rupa agar terjadi dialog dan bertemu langsung dengan pemegang kebijakan di kampus untuk membahas tuntutan massa, arahkan forum dialog focus pada pengkrucutan sikap dari pihak rektor atas tuntutan massa. Jalankan kampanye massa dengan disiplin, kepeloporan praktek dilapangan, semangat dan militant agar mampu menggerakkan massa mahasiswa yang lain. Ini upaya kita untuk menarik simpatik massa. dan penting sekali dalam pelaksanaan kampanye kita tetap menjaga moral massa untuk tetap konsentrasi dan semangat dalam melakukan perjuangan.
c. Pasca menggerakan massa
Evaluasi dan summing-up setelah kampnye massa harus dilakukan secepatnya, dan hasilnya harus segera dikembalikan lagi kepada massa terutama evaluasi dari setiap fase kampanye massa. Evaluasi-evaluasi singkat dibutuhkan dalam setiap aktivitas persiapan yang dilakukan. Kita nilai kelemahan dan kelebihan dari praktek kampanye massa yang kita lakukan, kemudian berikan catatan-catatan untuk selanjutnya disimpulkan dan dijadikan program ke depan. Yang salah di betulkan dan yang benar diupayakan untuk di pertahankan dan dikembangkan.
d. Soal aliansi
Arti penting aliansi
Front adalah persatuan dari sekumpulan organisasi untuk memenangkan tuntutan massa. Banyak pandangan, sikap dan metode dalam melakukan perjuangan massa namun masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri dan perjuangan ini tidak berimbas secara besar terhadap tuntutan politik yang diusung. Dan hal ini akan semakin melenggangkan kepentingan penindas melancarkan kepentingannya. Disinilah pentingnya aliansi sebagai alat untuk mengumpulkan kepingan pandangan, sikap dan tindakan untuk melakukan perjuangan secara bersama dengan dampak politik yang lebih besar.
Ketika gerakan massa Demokratis Nasional dalam kondisi awal dan masih kecil, arahan untuk membangun gerakan massa yang besar dan solid adalah dengan membangun Aliansi. Prinsip dasar pembangunan aliansi adalah bertumpu pada kekuatan sendiri dalam upaya meneguhkan pendirian organisasi yang telah sepakat dengan garis politik Demnas, menarik organisasi lain yang bimbang agar mau gerak bersama dalam garis politik Demnas, dan mengalienasi gerakan yang kontra politik dengan organisasi.
1. Prinsip-prinsip Aliansi
Untuk menjaga arah politik aliansi diperlukan prinsip-prinsip pokok yang dijadikan pedoman dalam penggalangan dan perjuangan aliansi. Prinsip-prinsip itu menjadi rambu-rambu sekaligus petunjuk operasional pekerjaan aliansi. Prinsip-prinsip aliansi tersebut adalah; 1) bersatu dalam program dan aksi; 2) Kerjasama yang saling menguntungkan; 3) kemandirian dalam inisiatif dan politik; 4) bergantung pada kekuatan sendiri.
a. Bersatu dalam Program dan Aksi
Persatuan di dalam aliansi haruslah merupakan persatuan yang didasari oleh program dan kepentingan bersama, dan bukan karena dominasi organisasi sektor mahassiwa yang satu kepada organisasi sektor mahasiswa yang lain, organisasi sektor mahasiswa dengan sektor yang lain dan antara organisasi sektor lain kepada organisasi mahasiswa. Bersatu dalam program inilah yang akan menuntun pada keselarasan dalam langkah dan praktik perjuangan.Tentu saja, persatuan yang didasarkan adanya program bersama adalah persatuan dalam kualitas tertinggi. Harus ada proses yang mendahului.
Proses persatuan berjalan mulai dari pertemuan-pertemuan yang didasarkan pada irisan kepentingan atau program dalam aksi-aksi yang bersifat momentum. Intensitas pertemuan dalam aksi ini menjadi penyambung menuju adanya kesepakatan untuk menciptakan momentum-momentum persatuan dalam perjuangan, dan dilanjutkan dengan pembuatan program secara bersama yang diikat dalam persatuan aksi. Kegiatan pertemuan dilakukan di masing-masing jenjang atau tingkatan dalam suatu organisasi, mulai dari jenjang yang paling bawah tingkat kampus sampai jenjang yang tertinggi di tingkatan Pimpinan pusat. Jenjang-jenjang inilah yang akan memberikan fondasi yang kokoh bagi front. Kita menghendaki adanya front luas yang besar dan berisi. Batasan minimum dari persatuan ini adalah adanya suatu kesamaan pandangan, sikap, metode dan tindakan dalam menghadapi masalah pokok bersama tanpa mengabaikan keberagaman kepentingan yang ada di dalam front. Contoh : pembangunan front antara FMN dan SMI, pembangunan front dimulai dengan menguji kesatuan dalam aksi-aksi menyikapi persoalan pendidikan di tingkat pusat. Di sepakati pertemuan untuk menindak lanjuti aksi-aksi yang dilakukan, dengan agenda bersama menyatukan pandangan melihat problem pendidikan, menentukan sikap, metode dan tindakan yang dilakukan. Kesepakatan yang di bentuk adalah melakukan kampanye pendidikan secara bersama dan menyerukan kerjasama sampai di tingkat kampus.
b. Kerjasama yang Saling Menguntungkan
Untuk kepentingan persatuan dalam perjuangan massa yang panjang, setiap elemen yang bekerjasama dalam front harus saling mendukung, saling memberi keuntungan, saling menghormati perbedaan, tidak melakukan konspirasi dengan sebagian atau suatu klik di dalam tubuh organisasi yang diajak berkawan dalam front, dan saling mengingatkan diri untuk tidak tergelincir pada tindakan-tindakan sepihak yang merugikan kepentingan persatuan.
c. Kemandirian dalam Politik dan Inisiatif
Kita harus memahami perbedaan antara persatuan dalam aliansi dengan kemandirian dalam aksi. Front Mahasiswa Nasional harus memiliki kemandirian dalam mengambil inisiatif untuk melakukan aksi. Kemandirian itu bukan kemandirian mutlak yang menjurus pada liberalisme, melainkan kemandirian terbatas yang tetap berada pada ruang persatuan. Dengan prinsip persatuan adalah relatif dan perjuangan adalah mutlak maka untuk mempertahankan dan memajukan perjuangan massa dalam front diperbolehkan mengambil tindakan-tindakan khusus. Sedapat mungkin tindakan-tindakan tersebut tidak sampai merugikan kepentingan kerjasama dalam aliansi, melainkan sebagai upaya untuk membangun keseimbangan agar tetap terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
d. Bergantung Pada Kekuatan Sendiri
Bangunan aliansi menjadi tumpuan untuk menjalankan program dan aksi. Namun ada ruang bagi organisasi yang tergabung dalam front untuk mengurusi barisan kekuatan internal organisasi. Artinya di samping mengeksekusi beberapa kerjasama sesuai dengan program yang dibuat dalam aliansi, organisasi berhak untuk memajukan barisan organisasi dan kerjasama yang di bangun dalam bentuk program tidak bertentangan dengan kemandirian organisasi. Kita harus menyandarkan pekerjaan aliansi pada kekuatan internal kita, bukan pada aliansi. Karena kemandirian yang disandarkan pada kekuatan sendiri memiliki aspek untuk memperbesar dan memajukan aliansi.
2. Bentuk-bentuk aliansi
a. Aliansi Sektoral
aliansi sektoral adalah persatuan yang digalang di tingkat sektor. Pembangunan persatuan ini didasarkan pada perjuangan sosial ekonomi di masing-masing sektor. Ada aliansi sektor pemuda mahasiswa, aliansi sektor petani, aliansi sektor perempuan, aliansi sektor Kaum Miskin perkotaan, dan aliansi sektor buruh. Langkah pembangunan aliansi sektoral di tingkatan pemuda mahasiswa adalah
Aliansi sektoral hanya bersifat sementara untuk menyikapi berbagai soal sosial ekonomi di sektoralnya. Dan perjuangan di satu sektor tidak bisa dipisahkan dengan perjuangan di sektor yang lainnya. Karena problem sosial ekonomi di satu sektor ada saling hubungan dengan sektor lain. Contoh perjuangan sektor pemuda mahasiswa adalah adanya pendidikan gratis. Nah pendidikan gratis ini juga menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Artinya sektor petani, buruh, perempuan, dan kaum miskin perkotaan juga berkepentingan untuk memperjuangkan pendidikan gratis.
b. Aliansi Multisektoral
Aliansi multisektoral adalah bangunan persatuan yang dibangun dari banyak sektor. Ada buruh, tani, perempuan, kaum miskin perkotaan, pemuda mahasiswa, dan sektor lainnya. Bangunan aliansi ini didasarkan pada kepingan-kepingan tuntutan di masing-masing sektor di satukan dalam satu aksi bersama yang bersifat momentum. Persatuan banyak sektor ini tumbuh karena adanya kepentingan bersama untuk membebaskan diri dari penindasan imperialisme, feodalisme dan capital birokrat. Beragam penafsiran, perumusan sikap, menentukan metode sampai menjalankan tindakan untuk menentang penindasan dilakukan oleh tiap sektor. Sehingga perjuangan yang dilakukan masih sebatas tuntutan sosial ekonomi di tiap sektor. Pemuda mahasiswa berjuang pada tuntutan pendidikan gratis, buruh berjuang untuk adanya upah yang layak, petani berjuang untuk mendapatkan tanah, kaum miskin kota berjuang untuk dipenuhinya lapangan pekerjaan, perempuan bejuang untuk mendapatkan hak sosial ekonomi di sektor dimana dia berada.
Untuk membangun aliansi multisektoral harus dimulai dengan menjalankan kegiatan sederhana yang berdampak besar. Kegiatan Organisasi Pemuda mahasiswa menjalankan pelayanan rakyat bersama buruh dan tani. Pemuda mahasiswa menjadi bagian dari buruh dan tani, untuk merasakan secara langsung kenyataan sosial ekonomi dimana tani dan buruh bekerja. Kegiatan bersifat pelayanan ini akan membantu semakin tegaknya organisasi dan upaya untuk saling memajukan teori praktek perjuangan di setiap sektor. Sehingga dapat mengupayakan terbentuknya front multisektoral.
3. Tumpuan kekuatan dalam aliansi
Tumpuan kekuatan dalam aliansi adalah organisasi massa yang menjadi penggerak berjalannya aliansi. Organisasi massa menyandarkan perjuangan politiknya pada kekuatan massa, sehingga aliansi menjadi salah satu metode untuk memenangkan perjuangan. Berdirinya aliansi di dasarkan pada factor internal dari organisasi yang tergabung dalam aliansi. Mengambil inisiatif maju dan kepemimpinan untuk memajukan kerja-kerja aliansi. Artinya ormas yang percaya pada persatuan aliansi harus memulai untuk melakukan inisiatif maju menggalang aliansi. Melakukan kerja investigasi secara mendalam kepada sasaran aliansi. Hasil investigasi dijadikan sebagai gambaran untuk melakukan langkah-langkah penggalangan.
Inisiatif maju dari ormas adalah dengan ketauladanan teori dan praktek. Secara teori berpegang teguh pada pandangan politik atas ide-ide perjuangan yang berangkat dari hasil investigasi sosial dan analisa kondisi objektif masyarakat. Cerminan hal ini adalah adanya rumusan tuntutan massa untuk ditawarkan dalam forum aliansi. Mulai dari materi, persiapan bahan, sampai langkah strategic selanjutnya yang akan dijalankan dalam menegakkan persatuan. Selanjutnya secara praktek adalah dengan konsistensi dalam memegang segala kesepakatan dan memberikan kepeloporan kepemimpinan di lapangan.
Dalam setiap kampanye massa kita membaginya dalam tiga periode besar yaitu: Fase Persiapan Kampanye Massa dengan kegiatan utamanya propaganda, pendidikan dan pembangunan organisasi; fase kedua, pelaksanaan; dan fase ketiga evaluasi dan tindakan berikutnya. Fase pertama dalam kampanye massa adalah fase terpanjang dan amat menentukan agar supaya kampanye berjalan optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan.
a. Persiapan
Kampanye massa harus dipersiapkan dengan baik agar massa mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya. Secara khusus kegiatan dalam fase persiapan adalah melakukan kegiatan ISAK, dilanjutkan dengan menyusun materi kampanye massa dan metode apa yang akan dilakukan, selanjutnya merumuskan kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan menuju kampanye massa puncak (memuat propaganda, edukasi, penggalangan front dan pengorganisasian) dan menentukan waktu kegiatan menuju puncak kampanye massa. Maka beberapa hal yang penting dalam mempersiapkan kampanye massa yaitu:
- Melakukan investigasi dengan baik terhadap masalah yang hendak dipecahkan. Menetapkan tujuan kampanye massa secara jelas, membuat plan kampanye massa yang komplet, menetapkan alat mobilisasi dan perjuangan yang tepat, dan mempersiapkan organisasi,
- Pastikan ada persiapan yang cukup agar massa dalam jumlah besar dapat ambil bagian. Massa harus mengerti dan menyetujui rencana kampanye massa yang akan dijalankan. Pikiran dan tindakan massa diarahkan agar sesiap-siapnya, dengan membentuk ragam edukasi untuk massa dan anggota dengan materi yang sesuai dengan kebutuhan Kampanye Massa.
- Siapkan mesin propaganda dan mobilisasi. Akan sulit untuk mencapai tujuan kampanye massa dengan organisasi yang lemah. Organisasi harus sedemikian rupa agar supaya dalam keadaan kalah maupun menang massa tetap bersatu dan tetap dapat melancarkan aksi secara kolektif,
- Membentuk grup untuk mempersiapkan dan memimpin aksi.
Contoh Kampanye Politik. Dari pelaksanaan ISAK ditemukan bahwa mahasiswa di kampus A dikenakan pungutan biaya Rp 200.000 tiap semesternya untuk dana praktikum, padahal ketika praktikum juga dikenakan biaya yang tidak sedikit. Dari data awal di kembangkan dengan pembuatan dan pelaksanaan program serta dibarengi dengan ISAK, untuk mengetahui siapa yang mengeluarkan kebijakan? Fakultas apa saja yang dikenakan biaya? Berapa mahasiswa yang dikenakan kebijakan? Berapa mahasiswa yang sepakat untuk memperjuangkan soal? Dan usaha apa saja yang pernah dilakukan untuk menyikapi persoalan? Di samping menjalankan pekerjaan ISAK, ditetapkan waktu waktu selama satu minggu untuk melakukan kampanye massa. Pada satu hari pertama melengkapi bahan propaganda dan mengajukan surat hearing kepada pihak rektorat, hari kedua melaksanakan propaganda solid dan luas kepada massa, hari ketiga membuat diskusi terbuka dengan tema terkait dana praktikum, hari ke empat menggalang petisi dukungan dan penggalangan front secara luas, hari kelima mempersiapkan dialog dan melengkapi data, hari ke enam mobilisasi massa persiapan teknis lapangan dan hari ketujuh pelaksanaan kampanye massa.
Setiap kampanye massa, diperlukan Mobilisasi Massa karena sangat penting bagi massa dan perjuangan Demnas. Ormas Demnas harus jadi pusat dan tulang punggung mobilisasi.
b. Pelaksanaan
Memfokuskan diri pada pemenangan tuntutan massa atau pencapaian target massa. Mendesak pada pihak penentu kebijakan untuk merealisasikan tuntutan massa. Pastikan dalam hal ini, barisan inti (anggota FMN) memegang kepemimpinan di group-group massa agar terpimpin saat aksi. Usahakan atur sedemikian rupa agar terjadi dialog dan bertemu langsung dengan pemegang kebijakan di kampus untuk membahas tuntutan massa, arahkan forum dialog focus pada pengkrucutan sikap dari pihak rektor atas tuntutan massa. Jalankan kampanye massa dengan disiplin, kepeloporan praktek dilapangan, semangat dan militant agar mampu menggerakkan massa mahasiswa yang lain. Ini upaya kita untuk menarik simpatik massa. dan penting sekali dalam pelaksanaan kampanye kita tetap menjaga moral massa untuk tetap konsentrasi dan semangat dalam melakukan perjuangan.
c. Pasca menggerakan massa
Evaluasi dan summing-up setelah kampnye massa harus dilakukan secepatnya, dan hasilnya harus segera dikembalikan lagi kepada massa terutama evaluasi dari setiap fase kampanye massa. Evaluasi-evaluasi singkat dibutuhkan dalam setiap aktivitas persiapan yang dilakukan. Kita nilai kelemahan dan kelebihan dari praktek kampanye massa yang kita lakukan, kemudian berikan catatan-catatan untuk selanjutnya disimpulkan dan dijadikan program ke depan. Yang salah di betulkan dan yang benar diupayakan untuk di pertahankan dan dikembangkan.
d. Soal aliansi
Arti penting aliansi
Front adalah persatuan dari sekumpulan organisasi untuk memenangkan tuntutan massa. Banyak pandangan, sikap dan metode dalam melakukan perjuangan massa namun masih dilaksanakan secara sendiri-sendiri dan perjuangan ini tidak berimbas secara besar terhadap tuntutan politik yang diusung. Dan hal ini akan semakin melenggangkan kepentingan penindas melancarkan kepentingannya. Disinilah pentingnya aliansi sebagai alat untuk mengumpulkan kepingan pandangan, sikap dan tindakan untuk melakukan perjuangan secara bersama dengan dampak politik yang lebih besar.
Ketika gerakan massa Demokratis Nasional dalam kondisi awal dan masih kecil, arahan untuk membangun gerakan massa yang besar dan solid adalah dengan membangun Aliansi. Prinsip dasar pembangunan aliansi adalah bertumpu pada kekuatan sendiri dalam upaya meneguhkan pendirian organisasi yang telah sepakat dengan garis politik Demnas, menarik organisasi lain yang bimbang agar mau gerak bersama dalam garis politik Demnas, dan mengalienasi gerakan yang kontra politik dengan organisasi.
1. Prinsip-prinsip Aliansi
Untuk menjaga arah politik aliansi diperlukan prinsip-prinsip pokok yang dijadikan pedoman dalam penggalangan dan perjuangan aliansi. Prinsip-prinsip itu menjadi rambu-rambu sekaligus petunjuk operasional pekerjaan aliansi. Prinsip-prinsip aliansi tersebut adalah; 1) bersatu dalam program dan aksi; 2) Kerjasama yang saling menguntungkan; 3) kemandirian dalam inisiatif dan politik; 4) bergantung pada kekuatan sendiri.
a. Bersatu dalam Program dan Aksi
Persatuan di dalam aliansi haruslah merupakan persatuan yang didasari oleh program dan kepentingan bersama, dan bukan karena dominasi organisasi sektor mahassiwa yang satu kepada organisasi sektor mahasiswa yang lain, organisasi sektor mahasiswa dengan sektor yang lain dan antara organisasi sektor lain kepada organisasi mahasiswa. Bersatu dalam program inilah yang akan menuntun pada keselarasan dalam langkah dan praktik perjuangan.Tentu saja, persatuan yang didasarkan adanya program bersama adalah persatuan dalam kualitas tertinggi. Harus ada proses yang mendahului.
Proses persatuan berjalan mulai dari pertemuan-pertemuan yang didasarkan pada irisan kepentingan atau program dalam aksi-aksi yang bersifat momentum. Intensitas pertemuan dalam aksi ini menjadi penyambung menuju adanya kesepakatan untuk menciptakan momentum-momentum persatuan dalam perjuangan, dan dilanjutkan dengan pembuatan program secara bersama yang diikat dalam persatuan aksi. Kegiatan pertemuan dilakukan di masing-masing jenjang atau tingkatan dalam suatu organisasi, mulai dari jenjang yang paling bawah tingkat kampus sampai jenjang yang tertinggi di tingkatan Pimpinan pusat. Jenjang-jenjang inilah yang akan memberikan fondasi yang kokoh bagi front. Kita menghendaki adanya front luas yang besar dan berisi. Batasan minimum dari persatuan ini adalah adanya suatu kesamaan pandangan, sikap, metode dan tindakan dalam menghadapi masalah pokok bersama tanpa mengabaikan keberagaman kepentingan yang ada di dalam front. Contoh : pembangunan front antara FMN dan SMI, pembangunan front dimulai dengan menguji kesatuan dalam aksi-aksi menyikapi persoalan pendidikan di tingkat pusat. Di sepakati pertemuan untuk menindak lanjuti aksi-aksi yang dilakukan, dengan agenda bersama menyatukan pandangan melihat problem pendidikan, menentukan sikap, metode dan tindakan yang dilakukan. Kesepakatan yang di bentuk adalah melakukan kampanye pendidikan secara bersama dan menyerukan kerjasama sampai di tingkat kampus.
b. Kerjasama yang Saling Menguntungkan
Untuk kepentingan persatuan dalam perjuangan massa yang panjang, setiap elemen yang bekerjasama dalam front harus saling mendukung, saling memberi keuntungan, saling menghormati perbedaan, tidak melakukan konspirasi dengan sebagian atau suatu klik di dalam tubuh organisasi yang diajak berkawan dalam front, dan saling mengingatkan diri untuk tidak tergelincir pada tindakan-tindakan sepihak yang merugikan kepentingan persatuan.
c. Kemandirian dalam Politik dan Inisiatif
Kita harus memahami perbedaan antara persatuan dalam aliansi dengan kemandirian dalam aksi. Front Mahasiswa Nasional harus memiliki kemandirian dalam mengambil inisiatif untuk melakukan aksi. Kemandirian itu bukan kemandirian mutlak yang menjurus pada liberalisme, melainkan kemandirian terbatas yang tetap berada pada ruang persatuan. Dengan prinsip persatuan adalah relatif dan perjuangan adalah mutlak maka untuk mempertahankan dan memajukan perjuangan massa dalam front diperbolehkan mengambil tindakan-tindakan khusus. Sedapat mungkin tindakan-tindakan tersebut tidak sampai merugikan kepentingan kerjasama dalam aliansi, melainkan sebagai upaya untuk membangun keseimbangan agar tetap terjalin kerjasama yang saling menguntungkan.
d. Bergantung Pada Kekuatan Sendiri
Bangunan aliansi menjadi tumpuan untuk menjalankan program dan aksi. Namun ada ruang bagi organisasi yang tergabung dalam front untuk mengurusi barisan kekuatan internal organisasi. Artinya di samping mengeksekusi beberapa kerjasama sesuai dengan program yang dibuat dalam aliansi, organisasi berhak untuk memajukan barisan organisasi dan kerjasama yang di bangun dalam bentuk program tidak bertentangan dengan kemandirian organisasi. Kita harus menyandarkan pekerjaan aliansi pada kekuatan internal kita, bukan pada aliansi. Karena kemandirian yang disandarkan pada kekuatan sendiri memiliki aspek untuk memperbesar dan memajukan aliansi.
2. Bentuk-bentuk aliansi
a. Aliansi Sektoral
aliansi sektoral adalah persatuan yang digalang di tingkat sektor. Pembangunan persatuan ini didasarkan pada perjuangan sosial ekonomi di masing-masing sektor. Ada aliansi sektor pemuda mahasiswa, aliansi sektor petani, aliansi sektor perempuan, aliansi sektor Kaum Miskin perkotaan, dan aliansi sektor buruh. Langkah pembangunan aliansi sektoral di tingkatan pemuda mahasiswa adalah
- Bangunan aliansi dimulai dengan menyatukan beragam tuntutan sosial ekonomi organisasi pemuda mahasiswa dalam satu aksi yang bersifat momentum. Kita berkeinginan mambangun persatuan pemuda mahasiswa secara luas, namun harus melalui tahapan pembangunan aliansi dengan ruang lingkup kecil sasaran terlebih dahulu. Lakukan penilain dan kesimpulan dari serangkaian aksi yang dilakukan untuk menentukan organisasi yang di prioritaskan untuk di gandeng terlebih dahulu, tentukan sasaran aliansi ini.
- Sasaran aliansi yang sudah ada diikat dengan melakukan jalinan pertemuan baik secara formal maupun informal dengan tujuan menyatukan pandangan bersama soal problem pokok pendidikan di Indonesia.
- Sambil mengupayakan adanya kesatuan pandangan, aksi-aksi yang bersifat momentum tetap harus di jalankan. Disertai dengan tawaran-tawaran kegiatan bersama yang bersifat bilateral. Dari tingkatan nasional sampai di tingkat kampus.
- Setelah ada kesatuan dalam program dan aksi, persatuan ini akan menjadi sandaran pokok dalam membangun persatuan lebih luas dengan sektor pemuda mahasiswa. Tentunya bangunan front sektoral luas yang diarahkan juga untuk terjalin hubungan secara programatik.
Aliansi sektoral hanya bersifat sementara untuk menyikapi berbagai soal sosial ekonomi di sektoralnya. Dan perjuangan di satu sektor tidak bisa dipisahkan dengan perjuangan di sektor yang lainnya. Karena problem sosial ekonomi di satu sektor ada saling hubungan dengan sektor lain. Contoh perjuangan sektor pemuda mahasiswa adalah adanya pendidikan gratis. Nah pendidikan gratis ini juga menjadi hak seluruh rakyat Indonesia. Artinya sektor petani, buruh, perempuan, dan kaum miskin perkotaan juga berkepentingan untuk memperjuangkan pendidikan gratis.
b. Aliansi Multisektoral
Aliansi multisektoral adalah bangunan persatuan yang dibangun dari banyak sektor. Ada buruh, tani, perempuan, kaum miskin perkotaan, pemuda mahasiswa, dan sektor lainnya. Bangunan aliansi ini didasarkan pada kepingan-kepingan tuntutan di masing-masing sektor di satukan dalam satu aksi bersama yang bersifat momentum. Persatuan banyak sektor ini tumbuh karena adanya kepentingan bersama untuk membebaskan diri dari penindasan imperialisme, feodalisme dan capital birokrat. Beragam penafsiran, perumusan sikap, menentukan metode sampai menjalankan tindakan untuk menentang penindasan dilakukan oleh tiap sektor. Sehingga perjuangan yang dilakukan masih sebatas tuntutan sosial ekonomi di tiap sektor. Pemuda mahasiswa berjuang pada tuntutan pendidikan gratis, buruh berjuang untuk adanya upah yang layak, petani berjuang untuk mendapatkan tanah, kaum miskin kota berjuang untuk dipenuhinya lapangan pekerjaan, perempuan bejuang untuk mendapatkan hak sosial ekonomi di sektor dimana dia berada.
Untuk membangun aliansi multisektoral harus dimulai dengan menjalankan kegiatan sederhana yang berdampak besar. Kegiatan Organisasi Pemuda mahasiswa menjalankan pelayanan rakyat bersama buruh dan tani. Pemuda mahasiswa menjadi bagian dari buruh dan tani, untuk merasakan secara langsung kenyataan sosial ekonomi dimana tani dan buruh bekerja. Kegiatan bersifat pelayanan ini akan membantu semakin tegaknya organisasi dan upaya untuk saling memajukan teori praktek perjuangan di setiap sektor. Sehingga dapat mengupayakan terbentuknya front multisektoral.
3. Tumpuan kekuatan dalam aliansi
Tumpuan kekuatan dalam aliansi adalah organisasi massa yang menjadi penggerak berjalannya aliansi. Organisasi massa menyandarkan perjuangan politiknya pada kekuatan massa, sehingga aliansi menjadi salah satu metode untuk memenangkan perjuangan. Berdirinya aliansi di dasarkan pada factor internal dari organisasi yang tergabung dalam aliansi. Mengambil inisiatif maju dan kepemimpinan untuk memajukan kerja-kerja aliansi. Artinya ormas yang percaya pada persatuan aliansi harus memulai untuk melakukan inisiatif maju menggalang aliansi. Melakukan kerja investigasi secara mendalam kepada sasaran aliansi. Hasil investigasi dijadikan sebagai gambaran untuk melakukan langkah-langkah penggalangan.
Inisiatif maju dari ormas adalah dengan ketauladanan teori dan praktek. Secara teori berpegang teguh pada pandangan politik atas ide-ide perjuangan yang berangkat dari hasil investigasi sosial dan analisa kondisi objektif masyarakat. Cerminan hal ini adalah adanya rumusan tuntutan massa untuk ditawarkan dalam forum aliansi. Mulai dari materi, persiapan bahan, sampai langkah strategic selanjutnya yang akan dijalankan dalam menegakkan persatuan. Selanjutnya secara praktek adalah dengan konsistensi dalam memegang segala kesepakatan dan memberikan kepeloporan kepemimpinan di lapangan.
E. Konsolidasi dan Perluasan
a. Pengertian dan arti penting konsolidasi dan perluasan
Di tengah situasi perkembangan organisasi, pekerjaan menata dan membangun menjadi bagian tidak terelakkan. Menata adalah membetulkan yang salah, mempertahankan dan mengembangkan yang benar serta menegakkan langgam kerja organisasi. Sedangkan pekerjaan mengembangkan adalah pekerjaan memperbesar organisasi dan meluaskan garis politik organisasi. Dengan besarnya pekerjaan demikian dibutuhkan keterlibatan seluruh anggota dalam setiap rangkaian pekerjaan organisasi. Untuk menumbuhkan keterlibatan anggota dalam organisasi, kegiatan-kegiatan massa yang pada hakekatnya memberikan kemajuan dan pelayanan kepada anggota harus terus di gencarkan. Prinsip pekerjaan konsolidasi adalah jadikan segala kegiatan sebagai media konsolidasi anggota. Demikian gambaran singkat pentingnya pekerjaan konsolidasi bagi ormass. Dengan konsolidasi yang mantap, harapan besar tumbuh dan kembangnya organisasi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat dengan cepat tercapai.
Konsolidasi berarti mengembangkan kesadaran dan organisasi serta menggerakkan massa dalam setiap tingkatannya. Di perkotaan, konsolidasi berarti memajukan gerakan demokratis klas buruh, miskin kota lainnya, dan borjuasi kecil lapisan terbawah (khususnya mahasiswa dan guru/dosen) di pabrik-pabrik, kampus dan kampung.
Perluasan berarti menambah area yang menjadi cakupan kerja massa. Ini berarti membuka daerah, sektor, dan grup-grup baru yang dapat dijangkau dan digerakkan. Di perkotaan kita memperbanyak pabrik, kampus dan kampung yang dapat dijangkau dan memulai kerja massa di tempat-tempat tersebut. Yang pertama dan terpenting, kita melakukan perluasan dengan membangun grup-grup pengorganisasian di tengah massa di mana kita memulai kerja massa.
Hubungan Antara Konsolidasi dan Perluasan. Berarti kita melakukan perluasan berdasarkan konsolidasi dan kita melakukan konsolidasi sembari melakukan perluasan. Perluasan dengan konsolidasi adalah jalan yang efektif agar gerakan Demnas berakar kuat dalam daerah yang luas. Meskipun begitu, sekalipun kita sudah bergerak ke tempat yang baru, kita harus memastikan bahwa di tempat kerja massa terdahulu terus berkembang maju.
Kita harus hati-hati terhadap bahaya terseret oleh konsolidasi semata dan mengabaikan perluasan. Kita harus berusaha agar gerakan dapat berkembang ke daerah lain seluas mungkin. Adalah keliru bila merasa cukup dan berpuas diri dengan daerah yang sempit atau terbatas. Sangat penting untuk menjangkau massa luas secara terus-menerus untuk memberikan kesempatan kepada mereka ambil bagian dalam perjuangan politik, utamanya perjuangan anti imperialis dan anti Kabir. Kita harus dapat membangun aliansi seluas mungkin di perkotaan.
b. Prinsip konsolidasi dan perluasan
Dalam rangka mengkombinasikan konsolidasi dan perluasan dengan tepat, kita perlu membuat rencana untuk seluruh pekerjaan, memperhitungkan kebutuhan, target dan kemampuan. Dalam waktu tertentu kita harus menentukan perhatian utama di antara banyak hal lainnya tanpa harus mengabaikan lainnya. Prinsip dasar yang harus senantiasa diingat dalam kepala adalah “perluasan berdasarkan konsolidasi, dan menjalankan konsolidasi sembari melakukan kerja perluasan.”
Panduan umum kerja konsolidasi dan perluasan kita adalah maju secara bergelombang sesuai dengan garis mengobarkan secara intensif dan ekstensif dengan terus melebarkan dan memperkuat basis massa. Karena dalam mengorganisasikan massa kita harus mencegah vertikalisasi yang bersifat prematur, dengan menekankan perluasan dan penguatan organisasi. Kita juga dapat memajukan organisasi tradisional yang luas, organisasi yang sedang rusak atau basis massa yang penting akan tetapi mengalami kerusakan karena ditinggal untuk mendukung kerja perluasan. Bagaimana pun kerja konsolidasi dan pengorganisasian tidak boleh melupakan kerja perluasan. Melalui organisasi-organisasi massa kita dapat menggerakkan massa dalam jumlah besar, dan melancarkan seluruh tipe aksi demokratis di tempat kerja, kampus, kampung, jalan, dan bahkan di halaman belakang pemerintah reaksioner.
c. Sistematika kerja ekspansi
Bagaimana cara membentuk dan membangun organisasi yang kuat? Beberapa kesimpulam praktek berbicara bahwa pembangunan organisasi harus dilandasi dengan dasar-dasar yang tepat untuk mensistematiskan kerja, sehingga Cara kerja/ metode kerja perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Hal pokok yang perlu kita letakkan adalah cara kerja pengorganisasian yang berbasis kelompok atau group, maka dalam membangun organisasi mulai dari awal atau yang sudah berjalan, cara kerja ini harus segera diperkaya prakteknya. Panduan ini memberi petunjuk jalannya membangun organisasi dari awal yang tentu saja berbasis group. Demikian beberapa hal-hal pokok yang harus dijalankan dalam membangun Organisasi:
1. Menentukan Kampus-Kampus Sasaran Pengembangan
Yang harus kita lakukan sebelum membangun organisasi melakukan adalah investigasi untuk menentukan kampus mana yang harus kita pilih menjadi sasaran pembangunan organisasi dalam sebuah kota. Prioritas utama dari kampus-kampus yang kita pilih menjadi sasaran pembangunan organisasi adalah:
1. Mencari Kontak
Setelah kita menentukan kampus yang menjadi sasaran pembangunan, maka petugas kemudian melakukan pencarian kontak di kampus tersebut. Kontak adalah mahasiswa yang kita kenal yang akan menjadi penghubung kita dengan mahasiswa lainnya. Kontak bisa didapatkan melalui berkenalan secara langsung, dikenalkan teman, saudara dan lain-lain. Dalam mencari kontak ada dua metode yang bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Personal approach:
Personal approach adalah pengorganisasian massa yang bertumpu pada propaganda personal. Dilakukan dengan melakukan proses membangkitkan kesadaran seseorang secara personal dengan media tulisan, lisan, maupun elektronika. Contoh kita berkenalan dengan kontak di sebuah kampus kemudian kita mendatangi kos-kosan dan mengajak dia untuk mendiskusikan soal kongkrit yang sedang dihadapinya di kampus. Propaganda yang intensif dan continue, seperti memberi bacaan, mengajak diskusi hasil bacaan, dsb dan mengarah pada pembentukan agenda secara kolektif dengan kawan-kawannya yang lain.
b. Kolektif approach:
Pengorganisasian luas adalah pengorganisasian massa yang bertumpu pada propaganda luas dan terbuka, Sedangkan propaganda luas bisa dilakukan dengan cara : menyebar famplet, aksi grafiti, formulir, profile, seminar, diskusi dan kegiatan-kegiatan publik lainnya. Dalam melakukan propaganda jenis ini, kita perlu memastikan berapa orang yang menerima selebaran kita? siapa namanya? nomer kontak? dan identitas lainya. Sehingga setelah kita melakukan propaganda luas, kita bisa lanjutkan ke metode personal approach lagi yang lebih intens.
Kedua metode ini dilakukan dengan saling berkesinambungan. Personal approach menuju kolektif approach untuk menuju personal approach pada target berikutnya dengan membentuk grup-grup kontak.
3. Membentuk Group kontak
Setelah kita mendapatkan kontak maka yang harus kita lakukan adalah menggruping kontak dalam grup kontak. Grup kontak adalah kumpulan massa dari kontak-kontak yang kita kumpulkan untuk diedukasi dan dilibatkan dalam kerja-kerja yang dirumuskan bersama dengan mereka. Grup kontak maksimal terdiri dari 7 orang. Cara kerja grup kontak adalah:
a. Kerja massa dengan memaksimalkan propaganda dan edukasi
Setelah kita mendapatkan kontak maka tugas kita adalah berpropaganda sesuai dengan tingkat kesadarannya. Buatlah janji untuk bertemu lagi dengan kontak tersebut. Usahakan dalam pertemuan berikutnya, kontak pertama bisa membawa kawannya/kontak lain. Jadikan kontak tersebut sebagai pintu masuk kita untuk mendapatkan kontak yang lain, sembari juga petugas harus berusaha mencari kontak lain.
b. Propaganda tentang pentingnya berorganisasi dan merumuskan kegiatan bersama dengan kontak-kontak.
Dari kontak-kontak yang kita dapat tadi, harus terus kita propagandakan tentang pentingnya berorganisasi. Bersama kontak-kontak tersebut, petugas juga merumuskan kegiatan yang akan dikerjakan secara bersama. Kegiatan yang dirumuskan adalah kegiatan-kegiatan sederhana yang mampu menarik massa lain untuk terlibat, seperti diskusi tentang persoalan-persoalan kampus. dalam menjalankan kegiatan tersebut petugas terus mendorong agar kontak-kontak ini mendapat kontak –kontak lain hingga berjumlah 7 orang.
c. Propaganda tentang organisasi yang maju: meneruskan kegiatan yang sudah diprogramkan (kerja massa)
Setelah kegiatan tersebut dijalankan bersama-sama dan mampu menarik kontak lain, secara bersama pula petugas dan seluruh kontak merumuskan dan meneruskan kegiatan. Kontak-kontak yang terlibat dalam kerja massa yang dilakukan bersama-sama inilah yang kemudian kita sebut sebagai grup kontak. Petugas juga semakin mengintensifkan propaganda tentang organisasi yang maju kepada seluruh kontak, baik melalui diskusi maupun propaganda solid. Di sini kontak-kontak sudah mulai dikenalkan dengan organisasi kita.
d. Rekrutmen anggota
Dari seluruh rangkaian kegiatan yang dijalankan grup ini, edukasi dan propaganda yang petugas lakukan dalam grup ini, akan terlihat kontak mana saja yang akan siap direkrut untuk menjadi anggota. Tetapi kita harus tahu bahwa petugas tidak hanya akan membangun satu grup kontak, karena bisa jadi dalam satu grup kontak, tidak menghasilkan anggota atau grup kontak tersebut hancur. Selain itu bisa jadi tidak semua kontak akan jadi anggota, tapi kontak-kontak yang terlibat dalam kerja-kerja yang telah dirumuskan bersama itulah yang akan menjadi sasaran pokok rekruitmen. Catatan lainnya adalah, petugas harus terus memantau perkembangan setiap anggota grup sebagai landasan untuk menetapkan sasaran recruitment.
Setelah kontak di tempat ekspan mengisi formulir keanggotaan, maka operasional berikutnya melalui mekanisme Grup Anggota menuju RUA.
Di tengah situasi perkembangan organisasi, pekerjaan menata dan membangun menjadi bagian tidak terelakkan. Menata adalah membetulkan yang salah, mempertahankan dan mengembangkan yang benar serta menegakkan langgam kerja organisasi. Sedangkan pekerjaan mengembangkan adalah pekerjaan memperbesar organisasi dan meluaskan garis politik organisasi. Dengan besarnya pekerjaan demikian dibutuhkan keterlibatan seluruh anggota dalam setiap rangkaian pekerjaan organisasi. Untuk menumbuhkan keterlibatan anggota dalam organisasi, kegiatan-kegiatan massa yang pada hakekatnya memberikan kemajuan dan pelayanan kepada anggota harus terus di gencarkan. Prinsip pekerjaan konsolidasi adalah jadikan segala kegiatan sebagai media konsolidasi anggota. Demikian gambaran singkat pentingnya pekerjaan konsolidasi bagi ormass. Dengan konsolidasi yang mantap, harapan besar tumbuh dan kembangnya organisasi baik secara kualitas maupun kuantitas dapat dengan cepat tercapai.
Konsolidasi berarti mengembangkan kesadaran dan organisasi serta menggerakkan massa dalam setiap tingkatannya. Di perkotaan, konsolidasi berarti memajukan gerakan demokratis klas buruh, miskin kota lainnya, dan borjuasi kecil lapisan terbawah (khususnya mahasiswa dan guru/dosen) di pabrik-pabrik, kampus dan kampung.
Perluasan berarti menambah area yang menjadi cakupan kerja massa. Ini berarti membuka daerah, sektor, dan grup-grup baru yang dapat dijangkau dan digerakkan. Di perkotaan kita memperbanyak pabrik, kampus dan kampung yang dapat dijangkau dan memulai kerja massa di tempat-tempat tersebut. Yang pertama dan terpenting, kita melakukan perluasan dengan membangun grup-grup pengorganisasian di tengah massa di mana kita memulai kerja massa.
Hubungan Antara Konsolidasi dan Perluasan. Berarti kita melakukan perluasan berdasarkan konsolidasi dan kita melakukan konsolidasi sembari melakukan perluasan. Perluasan dengan konsolidasi adalah jalan yang efektif agar gerakan Demnas berakar kuat dalam daerah yang luas. Meskipun begitu, sekalipun kita sudah bergerak ke tempat yang baru, kita harus memastikan bahwa di tempat kerja massa terdahulu terus berkembang maju.
Kita harus hati-hati terhadap bahaya terseret oleh konsolidasi semata dan mengabaikan perluasan. Kita harus berusaha agar gerakan dapat berkembang ke daerah lain seluas mungkin. Adalah keliru bila merasa cukup dan berpuas diri dengan daerah yang sempit atau terbatas. Sangat penting untuk menjangkau massa luas secara terus-menerus untuk memberikan kesempatan kepada mereka ambil bagian dalam perjuangan politik, utamanya perjuangan anti imperialis dan anti Kabir. Kita harus dapat membangun aliansi seluas mungkin di perkotaan.
b. Prinsip konsolidasi dan perluasan
Dalam rangka mengkombinasikan konsolidasi dan perluasan dengan tepat, kita perlu membuat rencana untuk seluruh pekerjaan, memperhitungkan kebutuhan, target dan kemampuan. Dalam waktu tertentu kita harus menentukan perhatian utama di antara banyak hal lainnya tanpa harus mengabaikan lainnya. Prinsip dasar yang harus senantiasa diingat dalam kepala adalah “perluasan berdasarkan konsolidasi, dan menjalankan konsolidasi sembari melakukan kerja perluasan.”
Panduan umum kerja konsolidasi dan perluasan kita adalah maju secara bergelombang sesuai dengan garis mengobarkan secara intensif dan ekstensif dengan terus melebarkan dan memperkuat basis massa. Karena dalam mengorganisasikan massa kita harus mencegah vertikalisasi yang bersifat prematur, dengan menekankan perluasan dan penguatan organisasi. Kita juga dapat memajukan organisasi tradisional yang luas, organisasi yang sedang rusak atau basis massa yang penting akan tetapi mengalami kerusakan karena ditinggal untuk mendukung kerja perluasan. Bagaimana pun kerja konsolidasi dan pengorganisasian tidak boleh melupakan kerja perluasan. Melalui organisasi-organisasi massa kita dapat menggerakkan massa dalam jumlah besar, dan melancarkan seluruh tipe aksi demokratis di tempat kerja, kampus, kampung, jalan, dan bahkan di halaman belakang pemerintah reaksioner.
c. Sistematika kerja ekspansi
Bagaimana cara membentuk dan membangun organisasi yang kuat? Beberapa kesimpulam praktek berbicara bahwa pembangunan organisasi harus dilandasi dengan dasar-dasar yang tepat untuk mensistematiskan kerja, sehingga Cara kerja/ metode kerja perlu mendapat perhatian yang cukup serius. Hal pokok yang perlu kita letakkan adalah cara kerja pengorganisasian yang berbasis kelompok atau group, maka dalam membangun organisasi mulai dari awal atau yang sudah berjalan, cara kerja ini harus segera diperkaya prakteknya. Panduan ini memberi petunjuk jalannya membangun organisasi dari awal yang tentu saja berbasis group. Demikian beberapa hal-hal pokok yang harus dijalankan dalam membangun Organisasi:
1. Menentukan Kampus-Kampus Sasaran Pengembangan
Yang harus kita lakukan sebelum membangun organisasi melakukan adalah investigasi untuk menentukan kampus mana yang harus kita pilih menjadi sasaran pembangunan organisasi dalam sebuah kota. Prioritas utama dari kampus-kampus yang kita pilih menjadi sasaran pembangunan organisasi adalah:
- Kampus–kampus BHMN (UI, ITB, IPB, UGM, Undip, Unair, USU, dll). Karena Kita berhadapan langsung dengan kebijakan yang anti mahasiswa, disitu pula secara nyata letak perputaran modal dalam dunia pendidikan sesungguhnya. Walaupun kampus-kampus ini diberikan modal oleh investor, tidak ada jaminan bagi mahasiswa untuk mendapatkan pekerjaan setelah lulus. Jadi sudah pasti bahwa mahasiswa hanya akan menjadi donatur tetap. Jelas kampus BHMN tidak akan pernah menegakkan demokratis di dalamnya, karena mahasiswa tidak diikutkan dalam pengambilan kebijakan-kebijakan kampus. Hari depan kita juga semakin besar karena ketika orgasnisasi kita ada disini, kita akan mendapat dukungan seluas-luasnya karena kampus ini adalah kampus rakyat yang dijadikan lahan bisnis.
- Kampus –kampus yang memberikan efek politis kepada kampus lain jika mahasiswanya bergerak, karena akan memberikan efek propaganda yang luas bagi organisasi. Atau kampus-kampus yang berpengaruh dalam sebuah kota.
- Kampus-kampus yang mempunyai kuantitas mahasiswa yang lebih dari 2.000 orang. Hal ini terkait dengan peluang kita untuk membangun organisasi yang memiliki anggota yang besar dan kuat.
1. Mencari Kontak
Setelah kita menentukan kampus yang menjadi sasaran pembangunan, maka petugas kemudian melakukan pencarian kontak di kampus tersebut. Kontak adalah mahasiswa yang kita kenal yang akan menjadi penghubung kita dengan mahasiswa lainnya. Kontak bisa didapatkan melalui berkenalan secara langsung, dikenalkan teman, saudara dan lain-lain. Dalam mencari kontak ada dua metode yang bisa dilakukan dengan 2 cara, yaitu :
a. Personal approach:
Personal approach adalah pengorganisasian massa yang bertumpu pada propaganda personal. Dilakukan dengan melakukan proses membangkitkan kesadaran seseorang secara personal dengan media tulisan, lisan, maupun elektronika. Contoh kita berkenalan dengan kontak di sebuah kampus kemudian kita mendatangi kos-kosan dan mengajak dia untuk mendiskusikan soal kongkrit yang sedang dihadapinya di kampus. Propaganda yang intensif dan continue, seperti memberi bacaan, mengajak diskusi hasil bacaan, dsb dan mengarah pada pembentukan agenda secara kolektif dengan kawan-kawannya yang lain.
b. Kolektif approach:
Pengorganisasian luas adalah pengorganisasian massa yang bertumpu pada propaganda luas dan terbuka, Sedangkan propaganda luas bisa dilakukan dengan cara : menyebar famplet, aksi grafiti, formulir, profile, seminar, diskusi dan kegiatan-kegiatan publik lainnya. Dalam melakukan propaganda jenis ini, kita perlu memastikan berapa orang yang menerima selebaran kita? siapa namanya? nomer kontak? dan identitas lainya. Sehingga setelah kita melakukan propaganda luas, kita bisa lanjutkan ke metode personal approach lagi yang lebih intens.
Kedua metode ini dilakukan dengan saling berkesinambungan. Personal approach menuju kolektif approach untuk menuju personal approach pada target berikutnya dengan membentuk grup-grup kontak.
3. Membentuk Group kontak
Setelah kita mendapatkan kontak maka yang harus kita lakukan adalah menggruping kontak dalam grup kontak. Grup kontak adalah kumpulan massa dari kontak-kontak yang kita kumpulkan untuk diedukasi dan dilibatkan dalam kerja-kerja yang dirumuskan bersama dengan mereka. Grup kontak maksimal terdiri dari 7 orang. Cara kerja grup kontak adalah:
a. Kerja massa dengan memaksimalkan propaganda dan edukasi
Setelah kita mendapatkan kontak maka tugas kita adalah berpropaganda sesuai dengan tingkat kesadarannya. Buatlah janji untuk bertemu lagi dengan kontak tersebut. Usahakan dalam pertemuan berikutnya, kontak pertama bisa membawa kawannya/kontak lain. Jadikan kontak tersebut sebagai pintu masuk kita untuk mendapatkan kontak yang lain, sembari juga petugas harus berusaha mencari kontak lain.
b. Propaganda tentang pentingnya berorganisasi dan merumuskan kegiatan bersama dengan kontak-kontak.
Dari kontak-kontak yang kita dapat tadi, harus terus kita propagandakan tentang pentingnya berorganisasi. Bersama kontak-kontak tersebut, petugas juga merumuskan kegiatan yang akan dikerjakan secara bersama. Kegiatan yang dirumuskan adalah kegiatan-kegiatan sederhana yang mampu menarik massa lain untuk terlibat, seperti diskusi tentang persoalan-persoalan kampus. dalam menjalankan kegiatan tersebut petugas terus mendorong agar kontak-kontak ini mendapat kontak –kontak lain hingga berjumlah 7 orang.
c. Propaganda tentang organisasi yang maju: meneruskan kegiatan yang sudah diprogramkan (kerja massa)
Setelah kegiatan tersebut dijalankan bersama-sama dan mampu menarik kontak lain, secara bersama pula petugas dan seluruh kontak merumuskan dan meneruskan kegiatan. Kontak-kontak yang terlibat dalam kerja massa yang dilakukan bersama-sama inilah yang kemudian kita sebut sebagai grup kontak. Petugas juga semakin mengintensifkan propaganda tentang organisasi yang maju kepada seluruh kontak, baik melalui diskusi maupun propaganda solid. Di sini kontak-kontak sudah mulai dikenalkan dengan organisasi kita.
d. Rekrutmen anggota
Dari seluruh rangkaian kegiatan yang dijalankan grup ini, edukasi dan propaganda yang petugas lakukan dalam grup ini, akan terlihat kontak mana saja yang akan siap direkrut untuk menjadi anggota. Tetapi kita harus tahu bahwa petugas tidak hanya akan membangun satu grup kontak, karena bisa jadi dalam satu grup kontak, tidak menghasilkan anggota atau grup kontak tersebut hancur. Selain itu bisa jadi tidak semua kontak akan jadi anggota, tapi kontak-kontak yang terlibat dalam kerja-kerja yang telah dirumuskan bersama itulah yang akan menjadi sasaran pokok rekruitmen. Catatan lainnya adalah, petugas harus terus memantau perkembangan setiap anggota grup sebagai landasan untuk menetapkan sasaran recruitment.
Setelah kontak di tempat ekspan mengisi formulir keanggotaan, maka operasional berikutnya melalui mekanisme Grup Anggota menuju RUA.
Penutup
Penghancuran tenaga produkstif Indonesia semakin nyata di Indonesia. Imperialisme berkepentingan untuk melakukan konsentrasi modal dan monopoli, termasuk juga dengan jasa pendidikan. Melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang berada di bawah kekuasaan imperialisme dikeluarkanlah kebijakan General Agreement on Trade Service(GATS) dengan menjadikan pendidikan sebagai sektor komoditi jasa yang menggiurkan bagi bisnis kapitalisme monopoli internasional. Pemerintah Indonesia sebagai rezim boneka imperialis memberlakukan kebijakan lepas dari tanggung jawab pendidikan. Perwujudan dari hal ini adalah minimnya alokasi anggaran pendidikan, padahal dalam amanat UUD 1945 anggaran pendidikan harus di sediakan 20% dari APBN dan APBD, kemudian di berlakukannya Badan Hukum Milik Negara (BHMN) dengan mengeluarkan PP 60 dan 61 tahun 1999 kepada 8 kampus negeri, diantaranya Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Gajah Mada (UGM), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Universitas Sumatera Utara (USU), Universitas Airlangga (UNAIR), dan Universitas Diponegoro (UNDIP) yang praktis menjadi identitas pelaksanaan privatisasi pendidikan dan menjadikan pemerintah sedikit demi sedikit melepaskan tanggungjawabnya terhadap pengelolaan pendidikan.
Rektor, yayasan dan jajaran pengelola kampus lainnya tidak jauh bedanya dengan pemerintah. Mereka memeras mahasiswa dengan serangkaian pembiayaan yang dikeluarkan melalui kebijakan kampus. Selain itu ruang kebebasan berekspresi dan berorganisasi di batasi, hal ini dilakukan untuk menekan daya kritis mahasiswa dalam melihat berbagai persoalan di kampus. Mahasiswa harus menjalankan kebijakan sepihak yang dibuat oleh rektor beserta jajaran pengelola kampus. Sehingga hak-hak dasar mahasiswa seperti fasilitas pendidikan, biaya kuliah murah, sistem pendidikan yang ilmiah, dan jaminan berekspresi dan berorganisasi di kampus tidak diberikan.
Belum lagi problem di kampus, lulusan Perguruan Tinggi banyak yang tidak tertampung dalam dunia kerja. Hal ini di karenakan minimnya akses lapangan kerja dan keterbelakangan sistem pendidikan. Sehingga sebagian besar mengikuti alur sebagai tenaga kerja rendahan dengan sistem perburuhan yang fleksibel. Artinya menjadi buruh yang siap-siap menghadapi sistem kerja kontrak, Outsourcing, dan ancaman PHK sepihak yang di berlakukan oleh pemodal. Sehingga tenaga kerja murah menjadi pilihan dan ini semua kehendak dari imperialisme.
Dengan demikian, sesungguhnya imperialisme dan rejim boneka di dalam negeri telah membuat masa depan pemuda mahasiswa menjadi suram. Mereka perlahan-lahan dan pasti melakukan proses penghancuran tenaga produktif di Indonesia, sehingga tetap bisa mengeksploitasi dan menghisap rakyat Indonesia secara umum.
Kobarkan Perjuangan Massa Di Kampus!
Begitu buruknya kepentingan Imperialisme terhadap dunia pendidikan di Indonesia menjadi bukti penguat bagi pemuda mahasiswa untuk menggelorakan perjuangan massa di kampus. Karena secara terang pemuda mahasiswa tidak mendapatkan hak-hak demokratisnya, yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah untuk merealisasikannya. Serangkaian persoalan di kampus akan menjadi bukti betapa berpihaknya rektor beserta jajaran pengelola kampus kepada kepentingan global imperialisme, dan semakin memperuncing kontradiksi dengan pemuda mahasiswa, dosen dan karyawan yang tidak di penuhi hak-hak demokratisnya. Berangkat dari kenyataan demikian, maka begitu penting untuk sesegera mungkin menggelorakan perjuangan massa di kampus-kampus di seluruh penjuru negeri. Karena tanpa mengobarkan perjuangan massa di kampus jangan berharap hak-hak demokratis pemuda mahasiswa, dosen, karyawan akan diperoleh.
Perjuangan yang dilakukan tentunya tidak cukup hanya berkoar-koar, mengkritisi kebijakan dan dengar pendapat akan mengubah nasib mahasiswa di kampus. Tuntutan penyediaan ruang laboratorium yang layak, bangku kuliah yang layak, dan biaya kuliah yang murah akan menjadi kenyataan bila melakukan desakan politik kepada pemegang kebijakan dengan menggunakan kekuatan massa. Rektor dan pengelola kampus akan tersenyum tanpa kekhawatiran dan tetap menjalankan kebijakannya jika perjuangan yang dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa dilakukan dengan perjuangan massa yang terorganisir dan terpimpin dengan pandangan politik yang tepat.
Tidak ada dalam sejarah sejauh ini, sistem dan kekuasaan yang berada di bawah dominasi imperialisme dan rejim boneka akan dengan cuma-cuma memberikan begitu saja hak-hak rakyat. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, lengsernya rejim fasis boneka imperialis Soeharto didasari oleh faktor utama yaitu perjuangan rakyat Indonesia. Sebab perjuangan adalah hukum objektif, karena untuk mengubah nasih suatu kaum adalah dengan perjuangan kaum itu sendiri. Banyak cara perjuangan yang bisa dilakukan, namun hanya perjuangan massa yang akan sanggup merubah keadaan. Hanya perjuangan massa yang sanggup mendobrak tembok politik yang menindas. Hanya dengan perjuangan massa yang sanggup membuat rektor, yayasan bersedia memenuhi hak-hak demokratis pemuda mahasiswa di kampus.
Untuk mengobarkan perjuangan massa tersebut butuh alat perjuangannya yaitu organisasi massa. Hanya organisasi massa yang demokratis, solid dan militan, akan mampu mengobarkan perjuangan massa tersebut dengan sambutan yang gegap gempita dari massa mahasiswa di kampus-kampus. Organisasi yang secara intens membongkar fakta-fakta objektif tentang bobroknya kampus, melancarkan propaganda-propaganda massa untuk membangkitkan kesadaran massa, organisasi yang mampu menghimpun kekuatan massa yang luas, besar dan solid, serta secara konkret memecahkan soal-soal mahasiswa di kampus dengan pelayanan-pelayanan terhadap massa dan mengobarkan perjuangan massa secara gencar di kampus-kampus, tentu akan menuai buah yang positif bagi kemajuan gerakan massa di kampus-kampus.
Teguhkan Pendirian, Layani Massa, dan Tegakkan Langgam Kerja!
Ormas pemuda mahasiswa sejati adalah ormas yang teguh dalam pendirian, tegak dalam langgam dan setia melayani massa. Teguh dalam pendirian bahwa ormass pemuda mahasiswa tetap berdiri di atas garis politik demokratis nasional dan mengusung program perjuangan mewujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat dan secara nyata akan terus memperjuangkan hak-hak demokratis pemuda dan mahasiswa atas pendidikan dan lapagangan pekerjaan, serta bersama seluruh rakyat tertindas berjuang menuntut hak-hak demokratis rakyat Indonesia secara umum, sekaligus melawan dominasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme yang dijalankan oleh rejim boneka di dalam negeri sebagai kekuasaan bersama borjuasi besar komprador, tuan tanah dan kapitalis birokrat.
Disamping itu, teguh pendirian juga mengandung arti bahwa hanya dengan mengobarkan perjuangan massa terutama di kampus-kampus, maka tuntutan-tuntutan mahasiswa atau hak-hak mahasiswa di kampus dapat diraih. Hanya perjuangan massa lah yang mampu menjawab kebuntuan-kebuntuan tidak dipenuhinya hak-hak rakyat Indonesia saat ini oleh rejim boneka. Perjuangan massa-lah yang nantinya dalam tingkat perjuangan yang lebih maju akan mampu meruntuhkan tembok kekuasaan reaksioner di dalam negeri. Jelas sudah bahwa hanya jalan perjuangan massa yang akan merubah segala sesuatu ke arah perubahan bahkan dalam batas-batas perjuangan reform sekalipun.
Tegakkan langgam kerja berarti memperkuat barisan, menjaga soliditas kolektif badan pimpinan dan mulai bekerja dengan cara-cara bekerja yang mampu memecahkan soal-soal intern dan massa secara konkret. Memperkuat barisan adalah dengan mulai mengaktifkan seluruh jajaran pimpinan dan anggota saat ini dengan segala kesanggupan sekecil apapun yang mampu menggerakkan seluruh jajaran bekerja secara harian, selain dengan terus menerus pula memberikan propaganda-propaganda yang memberikan pemahaman secara utuh tentang arti penting sebuah organisasi dan perjuangan massa serta hari depan dari perjuangan massa yang dilakukan.
Untuk itu, maka sangat penting menjaga soliditas kolektif badan pimpinan. Dengan soliditas kolektif badan pimpinan yang kuat, maka akan sangat menentukan dalam memimpin harian organisasi dan membimbing jajaran di bawahnya, anggota-anggota dan massa secara luas. Soliditas kolektif badan pimpinan menuntut adanya kesatuan teori dan praktek di kalangan badan pimpinan. Tidak adanya kesatuan pandangan akan mengakibatkan liberalisme dalam praktek, sebaliknya tanpa adanya kesatuan dalam praktek maka akan membuat organisasi macet dan kepemimpinan tidak berjalan.
Kesolidan badan pimpinan menekankan pentingnya menjaga kehidupan kolektif dengan dasar kritik-persatuan-kritik. Jika ada kawan yang salah jangan ragu untuk diingatkan dan ditegur. Kawan yang dikritik sebaliknya juga memahami kritikan yang diberikan dan menjelaskan kedudukan persoalan atas apa yang dikritik. Ini membuat kehidupan organisasi, akan labih harmonis. Menjaga perkawanan, bukan berarti membiarkan perkawanan terjadi membabi buta atas dasar emosional semata, tapi perkawanan yang ditujukan untuk tetap menjaga persatuan atas dasar prinsipil yaitu membetulkan yang keliru dan memajukan pikiran dan tindakan yang benar.
Tak kalah pentingnya mendorong pertalian erat antara badan pimpinan di atas dengan badan pimpinan di bawah, antara pimpinan dengan anggota serta antara organisasi dengan massa. Untuk meraih itu semua, maka jajaran pimpinan di bawah harus menjalankan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi kewajibannya, mulai dari membuat pelaporan, menjalakan seruan, menyetorkan iuran dan memberikan resolusi-resolusi bagi organisasi. Sementara badan pimpinan di atas harus dengan aktif menyerap aspirasi dari bawah, memberikan arahan-arahan tepat atas persoalan yang terjadi di bawah dan dengan sabar membimbing sekaligus menuntun badan pimpinan di bawah menjalankan kepemimpinan sehari-hari.
Jajaran pimpinan juga harus menjadi tauladan sekaligus bertalian erat dengan anggota. Disiplin pimpinan mulai dari hal-hal terkecil hingga melakukan hal-hal terbesar harus ditegakkan. Mulai dari bangun pagi, bersih-bersih, menjalankan piket harian, menjadwal pekerjaan harian, membaca, belajar kolektif hingga menanggung segala pekerjaan yang berat untuk perjuangan massa, harus dilaksankan sepenuh hati. Jangan habiskan waktu kita untuk urusan-urusan pribadi yang tidak produktif dan tidak bertujuan untuk melayani dan mendidik anggota. Penerapan group anggota untuk mempererat pimpinan dan anggota sekaligus ajang untuk melakukan pengorganisasian sekaligus propaganda solid, harus tetap dijalankan pula dengan sungguh-sungguh.
Untuk menjaga agar organisasi tetap bertalian erat dengan massa, maka pelayan terhadap massa sangat penting bagi organisasi. Pelayanan terhadap massa ini ditujukan untuk menunjukkan pengabdian diri sebagai organisasi massa. Pelayanan-pelayan kepada massa dilakukan dengan menjalankan kegiatan-kegiatan massa yang menjadi cermin dari aktivitas mahasiswa, mulai dari kegiatan ilmiah (lomba karya tulis, kajian-kajian ilmiah berdasarkan displin ilmu, dsb), kegiatan seni dan budaya (puisi, musik, atau teater) hingga olahraga (sepakbola, voli, catur, Panjat tebing, Petualangan alam, dsb).
Hal-hal di atas dilakukan beriringan dengan upaya-upaya untuk terus mengobarkan perjuangan massa di kampus-kampus. Di samping itu, dengan melakukan pelayan terhadap massa juga akan mendorong konsolidasi internal. Semaraknya kegiatan pelayanan terhadap massa mahasiswa, akan menarik anggota-anggota untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Hal ini penting, agar konsolidasi internal tetap terjaga dan luas dalam pelaksanaanya, tidak berkutat pada kegiatan kumpul-kumpul semata.
Rektor, yayasan dan jajaran pengelola kampus lainnya tidak jauh bedanya dengan pemerintah. Mereka memeras mahasiswa dengan serangkaian pembiayaan yang dikeluarkan melalui kebijakan kampus. Selain itu ruang kebebasan berekspresi dan berorganisasi di batasi, hal ini dilakukan untuk menekan daya kritis mahasiswa dalam melihat berbagai persoalan di kampus. Mahasiswa harus menjalankan kebijakan sepihak yang dibuat oleh rektor beserta jajaran pengelola kampus. Sehingga hak-hak dasar mahasiswa seperti fasilitas pendidikan, biaya kuliah murah, sistem pendidikan yang ilmiah, dan jaminan berekspresi dan berorganisasi di kampus tidak diberikan.
Belum lagi problem di kampus, lulusan Perguruan Tinggi banyak yang tidak tertampung dalam dunia kerja. Hal ini di karenakan minimnya akses lapangan kerja dan keterbelakangan sistem pendidikan. Sehingga sebagian besar mengikuti alur sebagai tenaga kerja rendahan dengan sistem perburuhan yang fleksibel. Artinya menjadi buruh yang siap-siap menghadapi sistem kerja kontrak, Outsourcing, dan ancaman PHK sepihak yang di berlakukan oleh pemodal. Sehingga tenaga kerja murah menjadi pilihan dan ini semua kehendak dari imperialisme.
Dengan demikian, sesungguhnya imperialisme dan rejim boneka di dalam negeri telah membuat masa depan pemuda mahasiswa menjadi suram. Mereka perlahan-lahan dan pasti melakukan proses penghancuran tenaga produktif di Indonesia, sehingga tetap bisa mengeksploitasi dan menghisap rakyat Indonesia secara umum.
Kobarkan Perjuangan Massa Di Kampus!
Begitu buruknya kepentingan Imperialisme terhadap dunia pendidikan di Indonesia menjadi bukti penguat bagi pemuda mahasiswa untuk menggelorakan perjuangan massa di kampus. Karena secara terang pemuda mahasiswa tidak mendapatkan hak-hak demokratisnya, yang seharusnya menjadi tanggungjawab pemerintah untuk merealisasikannya. Serangkaian persoalan di kampus akan menjadi bukti betapa berpihaknya rektor beserta jajaran pengelola kampus kepada kepentingan global imperialisme, dan semakin memperuncing kontradiksi dengan pemuda mahasiswa, dosen dan karyawan yang tidak di penuhi hak-hak demokratisnya. Berangkat dari kenyataan demikian, maka begitu penting untuk sesegera mungkin menggelorakan perjuangan massa di kampus-kampus di seluruh penjuru negeri. Karena tanpa mengobarkan perjuangan massa di kampus jangan berharap hak-hak demokratis pemuda mahasiswa, dosen, karyawan akan diperoleh.
Perjuangan yang dilakukan tentunya tidak cukup hanya berkoar-koar, mengkritisi kebijakan dan dengar pendapat akan mengubah nasib mahasiswa di kampus. Tuntutan penyediaan ruang laboratorium yang layak, bangku kuliah yang layak, dan biaya kuliah yang murah akan menjadi kenyataan bila melakukan desakan politik kepada pemegang kebijakan dengan menggunakan kekuatan massa. Rektor dan pengelola kampus akan tersenyum tanpa kekhawatiran dan tetap menjalankan kebijakannya jika perjuangan yang dilakukan secara sendiri-sendiri tanpa dilakukan dengan perjuangan massa yang terorganisir dan terpimpin dengan pandangan politik yang tepat.
Tidak ada dalam sejarah sejauh ini, sistem dan kekuasaan yang berada di bawah dominasi imperialisme dan rejim boneka akan dengan cuma-cuma memberikan begitu saja hak-hak rakyat. Proklamasi kemerdekaan Indonesia, lengsernya rejim fasis boneka imperialis Soeharto didasari oleh faktor utama yaitu perjuangan rakyat Indonesia. Sebab perjuangan adalah hukum objektif, karena untuk mengubah nasih suatu kaum adalah dengan perjuangan kaum itu sendiri. Banyak cara perjuangan yang bisa dilakukan, namun hanya perjuangan massa yang akan sanggup merubah keadaan. Hanya perjuangan massa yang sanggup mendobrak tembok politik yang menindas. Hanya dengan perjuangan massa yang sanggup membuat rektor, yayasan bersedia memenuhi hak-hak demokratis pemuda mahasiswa di kampus.
Untuk mengobarkan perjuangan massa tersebut butuh alat perjuangannya yaitu organisasi massa. Hanya organisasi massa yang demokratis, solid dan militan, akan mampu mengobarkan perjuangan massa tersebut dengan sambutan yang gegap gempita dari massa mahasiswa di kampus-kampus. Organisasi yang secara intens membongkar fakta-fakta objektif tentang bobroknya kampus, melancarkan propaganda-propaganda massa untuk membangkitkan kesadaran massa, organisasi yang mampu menghimpun kekuatan massa yang luas, besar dan solid, serta secara konkret memecahkan soal-soal mahasiswa di kampus dengan pelayanan-pelayanan terhadap massa dan mengobarkan perjuangan massa secara gencar di kampus-kampus, tentu akan menuai buah yang positif bagi kemajuan gerakan massa di kampus-kampus.
Teguhkan Pendirian, Layani Massa, dan Tegakkan Langgam Kerja!
Ormas pemuda mahasiswa sejati adalah ormas yang teguh dalam pendirian, tegak dalam langgam dan setia melayani massa. Teguh dalam pendirian bahwa ormass pemuda mahasiswa tetap berdiri di atas garis politik demokratis nasional dan mengusung program perjuangan mewujudkan sistem pendidikan yang ilmiah, demokratis dan mengabdi pada rakyat dan secara nyata akan terus memperjuangkan hak-hak demokratis pemuda dan mahasiswa atas pendidikan dan lapagangan pekerjaan, serta bersama seluruh rakyat tertindas berjuang menuntut hak-hak demokratis rakyat Indonesia secara umum, sekaligus melawan dominasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme yang dijalankan oleh rejim boneka di dalam negeri sebagai kekuasaan bersama borjuasi besar komprador, tuan tanah dan kapitalis birokrat.
Disamping itu, teguh pendirian juga mengandung arti bahwa hanya dengan mengobarkan perjuangan massa terutama di kampus-kampus, maka tuntutan-tuntutan mahasiswa atau hak-hak mahasiswa di kampus dapat diraih. Hanya perjuangan massa lah yang mampu menjawab kebuntuan-kebuntuan tidak dipenuhinya hak-hak rakyat Indonesia saat ini oleh rejim boneka. Perjuangan massa-lah yang nantinya dalam tingkat perjuangan yang lebih maju akan mampu meruntuhkan tembok kekuasaan reaksioner di dalam negeri. Jelas sudah bahwa hanya jalan perjuangan massa yang akan merubah segala sesuatu ke arah perubahan bahkan dalam batas-batas perjuangan reform sekalipun.
Tegakkan langgam kerja berarti memperkuat barisan, menjaga soliditas kolektif badan pimpinan dan mulai bekerja dengan cara-cara bekerja yang mampu memecahkan soal-soal intern dan massa secara konkret. Memperkuat barisan adalah dengan mulai mengaktifkan seluruh jajaran pimpinan dan anggota saat ini dengan segala kesanggupan sekecil apapun yang mampu menggerakkan seluruh jajaran bekerja secara harian, selain dengan terus menerus pula memberikan propaganda-propaganda yang memberikan pemahaman secara utuh tentang arti penting sebuah organisasi dan perjuangan massa serta hari depan dari perjuangan massa yang dilakukan.
Untuk itu, maka sangat penting menjaga soliditas kolektif badan pimpinan. Dengan soliditas kolektif badan pimpinan yang kuat, maka akan sangat menentukan dalam memimpin harian organisasi dan membimbing jajaran di bawahnya, anggota-anggota dan massa secara luas. Soliditas kolektif badan pimpinan menuntut adanya kesatuan teori dan praktek di kalangan badan pimpinan. Tidak adanya kesatuan pandangan akan mengakibatkan liberalisme dalam praktek, sebaliknya tanpa adanya kesatuan dalam praktek maka akan membuat organisasi macet dan kepemimpinan tidak berjalan.
Kesolidan badan pimpinan menekankan pentingnya menjaga kehidupan kolektif dengan dasar kritik-persatuan-kritik. Jika ada kawan yang salah jangan ragu untuk diingatkan dan ditegur. Kawan yang dikritik sebaliknya juga memahami kritikan yang diberikan dan menjelaskan kedudukan persoalan atas apa yang dikritik. Ini membuat kehidupan organisasi, akan labih harmonis. Menjaga perkawanan, bukan berarti membiarkan perkawanan terjadi membabi buta atas dasar emosional semata, tapi perkawanan yang ditujukan untuk tetap menjaga persatuan atas dasar prinsipil yaitu membetulkan yang keliru dan memajukan pikiran dan tindakan yang benar.
Tak kalah pentingnya mendorong pertalian erat antara badan pimpinan di atas dengan badan pimpinan di bawah, antara pimpinan dengan anggota serta antara organisasi dengan massa. Untuk meraih itu semua, maka jajaran pimpinan di bawah harus menjalankan dengan sungguh-sungguh apa yang menjadi kewajibannya, mulai dari membuat pelaporan, menjalakan seruan, menyetorkan iuran dan memberikan resolusi-resolusi bagi organisasi. Sementara badan pimpinan di atas harus dengan aktif menyerap aspirasi dari bawah, memberikan arahan-arahan tepat atas persoalan yang terjadi di bawah dan dengan sabar membimbing sekaligus menuntun badan pimpinan di bawah menjalankan kepemimpinan sehari-hari.
Jajaran pimpinan juga harus menjadi tauladan sekaligus bertalian erat dengan anggota. Disiplin pimpinan mulai dari hal-hal terkecil hingga melakukan hal-hal terbesar harus ditegakkan. Mulai dari bangun pagi, bersih-bersih, menjalankan piket harian, menjadwal pekerjaan harian, membaca, belajar kolektif hingga menanggung segala pekerjaan yang berat untuk perjuangan massa, harus dilaksankan sepenuh hati. Jangan habiskan waktu kita untuk urusan-urusan pribadi yang tidak produktif dan tidak bertujuan untuk melayani dan mendidik anggota. Penerapan group anggota untuk mempererat pimpinan dan anggota sekaligus ajang untuk melakukan pengorganisasian sekaligus propaganda solid, harus tetap dijalankan pula dengan sungguh-sungguh.
Untuk menjaga agar organisasi tetap bertalian erat dengan massa, maka pelayan terhadap massa sangat penting bagi organisasi. Pelayanan terhadap massa ini ditujukan untuk menunjukkan pengabdian diri sebagai organisasi massa. Pelayanan-pelayan kepada massa dilakukan dengan menjalankan kegiatan-kegiatan massa yang menjadi cermin dari aktivitas mahasiswa, mulai dari kegiatan ilmiah (lomba karya tulis, kajian-kajian ilmiah berdasarkan displin ilmu, dsb), kegiatan seni dan budaya (puisi, musik, atau teater) hingga olahraga (sepakbola, voli, catur, Panjat tebing, Petualangan alam, dsb).
Hal-hal di atas dilakukan beriringan dengan upaya-upaya untuk terus mengobarkan perjuangan massa di kampus-kampus. Di samping itu, dengan melakukan pelayan terhadap massa juga akan mendorong konsolidasi internal. Semaraknya kegiatan pelayanan terhadap massa mahasiswa, akan menarik anggota-anggota untuk turut serta dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan. Hal ini penting, agar konsolidasi internal tetap terjaga dan luas dalam pelaksanaanya, tidak berkutat pada kegiatan kumpul-kumpul semata.
Gelorakan Perjuangan Massa
Tegakkan Langgam Kerja Organisasi.
Investigasi Sosial Dan Analisis Klas (ISAK)
A. Arti Penting dan Prinsip ISAK dalam Kerja Massa
Investigasi sosial adalah menyelidiki keadaan masyarakat. Sedangkan Analisis klas adalah alat yang tepat untuk menyelidiki keadaan masyarakat. Investigasi sosial secara rakyat, klas-klas yang menyusun masyarakat dibedakan dan dipelajari dalam hubungannya dengan ekonomi, politik dan kebudayaan. Sasaran studi dan analisis kita adalah keadaan masyarakat secara keseluruhan dan khususnya keadaan massa dimana kita bekerja, sebab mereka adalah sumber data dan informasi yang kongkret keadaan mereka adalah obyek khusus dari studi dan analisis kita. Di sini kita menerapkan prinsip, “analisis kongkret atas situasi kongkret”.
Dengan ISAK kita dapat memahami klas yang kongkret dalam masyarakat, keadaan klas-klas, dan hubungan antara satu klas dengan klas lainnya. Sehingga kita dapat meletakkan orientasi yang benar dalam pekerjaan massa kita. Kita juga dapat menentukan bentuk dan metode propaganda, pengorganisasian, dan mobilisasi massa yang tepat. Tanpa ISAK yang menyeluruh, seksama dan tepat kerja massa tidak akan efektif. Juga tanpa ISAK kita tidak akan dapat memastikan kebenaran taktik dan tujuan dari gerakan massa. Prinsip penting selanjutnya, “Tidak ada hak bicara tanpa investigasi”. Kita harus menjalankan dan menerapkan kerja massa dengan menjadikan ungkapan tersebut sebagai acuan.
ISAK akan menjelaskan masalah utama dan sekunder massa, masalah mendesak dan jangka panjang yang akan dihadapi massa. Menjelaskan hal ini adalah bagian dari orientasi dari gerakan massa di tempat tertentu, dan memastikan sasaran yang tepat dari gerakan massa. Misalnya, diperkotaan penghisapan setengah kolonial dan setengah feodal memiliki bentuk nyata di tangan rezim pemegang kebijakan yang memanifestasikan kedudukan klasnya sebagai Kapital Birokrat sekaligus Borjuasi Besar komprador dan tuan tanah. Karena itu kita harus memahami hal ini dengan benar untuk dapat memimpin gerakan perkotaan secara efektif.
Agar supaya kerja propaganda, organisasi dan mobilisasi efektif dan penuh semangat, bentuk dan metodenya harus sesuai dengan keadaan massa, khususnya kepentingan, kesadaran dan tingkat pengalaman obyektif massa. Pengetahuan tentang keadaan massa hanya bisa diperoleh dengan ISAK.
Bagaimanapun, ISAK yang menyeluruh dan mendalam tidak mungkin dijalankan dalam satu hari. Ini merupakan kerja yang terus menerus dan kerja serial yang panjang. Karena itu kita harus menjalankan pekerjaan ISAK dalam setiap tingkatan gerakan massa dan berdasarkan pada kebutuhan untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa dalam setiap tingkatannya.
Contohnya, kita membutuhkan data-data temuan Investigasi untuk memperdalam analisa klas yang akan kita lakukan. Siapa saja di kampus yang bisa kita kategorikan sebagai klas reaksioner yang menghambat perjuangan massa di kampus, siapa klas menengah yang punya potensi untuk mendukung langkah perjuangan yang akan kita lakukan, dan siapa kekuatan pokok yang akan menjadi kekuatan inti perjuangan massa di kampus. Selain itu data temuan kita di usahakan diperdalam terus menerus agar kita mampu mendapatkan kedalaman menentukan taktik dalam teritori pekerjaan kita. Sehingga penguasaan teritori wilayah kerja akan kita peroleh.
Dengan ISAK kita dapat memahami klas yang kongkret dalam masyarakat, keadaan klas-klas, dan hubungan antara satu klas dengan klas lainnya. Sehingga kita dapat meletakkan orientasi yang benar dalam pekerjaan massa kita. Kita juga dapat menentukan bentuk dan metode propaganda, pengorganisasian, dan mobilisasi massa yang tepat. Tanpa ISAK yang menyeluruh, seksama dan tepat kerja massa tidak akan efektif. Juga tanpa ISAK kita tidak akan dapat memastikan kebenaran taktik dan tujuan dari gerakan massa. Prinsip penting selanjutnya, “Tidak ada hak bicara tanpa investigasi”. Kita harus menjalankan dan menerapkan kerja massa dengan menjadikan ungkapan tersebut sebagai acuan.
ISAK akan menjelaskan masalah utama dan sekunder massa, masalah mendesak dan jangka panjang yang akan dihadapi massa. Menjelaskan hal ini adalah bagian dari orientasi dari gerakan massa di tempat tertentu, dan memastikan sasaran yang tepat dari gerakan massa. Misalnya, diperkotaan penghisapan setengah kolonial dan setengah feodal memiliki bentuk nyata di tangan rezim pemegang kebijakan yang memanifestasikan kedudukan klasnya sebagai Kapital Birokrat sekaligus Borjuasi Besar komprador dan tuan tanah. Karena itu kita harus memahami hal ini dengan benar untuk dapat memimpin gerakan perkotaan secara efektif.
Agar supaya kerja propaganda, organisasi dan mobilisasi efektif dan penuh semangat, bentuk dan metodenya harus sesuai dengan keadaan massa, khususnya kepentingan, kesadaran dan tingkat pengalaman obyektif massa. Pengetahuan tentang keadaan massa hanya bisa diperoleh dengan ISAK.
Bagaimanapun, ISAK yang menyeluruh dan mendalam tidak mungkin dijalankan dalam satu hari. Ini merupakan kerja yang terus menerus dan kerja serial yang panjang. Karena itu kita harus menjalankan pekerjaan ISAK dalam setiap tingkatan gerakan massa dan berdasarkan pada kebutuhan untuk membangkitkan, mengorganisasikan, dan menggerakkan massa dalam setiap tingkatannya.
Contohnya, kita membutuhkan data-data temuan Investigasi untuk memperdalam analisa klas yang akan kita lakukan. Siapa saja di kampus yang bisa kita kategorikan sebagai klas reaksioner yang menghambat perjuangan massa di kampus, siapa klas menengah yang punya potensi untuk mendukung langkah perjuangan yang akan kita lakukan, dan siapa kekuatan pokok yang akan menjadi kekuatan inti perjuangan massa di kampus. Selain itu data temuan kita di usahakan diperdalam terus menerus agar kita mampu mendapatkan kedalaman menentukan taktik dalam teritori pekerjaan kita. Sehingga penguasaan teritori wilayah kerja akan kita peroleh.
B. Menentukan Dasar Wilayah ISAK
Menentukan wilayah penting diperhatikan dalam menjalankan ISAK. Ketepatan menentukan wilayah memungkinkan kita merumuskan planning dengan metode, target dan waktu yang dibutuhkan untuk melakukan kerja massa. Wilayah ISAK bagi pemuda mahasiswa adalah kampus dan daerah di sekitar kampus yang berdekatan dengan areal kampus. Karena di dua wilayah ini terdapat klas-klas yang punya kepentingan terhadap proses sosial didalam kampus. Disamping mahasiswa, terdapat juga dosen, karyawan, cleaning service, pedagang kantin, pemilik kost, keamanan di sekitar kampus, dll.
Dari mulai menentukan dasar wilayah dengan cakupan luas, sampai lebih khusus. Mulai dari kampus dan sekitar kampus, sampai kke fakultas, jurusan, dan tempat konsentrasi massa. Disesuaikan dengan tahap kebutuhan menjalankan ISAK. Semisal akan melakukan pengorganisasian di satu kampus, langkah pertama menentukan wilayah ISAK di kampus terlebih dahulu, disarankan fakultas/jurusan/prodi/ yang wilayahnya srategis karena berada di tengah-tengah fakultas lainnya atau berada di pinggiran teritori kampus yang berdekatan dengan fakultas lainnya. Menjalankan ISAK di wilayah ini, menemukan problem-problem massa, komposisi klas didalamnya dan potensi pengorganisasian yang bisa dikerjakan. Kedua baru melanjutkan ISAK ke fakulas lain yang berdekatan dengan fakultas sasaran sebelumnya. Sehingga secara bertahap kita bisa melakukan ISAK di seluruh kampus. Prinsipnya dikerjakan secara bertahap, dan terus disimpulkan pekerjaan ISAK nya secara berkesinambungan.
Dari mulai menentukan dasar wilayah dengan cakupan luas, sampai lebih khusus. Mulai dari kampus dan sekitar kampus, sampai kke fakultas, jurusan, dan tempat konsentrasi massa. Disesuaikan dengan tahap kebutuhan menjalankan ISAK. Semisal akan melakukan pengorganisasian di satu kampus, langkah pertama menentukan wilayah ISAK di kampus terlebih dahulu, disarankan fakultas/jurusan/prodi/ yang wilayahnya srategis karena berada di tengah-tengah fakultas lainnya atau berada di pinggiran teritori kampus yang berdekatan dengan fakultas lainnya. Menjalankan ISAK di wilayah ini, menemukan problem-problem massa, komposisi klas didalamnya dan potensi pengorganisasian yang bisa dikerjakan. Kedua baru melanjutkan ISAK ke fakulas lain yang berdekatan dengan fakultas sasaran sebelumnya. Sehingga secara bertahap kita bisa melakukan ISAK di seluruh kampus. Prinsipnya dikerjakan secara bertahap, dan terus disimpulkan pekerjaan ISAK nya secara berkesinambungan.
C. Hal-hal yang Penting untuk di ISAK
Setelah kita memahami apa itu investigasi sosial, mengapa penting dilakukan dan beberapa prinsip penting di dalamnya maka berikut ini akan diuraikan hal-hal apa saja yang penting untuk dicari dalam sebuah proses investigasi sosial. Secara pokok, yang penting untuk dicari ada dua hal yaitu keadaan kampus dan keadaan mahasiswa.
a. Keadaan kampus
Yang dimaksud dengan keadaan kampus adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kondisi di Kampus tersebut terutama kaitannya dengan kegiatan Belajar yang dilakukan oleh Mahasiswa. Termasuk di dalamnya adalah :
1. Letak geografis Kampus
Yang perlu diketahui berkaitan dengan letak geografis Kampus diantaranya adalah apakah lokasinya jauh dari pusat kota, kampusnya berdekatan dengan apa, di sekitar kampus terdapat berapa fasilitas penujang mahasiswa (warung, kos-kos-an/kontrakan/asrama, rental computer, internet, Foto Copy, took/kios, dll), apakah ada Kampus lain di sekitarnya yang berbatasan dan lain-lain. Demikian juga perlu diketahui fasilitas apa saja yang ada di Kampus, seperti poliklinik, perpustakaan, laboratorium, kantin, gedung perkuliahan, parkir kendaraan, dan lapangan olah raga.
2. Karakter Kampus
Yang perlu dicari tahu adalah tentang label kampus apakah keagamaan, teknik, ilmu umum, dll. Hal ini dilakukan berkaitan dengan sikap apa yang pertama-tama akan diambil dalam melakukan pengorganisasian, prinsip di kita bagaimana kita diterima oleh Massa.
3. Berapa fakultas dan jurusan
Yang perlu diketahui lebih lanjut adalah ada fakultas apa saja dan ada jurusan apa saja dikampus tersebut. Mana jurusan yang paling diminati mahasiswa. Mana jurusan yang mempunyai pengaruh politik dikampus tersebut terhadap mahasiswa. Hal ini diperlukan untuk menentukan jurusan mana yang akan mulai kita organisir.
b. Keadaan Mahasiswa
Yang dimaksud dengan keadaan Mahasiswa adalah hal-hal yang berkaitan dengan dinamika mahasiswa ketika menanggapi suatu persoalan, baik itu berupa isu-isu sosial, ekonomi maupun politik, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan umum dari kampus yang akan diorganisir. Misal di Kampus A dinamika mahasiswa untuk berorganisasi sangat tinggi ketika menyikapi masalah-masalah politik negara sedang keadaan kampusnya diterlantarkan, kesimpulan awal yang dapat kita tarik adalah bahwa mahasiswa di kampus A tersebut senang berorganisasi tapi pemahaman organisasinya masih minim dan terlalu umum, tidak memaknai bahwa ormas untuk memperjuangkan persoalan kongkrit massa. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah :
1. Populasi Mahasiswa
Yang perlu dicari adalah jumlah mahasiswa tiap fakultas, jurusan dan tiap kelas, berapa jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan tiap angkatan.
2. Kondisi Birokrasi
Yang dimaksud dengan kondisi birokrasi adalah kekuatan siapa yang paling berkuasa secara politik di kampus selain rektor, apakah guru besar, apakah ketua yayasan; apa latar belakang organisasi pemegang Birokrasi. Lalu bagaimana pandangan Birokrasi terhadap Organisasi Mahasiswa.
3. Isu-Isu Yang Sering Muncul
Penting juga diketahui adalah isu-isu kontemporer yang sering menjadi pembicaraan disetiap benak mahasiswa; apakah permainan bola, film dan sebagainya. Kadang kala kita akan menemukan bahwa di kampus-kampus lain rame dibicarakan tentang pertandingan sepak bola dunia, ternyata kita menemukan satu kampus ramai dengan pemilihan dekan. Hal ini perlu diketahui agar kita mampu mengkombinasikan antara propaganda organisasi dan pandangan umum massa.
4. Konsentrasi Mahasiswa
Sebagai golongan kelas menengah, golongan borjuasi kecil (petty Borjuasi) dalam keadaan normal mereka lebih banyak waktu luangnya, kecuali kondisi-kondisi khusus seperti ujian maka secara umum mereka berada ditempat tinggalnya meskipun untuk sekedar main kartu Domino. Disaat keadaan normal belajar maka golongan borjuasi kecil ini sering nogkrong-nongkrong untuk sekedar merokok, ngobrol. Secara umum mereka akan mencari tempat-tempat yang teduh, mudah memesan kopi atau makanan lainnya. Yang perlu diketahui oleh kita adalah dimanakah mahasiswa tersebut biasa berkumpul; disaat menunggu jam pelajaran masuk, disaat pulang dan disaat santai-santai.
5. Kondisi Gerakan Mahasiswa
Perlu juga kita mengetahui apakah tingkat berorganisasi dikampus tersebut cukup tinggi atau tidak. Selain meng-investigasi ada organisasi apa saja dalam kampus tersebut, kita juga perlu mengetahui keadaan khusus tiap lembaga kemahasiswaaan (LK) di kampus tersebut kegiatan apa saja yang biasa di lakukannya. Memang secara umum LK sudah mandul sejak dikeluarkannya peratruran tentang NKK/BKK pada tahun 1978-an, meskipun demikian kita perlu mengetahui keefektifan LK yang selalu dibayar oleh mahasiswa tiap semester dan uangnya di kemanakan?.
Organisasi Mahasiwa “Ekstra” pun wajib kita ketahui karena dengan demikian akan mempermudah bagi kita untuk melakukan pengorganisisasian dan perjuangan massa di kampus. Organisasi mana yang paling banyak anggotanya lalu bandingkan dengan massa mahasiswa yang tidak terorganisir, biasanya ditiap kampus apalagi sejak 1998 selalu ada organisasi lokal yang lebih eksis dari organisasi tingkat nasional. Upaya ini dilakukan agar kita bisa menentukan sasaran front untuk mendukung perjuangan massa.
a. Keadaan kampus
Yang dimaksud dengan keadaan kampus adalah segala sesuatu yang bersangkut paut dengan kondisi di Kampus tersebut terutama kaitannya dengan kegiatan Belajar yang dilakukan oleh Mahasiswa. Termasuk di dalamnya adalah :
1. Letak geografis Kampus
Yang perlu diketahui berkaitan dengan letak geografis Kampus diantaranya adalah apakah lokasinya jauh dari pusat kota, kampusnya berdekatan dengan apa, di sekitar kampus terdapat berapa fasilitas penujang mahasiswa (warung, kos-kos-an/kontrakan/asrama, rental computer, internet, Foto Copy, took/kios, dll), apakah ada Kampus lain di sekitarnya yang berbatasan dan lain-lain. Demikian juga perlu diketahui fasilitas apa saja yang ada di Kampus, seperti poliklinik, perpustakaan, laboratorium, kantin, gedung perkuliahan, parkir kendaraan, dan lapangan olah raga.
2. Karakter Kampus
Yang perlu dicari tahu adalah tentang label kampus apakah keagamaan, teknik, ilmu umum, dll. Hal ini dilakukan berkaitan dengan sikap apa yang pertama-tama akan diambil dalam melakukan pengorganisasian, prinsip di kita bagaimana kita diterima oleh Massa.
3. Berapa fakultas dan jurusan
Yang perlu diketahui lebih lanjut adalah ada fakultas apa saja dan ada jurusan apa saja dikampus tersebut. Mana jurusan yang paling diminati mahasiswa. Mana jurusan yang mempunyai pengaruh politik dikampus tersebut terhadap mahasiswa. Hal ini diperlukan untuk menentukan jurusan mana yang akan mulai kita organisir.
b. Keadaan Mahasiswa
Yang dimaksud dengan keadaan Mahasiswa adalah hal-hal yang berkaitan dengan dinamika mahasiswa ketika menanggapi suatu persoalan, baik itu berupa isu-isu sosial, ekonomi maupun politik, hal ini dilakukan untuk mendapatkan kesimpulan umum dari kampus yang akan diorganisir. Misal di Kampus A dinamika mahasiswa untuk berorganisasi sangat tinggi ketika menyikapi masalah-masalah politik negara sedang keadaan kampusnya diterlantarkan, kesimpulan awal yang dapat kita tarik adalah bahwa mahasiswa di kampus A tersebut senang berorganisasi tapi pemahaman organisasinya masih minim dan terlalu umum, tidak memaknai bahwa ormas untuk memperjuangkan persoalan kongkrit massa. Beberapa hal yang perlu diketahui adalah :
1. Populasi Mahasiswa
Yang perlu dicari adalah jumlah mahasiswa tiap fakultas, jurusan dan tiap kelas, berapa jumlah mahasiswa laki-laki dan perempuan tiap angkatan.
2. Kondisi Birokrasi
Yang dimaksud dengan kondisi birokrasi adalah kekuatan siapa yang paling berkuasa secara politik di kampus selain rektor, apakah guru besar, apakah ketua yayasan; apa latar belakang organisasi pemegang Birokrasi. Lalu bagaimana pandangan Birokrasi terhadap Organisasi Mahasiswa.
3. Isu-Isu Yang Sering Muncul
Penting juga diketahui adalah isu-isu kontemporer yang sering menjadi pembicaraan disetiap benak mahasiswa; apakah permainan bola, film dan sebagainya. Kadang kala kita akan menemukan bahwa di kampus-kampus lain rame dibicarakan tentang pertandingan sepak bola dunia, ternyata kita menemukan satu kampus ramai dengan pemilihan dekan. Hal ini perlu diketahui agar kita mampu mengkombinasikan antara propaganda organisasi dan pandangan umum massa.
4. Konsentrasi Mahasiswa
Sebagai golongan kelas menengah, golongan borjuasi kecil (petty Borjuasi) dalam keadaan normal mereka lebih banyak waktu luangnya, kecuali kondisi-kondisi khusus seperti ujian maka secara umum mereka berada ditempat tinggalnya meskipun untuk sekedar main kartu Domino. Disaat keadaan normal belajar maka golongan borjuasi kecil ini sering nogkrong-nongkrong untuk sekedar merokok, ngobrol. Secara umum mereka akan mencari tempat-tempat yang teduh, mudah memesan kopi atau makanan lainnya. Yang perlu diketahui oleh kita adalah dimanakah mahasiswa tersebut biasa berkumpul; disaat menunggu jam pelajaran masuk, disaat pulang dan disaat santai-santai.
5. Kondisi Gerakan Mahasiswa
Perlu juga kita mengetahui apakah tingkat berorganisasi dikampus tersebut cukup tinggi atau tidak. Selain meng-investigasi ada organisasi apa saja dalam kampus tersebut, kita juga perlu mengetahui keadaan khusus tiap lembaga kemahasiswaaan (LK) di kampus tersebut kegiatan apa saja yang biasa di lakukannya. Memang secara umum LK sudah mandul sejak dikeluarkannya peratruran tentang NKK/BKK pada tahun 1978-an, meskipun demikian kita perlu mengetahui keefektifan LK yang selalu dibayar oleh mahasiswa tiap semester dan uangnya di kemanakan?.
Organisasi Mahasiwa “Ekstra” pun wajib kita ketahui karena dengan demikian akan mempermudah bagi kita untuk melakukan pengorganisisasian dan perjuangan massa di kampus. Organisasi mana yang paling banyak anggotanya lalu bandingkan dengan massa mahasiswa yang tidak terorganisir, biasanya ditiap kampus apalagi sejak 1998 selalu ada organisasi lokal yang lebih eksis dari organisasi tingkat nasional. Upaya ini dilakukan agar kita bisa menentukan sasaran front untuk mendukung perjuangan massa.
D. Metode menjalankan ISAK
Secara prinsip pekerjaan ISAK adalah pekerjaan kolektif bukan pekerjaan individu dalam kerja massa. Dikerjakan secara kolektif agar memberikan syarat-syarat persatuan ide dan praktek diantara kawan untuk menghindarkan dari subjektivisme perseorangan. Secara praktek bekerja team akan lebih memberikan peluang lebih besar dalam menjangkau satu wilayah kerja yang sudah kita tentukan. ISAK dijalankan oleh organisasi sebagai upaya untuk membangkitkan, mengorganisasikan dan mengorganisasikan massa. Dijalankan tidak terbatas oleh waktu, sehari atau dua hari, tapi merupakan pekerjaan reguler dengan ketelatenan, kesabaran, kerajinan dan jujur atas data yang diperoleh dari massa sebagai sumber sejatinya data. Bukan merupakan pekerjaan serabutan, tidak terencana, diluar perhitungan dan mencoba-coba. Oleh karena disampaikan dulu tahapan-tahapan yang ada dalam proses investigasi sosial, diantaranya :
Setelah mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses Penyelidikan Sosial dan Analisa Klas, maka kita sekarang dapat berbicara tentang metode yang dapat dipakai dalam prakteknya. Secara umum metode bisa disesuaikan dengan seberapa besar jangkauan wilayah. tenaga yang tersedia dan tingkat kesanggupan kita. Prinsipnya metode selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan kerja massa kita. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
- Membentuk team investigasi sosial minimal paling sedikit 3 orang, disesuaikan dengan wilayah yang akan di ISAK, apakah untuk satu wilayah jurusan, fakultas, ataukah Kampus. Dalam membentuk tim (komite) ISAK, libatkan orang yang sudah menjadi anggota jangan dimonopoli oleh pimpinan agar tiap anggota terlatih dalam kerja massa. Jika belum ada anggota FMN, maka bisa membangun team bersama kontak massa yang sudah dipropaganda dan sepakat dengan aktivitas pengumpulan data ini.
- Adakan rapat persiapan untuk membuat perencanaan tentang investigasi sosial, mulai dari wilayah mana saja yang akan diselidiki?, apa saja yang mau dicari datanya?, bagaimana caranya mencari data tersebut?, selanjutnya pembagian tugas dan penjadwalan pekerjaan. Pastikan semua anggota tim memahami sejelas-jelasnya tentang perencanaan yang dibuat. Perencanaan itu sangat penting karena selain memudahkan untuk mengevaluasi juga memudahkan kerja. Keuntungan lain dari perencanaan adalah focusing kerja, supaya tidak semua hal dilakukan dan semua hal dikerjakan yang pada akhirnya menyebabkan tidak selesai sesuai dengan perencanaan sebelumnya. Lebih parah lagi jika kemudian muncul pandangan semua hal sudah dikeluarkan tapi hasilnya nihil, bisa berakibat pada frustasi dalam bekerja.
- Laksanakan investigasi sosial sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat, baik mengenai apa saja yang mau dicari dan pembagian peran. Jangan lupa selalu membuat catatan-catatan yang rapi dan jelas tentang hasil investigasi sosial. Mencatat itu penting terutama tentang catatan temuan harian dari anggota team. Melaungkan waktu setiap hari untuk merangkum pengalaman praktek harian yang selanjutnya di notulensikan secara rapi. Jangan pernah menganggap sepele tentang pekerjaan kecil ini, secara filosofis menulis itu penting, jika mengandalkan ingatan maka itu akan sangat lemah, karena manusia punya keterbaasan di tengah rutinitas harian. Dengan adanya tulisan akan memudahkan kita melakukan penyimpulan komprehensif aas pekerjaan ISAK.
- Setelah semua yang dicari dalam investigasi sosial tersebut sudah didapatkan sesuai dengan perencanaan, maka melanjutkan melakukan rapat tim untuk mendiskusikan hasil-hasil penyelidikan sosial. Melakukan diskusi untuk mensitematisasikan data, menilai data temuan, melakukan analisa klas dengan menhubungkan data temuan khusus dengan situasi umum massa, mengambil kesimpulan-kesimpulan diskusi, dan menuliskannya dalam bentuk data kuantitatif dibarengi dengan naratif analisa secara sistematis dan rapi.
- Hasil ISAK yang sudah dituliskan akan menjadi panduan dalam menentukan bahan pekerjaan politik (propaganda, pendidikan massa, kampanye massa, melakukan pengorganisasian, dan perluasan dalam wilayah kerja yang sudah ditentukan. Sebagai praktek konkrit perwujudan hasil ISAK dalam program oranisasi.
- Adakan rapat evaluasi untuk menilai sejauh mana kemajuan yang sudah dihasilkan dalam proses investigasi sosial?, kendala-kendala yang dihadapi di lapangan? dan bagaimana memecahkan persoalan tersebut?. Evaluasi bukan pekerjaan terpisah dari pekerjaan sebelumnya, evaluasi tetap integral dengan apa-apa yang telah kita laksanakan sebelumnya. Forum evaluasi adalah forum untuk menilai sejauh mana pekerjaan yang telah kita lakukan dan yang paling penting adalah meng-evaluasi pekerjaannya bukan individunya.
Setelah mengetahui tahapan-tahapan yang dilakukan dalam proses Penyelidikan Sosial dan Analisa Klas, maka kita sekarang dapat berbicara tentang metode yang dapat dipakai dalam prakteknya. Secara umum metode bisa disesuaikan dengan seberapa besar jangkauan wilayah. tenaga yang tersedia dan tingkat kesanggupan kita. Prinsipnya metode selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan kerja massa kita. Beberapa metode yang dapat dipakai adalah sebagai berikut :
- Interview (Tanya jawab). melakukan tanya jawab langsung dengan massa. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara langsung kepada massa melalui obrolan. Massa akan lebih mudah mengungkapkan berbagai hal soal kampus jika propaganda kita menyentuh hak-hak sosial ekonominya di kampus.
- Melakukan pengamatan secara langsung. terhadap situasi atau keadaan yang hendak dicari tahu, dan kemudian membuat catatan-catatan atas pengamatan yang dilakukan. Misalnya kita mengamati dinamika mahasiswa dengan beragam aktivitas di kampus, mengamati kondisi fasilitas kampus (WC, Kantin, Mading kampus, ruang kampus, Laboratorium, dan sarana prasarana lain).
- Mengadakan kegiatan luas dan terbuka. Kegiatan ini bisa berupa diskusi public, seminar, pendidikan massa, panggung budaya, pameran, pelatihan-pelatihan, bedah buku, games olah raga, nonton bareng, bhakti sosial, observasi alam, rekreasi budaya, perayaan ulang tahun, dll. Prinsipnya kita berupaya untuk mengajak massa secara luas dan dari acara tersebut kita mencatat penemuan-penemuan baru ketika berpropaganda kepada massa yang ambil bagian dalam kegiatan.
- Membuat Polling. Membuat ajuan pertanyaan seputar data yang akan kita peroleh. Pertanyaan diharapkan sederhana agar mudah dimengerti oleh massa. Bentuk polling juga disarankan dibuat semenarik mungkin untuk menarik simpati massa.
- Kolekting data. Melakukan pengumpulan data-data dari media massa, baik elektronik maupun cetak. Selain itu juga bisa memanfaatkan media online yang sudah disiapkan oleh kampus. Dengan perkembangan akses informasi akan lebih memberikan kemudahan bagi kita untuk mengumpulkan data-data yang menunjang proses penilaian dan penyimpulan hasil investigasi.
E. Menilai dan Menyimpulkan hasil ISAK
Setelah melakukan proses investigasi pekerjaan selanjutnya adalah menilai dan menyimpulkan hasil investigasi. Proses penilaian dilakukan dengan mengumpulkan semua data temuan yang masih bersifat acak. Langkah-langkah melakukan penilaian dan penyimpulan data diantaranya :
Setelah menilai dan menyimpulkan, ditemukanlah persoalan-persoalan massa, nah tugas selanjutnya adalah secara aktif melakukan perubahan untuk kepentingan massa. Merumuskan program perjuangan massa, mengadakan kegiatan untuk membangkitkan massa, dan merumuskan strategi dan taktik dalam melakukan perjuangan massa.
- Melakukan pertemuan rutin team yang diagendakan secara harian. Untuk mengupdate pekerjaan harian agar dapat mengetahui perkembangan dari team, data yang diperoleh, menentukan metode selanjutnya dan cepat memecahkan kendala-kendala yang dihadapi oleh team sewaktu praktek.
- Menyediakan pertemuan khusus untuk melakukan penilaian dan penyimpulan secara umum. Pertemuan ini dihadiri oleh team ISAK dan anggota FMN lainnya. Team ISAK akan mempresentasikan data-data temuannya untuk mendapatkan tanggapan dari semua peserta rapat. Tanggapan-tanggapan yang ada akan menjadi masukan dalam melakukan penyimpulan umum temuan atas kondisi massa. Tentu saja pendiskusiannya dikaitkan situasi khusus dari massa dengan situasi keumuman massa di Indonesia dibawah penindasan imperialisme dan rezim boneka didalam negeri. Menuliskan penyimpulan hasil diskusi untuk mengetahui problem umum, setelah dilakukan penyimpulan problem-problem khusus massa di wilayah kerja yang sudah ditentukan.
- Untuk menunjang langkah ISAK selanjutnya, data yang sudah diperoleh bisa di inventarisasikan dengan rapi. Dipilah data-data yang bersifat kuantitatif dengan data yang analisis, serta menuliskan pengalaman praktek invetigasi, metode-metode yang dijalankan, kendala yang dihadapi dan upaya apa saja yang dilakukan untuk memecahkan kebuntuhan dalam praktek.
Setelah menilai dan menyimpulkan, ditemukanlah persoalan-persoalan massa, nah tugas selanjutnya adalah secara aktif melakukan perubahan untuk kepentingan massa. Merumuskan program perjuangan massa, mengadakan kegiatan untuk membangkitkan massa, dan merumuskan strategi dan taktik dalam melakukan perjuangan massa.